Pendahuluan
Banyak negara yang menegaskan dirinya sebagai penganut demokrasi, yaitu negara yang memiliki prinsip kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Prinsip demokrasi ini meliputi sistem pemerintahan dan pelembagaan dalam peneyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan. Demokrasi menjadi sistem yang paling populer di era kontemporer saat ini, hal ini sejalan dengan prinsip yang dibawa oleh sistem, yaitu menempatkan posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan tujuan dari demokrasi pada akhirnya adalah terwujudnya kesejahteraan serta keadilan bagi seluruh rakyat yang berada dalam naungan negara. Indonesia, sebagai salah satu negara yang menyatakan prinsip demokrasi sebagai sistem yang dianut seharusnya menjalankan nilai-nilai yang ada dalam demokrasi dengan semestinya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesempatan masyarakat dalam keterlibatannya mengambil public policy bersama dengan pemerintah sebagai pemegang legitimasi. Pemerintah juga harus dapat membuka ruang sebebas-bebasnya agar masyarakat merasa diikutsertakan dalam setiap keputusan kebijakan yang akan diambil.
Ketika berbicara tentang demokrasi, partai politik selalu menjadi atribut yang tidak pernah terpisahkan dari sistem tersebut. Partai politik dinilai sebagai organisasi atau wadah bagi kehidupan demokratis modern. (Ichlasul Amal, 2015). Partai politik merupakan penyambung lidah rakyat agar nantinya dapat tersampaikan langsung kepada pemerintah, hal ini lumrah terjadi khususnya dalam negara yang menggunakan sistem demokrasi perwakilan. Di Indonesia sendiri, upaya ini terus dilakukan agar partai politik dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam melaksanakan proses pelaksanaan partisipasi publik. Tidak hanya itu, partai politik juga berfungsi sebagai wadah regenerasi kepemimpinan yang akan melanjutkan tongkat estafet dalam membawa arah bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Tentunya hal itu didapatkan melalui kontestasi terbesar dalam sebuah negara demokrasi yaitu, pemilihan umum. Pemilihan umum sangat melekat erat dengan partai politik, dimana partai merupakan institusi yang menjadi kendaraan bagi para calon peimpin agar dapat mengikuti kontestasi di pemilihan umum.
Setelah menjelaskan terkait negara demokrasi dan partai politik sebagai atribut yang tidak dapat dipisahkan di dalamnya, sampai pada pembahasan mengenai wakil yang didapatkan dari proses demokratisasi. Dalam teori politik klasik, khususnya dalam kajian mengenai teori mandat dan kebebasan, wakil selalu berjalan seiringan dengan terwakil. Sebagai wakil, teori mandat menjelaskan bahwa wakil dapat dilihat sebagai orang yang mendapatkan mandat dari terwakil, nantinya mandat ini harus dapat direalisasikan oleh wakil karena dalam teorinya, terwakil ditempatkan sebagai pemegang kekuasaan di atas wakil. Oleh karenanya, wakil diwajibkan bersikap dan bertindak seirama terhadap mandat yang diberikan oleh terwakil dalam pelaksanaan tugasnya. Terdapat perbedaan dari teori kebebasan ketika mendefinisikan fungsi dari wakil. Wakil hendaknya dapat menentukan rumusan sikap dan pandangannya terkait masalah yang dihadapi tanpa harus terikat sepenuhnya dengan terwakil. Hal ini disebabkan karena teori tersebut memandang jika terwakil secara holistik telah memberikan kepercayaannya terhadap wakil guna menjalankan tugas-tugasnya. Logika teori kebebasan terpusat pada operasionalisasi wakil dalam menjalankan tugasnya, walaupun pada praktiknya terdapat kemungkinan jika si terwakil tidak merasa dirinya diwakili akibat satu dan lain hal, konsep teori ini juga tidak dapat terhindarkan begitu saja. Kontrol yang dilakukan oleh terwakil agar terciptanya keselarasan dalam memenuhi setiap hak masing-masing harus tetap dijalankan agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan.
