Mohon tunggu...
Askar Iskariot
Askar Iskariot Mohon Tunggu... Lainnya - belum bekerja

masih kecil

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Keteladanan Ayah Membentuk Mindset Generasi yang Akan Datang

22 Desember 2022   14:32 Diperbarui: 30 Desember 2022   10:40 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Josh Willink/Pexels)

Akhir-akhir ini ada isu mengenai Fatherless atau Krisis Kepengasuhan Anak oleh Ayahnya di Indonesia, isu yang mengharapkan agar ayah, bapak, papah, atau apapun penyebutannya jangan sampai hanya bertugas mencari nafkah saja atau menjadi ATM berjalan, melainkan juga ikut berperan serta dalam pengasuhan anak-anak mereka, yang selama ini lebih banyak didominasi oleh ibunya.

Penulis secara pribadi sangat mendukung kiprah para ayah untuk ikut membantu istrinya mengurusi anak-anaknya, bahkan sebenarnya kalimatnya bukan ikut membantu, karena seakan-akan peran utama pengasuhan itu berada di pundah istrinya, dan suami hanya sekedar membantu.

Bagi penulis, peran pengasuhan itu harus dibagi sama rata, apalagi untuk pasangan suami-istri yang keduanya sama-sama bekerja, jadinya karena mereka berdua sama-sama mencari nafkah, maka juga harus sama-sama juga dalam mengasuh anak-anaknya.

Bahkan bisa dikatakan bahwa seorang ayah atau papah itu dapat juga menjadi bapak rumah tangga, tidak hanya perempuan saja yang punya peran ibu rumah tangga kalau di rumah.

Maksudnya, bapak rumah tangga di sini bukan berarti mereka tidak bekerja mencari nafkah lagi, bukan itu, tetapi saat di rumah mereka jangan hanya menghabiskan waktunya untuk beristirahat, meluangkan waktu untuk hobby, atau nongkrong sama teman-temannya. Mereka juga dibutuhkan partisipasinya di rumah untuk terlibat dalam semua urusan domestik.

Mungkin ke depannya, seorang laki-laki jika akan berkeluarga, tidak boleh lagi canggung menggendong bayinya yang masih orok, menyuapi balitanya, mengganti popoknya, menyeboki anak-anaknya, memandikannya, dan lain-lain.

Apa sih yang menjadi urgensi hadirnya para ayah dalam pengasuhan anak?

Memang masih ada pro-kontra terkait pembicaraan ini, termasuk mengenai ternyata banyak juga para tokoh besar yang besar tanpa banyak keterlibatan ayahnya semasa kecil (ini insya Allah akan penulis bahas pada tulisan lain), tapi patut dicatat kalau anak-anak kita itu akan menghadapi zaman yang jauh berbeda daripada zaman kita saat ini.

Apabila zaman dahulu, hampir semua bidang pekerjaan yang tersedia itu didominasi oleh kaum laki-laki, dari pekerjaan kasar hingga pekerjaan "halus", dari tukang sampah sampai tentara dan sampai pejabat, mayoritas adalah laki-laki (tapi ini mungkin tidak berlaku pada masyarakat pemburu dan pengumpul primitif yang peran perempuannya juga masih ada di luar rumah).

Lalu di mana perempuannya?

Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dan usianya itu di lingkungan rumah dan sekitarnya, sehingga memunculkan istilah ibu rumah tangga.

Zaman kemudian bergulir, dan masa berganti, modernisasi, industrialisasi, perang besar,, dan aspek lainnya telah mengubah banyak hal, salah satunya adalah peran perempuan.

Industrialisasi misalnya mendesak perempuan untuk ikut serta bekerja di luar rumah, termasuk di pabrik-pabrik, terlebih saat itu lagi berkecamuk perang besar seperti Perang Dunia Satu dan Dua, yang menjadikan pemerintah harus merekrut banyak laki-laki untuk menjadi prajurit, otomatis posisi pekerja yang biasanya dilakoni laki-laki banyak yang kosong, dan inilah yang kemudian diisi oleh para perempuan.

Nah di zaman sekarang, kaum perempuan semakin maju lagi, hampir semua bidang sudah berhasil ditempati oleh mereka.

Di sisi lain, situasi semacam itu, bagi sebagian laki-laki menganggapnya sebagai ancaman karena harus bersaing dengan koleganya, para perempuan. Bahkan dewasa ini, tidak jarang kaum perempuan yang lebih moncer karirnya dibandingkan laki-laki.

Keadaan seperti ini, harus diantisipasi oleh banyak pihak, termasuk kaum laki-laki sendiri, bisa saja mereka menentang dan berharap dapat mengubah keadaan yang seperti ini kembali ke zaman dahulu.

Akan tetapi menurut penulis, daripada harus menantang arus lebih diikuti saja, maksudnya para laki-laki tidak lagi hanya harus bersaing di dunia kerja untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik, namun mereka juga sebaiknya ikut berbagi tanggung-jawab dengan istrinya untuk peran lainnya di rumah tangga.

Karena bisa jadi peran serta perempuan dalam segala bidang di masa depannya semakin tidak terbendung, pergeseran nilai dan norma akan terjadi berlainan dengan apa yang sudah terjadi zaman sebelumnya.

Apa yang mungkin selama ini dianggap memalukan bagi sebagian laki-laki, seperti mengemong bayinya, selayaknya dibuang jauh-jauh pikiran semacam itu.

Dan ini tujuannya, anak-anak kita adalah generasi yang akan menghadapi zaman di mana laki-laki dan perempuan itu dapat berbagi tanggung-jawab yang lebih merata.

Dengan menampilkan ayah-ayahnya yang ikut serta berperan langsung mengasuh dan mendidik anak, secara tidak langsung akan memberikan contoh keteladanan kepada anak-anaknya, bahwa sosok laki-laki itu bisa juga bekerja dalam urusan domestik rumah tangga, buktinya ayah mereka tidak malu untuk melakukannya, bahkan dengan senang hati melakoninya.

Dengan begitu anak-anak laki-laki kita di masa depan, akan lebih kecil kemungkinannya untuk shock menghadapi kondisi dirinya harus ikut menjadi bapak rumah tangga juga, dan anak-anak perempuan kita tidak akan memandang rendah pasangan laki-lakinya yang mau dengan sukarela berpartisipasi membantu dirinya mengasuh anak dan melakukan pekerjaan domestik lainnya.

Karena jika kita, para orang tua tidak menampilkan peran seimbang dalam urusan domestik rumah tangganya, kasihan anak-anak laki-laki kita, kalau mereka mengambil contoh ayahnya yang dianggap lebih "perkasa" kalau hanya lebih banyak beraktivitas di luar rumahnya, begitu mereka menemui kenyataannya bahwa kehidupan rumah tangganya tidak seperti yang dicontohkan orang tuanya, maka mereka akan depresi dan merasa dirinya gagal.

Begitu pula kasihan anak-anak perempuan kita, karena mereka tidak banyak dibantu oleh pasangan laki-lakinya yang tidak banyak membantu untuk mengasuh anak-anaknya, padahal kedua pasangan ini sudah sama-sama bekerja mencari nafkah.

Maka dari itu, maka buanglah jauh-jauh perasaan malu bagi setiap suami dan ayah untuk membantu istrinya dalam mengasuh anak-anak mereka, karena anak-anak mereka butuh keteladanan dalam menyikapi masa depannya kelak yang sudah tentu jauh berbeda dengan zaman sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun