Marilah sejenak menangkupkan tangan, merendahkan keakuan, menengadah memohon ampunan sembari saling memaafkan. Selamat Hari Raya, Minal 'Aidin wal Faizin.
Sebelumnya, saya menulis ini bukan bermaksud untuk menyinggung atau menggurui siapapun. Tulisan ini murni saya buat untuk yang sudi mencerna. Sekaligus juga sebagai pengingat untuk saya sendiri. Betapa hari saya juga sering terisi dengan hal-hal yang tidak syar'i.
O ya, tempo hari saya baru mengulik instagram mba Sonia Ristanti, itu lho istrinya ustadz Muzammil yang telah dengan santun mengetuk kesadaran saya.
Di beberapa postingannya, mba Sonia selalu memaparkan dengan halus perihal cadar, atau gaya hidup syar'i yang sekarang mulai merambah berbagai kalangan dan menjadi tren.
Kenapa saya menyebutnya gaya hidup? Sebab saat ini syar'i bukanlah dilihat dari seberapa tawadhu' seseorang kepada gurunya. Atau sejauh mana ia mampu mengutamakan birrul walidain ketimbang ngopi dengan temannya. Banyak yang kemudian hanya melihat aspek dhohir nya sebagai standarisasi syar'i.
Mungkin selebgram syar'i yang suaminya adalah seorang yang sholeh-jodoh yang tepat, rumah tangga adem ayem, feed instagram penuh dengan bunga-bunga cinta bermekaran. Tanpa tau jalan terjal beliau-beliau, atau betapa beliau-beliau berlarian mengejar hidayah, atau doa-doa dengan sujud yang panjang dibaliknya.
Yang kemudian hanya dhohirnya saja yang dijadikan sandaran mengapa harus hidup syar'i. Mungkin gampangnya 'kalo aku syar'i, semoga nanti dapet suami ustadz'.
Ya kalo gitu mungkin untuk saya yang sering insomnia mungkin akan dapat suami yang suka insomnia pula, atau tukang tambal ban untuk tukang jual ban, atau seorang penggemar tiktok untuk seorang koreografer.
Ah, mudah sekali hidup ini kalau memang bisa begitu. Sekali lagi, tanpa bermaksud menyinggung pihak manapun, saya ingin tulisan ini bisa bermanfaat bukan hanya untuk yang sudi membaca dan mencerna maksud saya dengan kepala dan hati yang adem. Tapi juga bagi saya sendiri yang sering kali masih terhujani oleh keinginan-keinginan duniawi.
Oke mungkin teman-teman bersandar kepada QS. An-Nur ayat 26 yang mengatakan bahwa wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Dan sebaliknya, wanita keji untuk lelaki yang keji.
Padahal di dalam tafsir Jalalayn dijelaskan bahwa baik yang dimaksud disini adalah baik dalam perkataan dan perbuatan. Bukan hanya dari aspek berpakaiannya saja. Berpakaian memang termasuk dalam ranah perbuatan. Tapi ia hanya interpretasi dhohir yang belum tentu mewakili batin seseorang.