Pembahasan
Proses dan kegiatan untuk menjadikan sebagian rakyat menjadi pemimpin dalam pemerintahan merupakan sebuah keniscayaan dalam sebuah negara demokrasi. Proses ini yang nantinya disebut dengan pemilihan. Keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan ini harus dilibatkan tanpa terkecuali, tentunya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh lembaga penyelenggara. Berangkat dari hal tersebut, maka nomenklatur yang sering kita dengar dengan sebutan pemilihan umum atau biasa disingkat sebagai pemilu resmi dipakai sebagai nama dari pemilihan di Indonesia. Pada prinsipnya, pemilu sebagai pranata esensial bagi negara demokrasi memiliki tiga fungsi penting yang meliputi, keabsahan pemerintahan, pergantian posisi pemegang pemerintahan, dan kedaulatan rakyat. Orientasi dari fungsi yang dijalankan oleh lembaga penyelenggara pemilu adalah sebagai langkah preventif agar tidak terjadi hal-hal yang mencoreng nilai demokrasi. Menjaga dan menjamin terlaksananya cita-cita kemerdekaan, mencegah terjadinya kedaulatan pemerintah di atas kedaulatan rakyat, dan mencegah bertenggernya kepentingan pribadi atau kelompok tertentu dalam tubuh pemerintahan merupakan tiga tujuan dari berdirinya lembaga pemilihan umum. Berkiblat pada status quo, di era kontemporer saat ini, sebuah negara sudah tidak dapat lagi menerapkan sistem demokrasi langsung karena banyaknya jumlah rakyat yang berada dalam suatu negara. Mayoritas negara modern saat ini menggunakan sistem demokrasi perwakilan dimana hak-hak rakyat diberikan pada orang-orang yang menduduki parlemen dan dipilih melalui pemilihan umum.
Pemilu menjadi satu perangkat yang paling penting ketika berbicara tentang negara demokrasi. Dalam pemiu, tentunya ada sistem yang merupakan metode sebagai alat untuk mengatur warga negara dalam menentukan pilihan para wakilnya di parlemen. Sebagai contoh, sistem pemilu dapat berupa sebuah metode untuk mentransfer suara pemilih dalam salah satu kursi pada suatu lembaga perwakilan rakyat (legislatif), DPR/DPRD. Ada tiga kategori yang telah dikelompokkan oleh IDEA (International Democratic Electoral Assistance). Tiga kategori tersebut di antaranya adalah proporsional, semi proporsional, dan plurality-majority. Dari tiga kategori yang sudah dijelaskan, terdapat sembilan turunan yang terbagi dari masing-masing kategori. Pertama dari kategori proporsional di antaranya adalah Single Transferable Vote (STV), List Proportional, dan Mixed Member Proportional. Selanjutnya dari kategori semi proporsional di antaranya adalah Single Non-Transferable (SNTV) dan Parallel System. Terakhir, yang berasal dari keluarga plurality-majority, yaitu First Past the Post (FPTP), Two-Round System (TRS), Alternative Vote (AV), dan Block Vote.
Dari pemaparan tentang berbagai model metode sistem pemilu, sistem proporsional atau lebih popular dengan sebutan sistem representasi proporsional menjadi salah satu metode yang paling banyak digunakan oleh banyak negara demokrasi di dunia ini. Metode yang digunakan lebih jelasnya adalah mentransfer suara pemilih pada masing-masing daerah ke dalam kursi di parlemen dengan menyesuaikan proporsi perolehan suara pemilih. Pada akhirnya, mengapa banyak negara di dunia memilih sistem ini sebagai metode pemilihan yang dijalankan karena mereka membandingkan dengan sistem distrik. Sistem distrik dinilai dapat meningkatkan disproporsional yang begitu tinggi sehingga sistem proporsioanal dijadikan metode dalam pemilihannya. Fokus kerja dalam sistem proporsional dibagi dalam beberapa segmen, pertama, dalam metode pemilihan ini lumrahnya menentukan dasar wilayah administrasi sebagai acuannya. Beikutnya, akan ditentukan alokasi jumlah kursi sesuai dengan wilayah atau daerah yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam implementasinya di Indonesia, terkhusus untuk pemilihan wakil di parlemen nasional, daerah pemilihan ditentukan berdasarkan provinsi masing-masing. Sebagai contoh, kursi yang disediakan pada provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan tentu berbeda, semua disesuaikan dengan total jumlah penduduk pada wilayah tersebut. Selanjutnya, metode ini juga berfungsi sebagai alat ukur jumlah kuota yang harus dicapai suatu partai politik agar dapat memenuhi syarat mendapatkan kursi di parlemen. Nantinya, selain jumlah kuota yang sudah ditentukan dari total jumlah penduduk yang ada pada suatu wilayah tertentu, juga dapat ditentukan dari jumlah kursi yang akan diperebutkan oleh berbagai partai politik yang mengikuti kontestasi. Metode ini juga tidak luput dari aspek penting lainnya yang disebut dengan universal suffrage. Universal Suffrage didefinisikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama tanpa memandang latar belakang sosialnya, hal ini tentunya juga berangkat dari Undang-undang yang melandasinya.
Sistem representasi proporsional juga mempunyai beberapa turunan yang masing-masing tentunya memiliki fokus kerja berbeda tapi masih dalam lingkup representasi proporsional, turunan atau varian tersebut meliputi: List Proportional Representation (List PR), Single Transferable Vote (STV), dan Mixed Member Proportional (MMP). Pada tulisan kali ini, penulis memfokuskan terhadap sistem list proportional representative atau biasa disebut List PR. Sistem List PR ini terdapat dua bentuk turunan lagi yang dibedakan menjadi sistem pendaftaran tertutup dan terbuka. Sistem pendaftaran tertutup (closed list system), merupakan bagian dari Sistem List PR yang mekanisme pemilihannya hanya membolehkan para pemilih untuk memilih partai politiknya saja, artinya dalam sistem pendaftaran tertutup ini para pemilih tidak dapat memilih langsung calon wakil/legislatifnya melainkan cukup partai politiknya saja. Para calon wakil/legislatif yang akan mengisi kursi di parlemen nantinya sudah diatur oleh partai politik sesuai dengan jumlah pemilih pada pemilihan umum. Sedangkan yang membedakan dengan sistem pendaftaran terbuka (open list system), para pemilih berkesempatan untuk memilih para calon wakilnya yang sudah mereka nilai berdasarkan hasil kampanye atau propaganda media yang digunakan oleh para calon wakil untuk membuat daya tarik tersendiri agar dapat memenangkan kontestasi. Dengan begitu, para pemilih tidak hanya memilih partai politiknya saja melainkan dapat memilih langsung calon kandidat sebagai wakil mereka.
Berdasarkan kelembagaan, upaya untuk terus membangun hubungan baik antara pihak wakil dan terwakil sudah terus dilakukan dalam realita politik praktis di Indonesia. Dimulai pada tahun 2004, dimana pada saat itu untuk pertama kalinya sistem pendapilan dipakai sebagai sistem yang memudahkan untuk mengidentifikasi terkait siapa yang mewakili dan daerah mana yang diwakili. Hal ini berlaku di tingkat nasional (DPR) maupun daerah (DPRD). Melalui sistem ini, terciptanya program Jaring Aspirasi Masyarakat yang mendorong para wakil untuk terjun langsung melihat situasi faktual di lapangan yang terjadi, baik pada masa reses atau dijadwalkan secara rutin berkunjung ke daerah pilih asalnya. Untuk para pihak terwakil atau konsituten, program Jaring Aspirasi Masyarakat berpotensi untuk dapat mengenal lebih dekat kepada pihak wakil pada masing-masing daerah. Selain itu, melalui program ini para wakil akan lebih mengetahui perihal apa saja yang jadi permasalahan masyarakat tentunya melalui aspirasi langsung yang disampaikan oleh konstituen. Terdapat masalah yang cukup serius untuk dihadapi terkait hubungan wakil dengan konstituen, yaitu menyangkut akuntabilitas para wakil. Dalam realitas lapangannya, masih banyak orang yang tidak memiliki informasi cukup untuk dapat melihat kinerja para wakil, hal ini tentunya sangat disayangkan karena penguasaan informasi yang nantinya akan menentukan pilihan mereka atas dasar rasionalisasi. Harapannya, para calon wakil dapat menjaring masyarakat pada setiap daerah pemilihan secara lebih luas agar nantinya calon pemilih pada setiap daerah dapat memilih pilihannya secara tepat untuk mewakili daerah mereka masing-masing.
Wakil dan terwakil memiliki hubungan yang saling terikat satu sama lain. Berlandaskan teori mandat yang sudah dijelaskan sebelumnya, terwakil atau konstituen memberikan mandat terhadap wakilnya agar dapat menjalankan agregasi kepentingan. Para wakil membutuhkan konstituen untuk dapat memenuhi suaranya agar mendapatkan kesempatan mengisi kursi di parlemen, sedangkan konstituen membutuhkan para wakil untuk dapat menyalurkan aspirasi dan didengarkan serta diimplementasikan oleh para wakil, disinilah hubungan timbalk balik antara pihak wakil dan konstituen terjadi. Konsep hubungan wakil dan terwakil menjadi proses berjalannya demokrasi pada suatu negara, seperti Indonesia. Pada konsep ini, hak konstituen menjadi fokus penting yang harus diperjuangkan oleh para wakil. Di sisi lain, pihak konstituen juga harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan para wakil agar dapat menjalin hubungan yang erat serta meminimalisasi terjadinya distorsi aspirasi yang kadang terjadi pada negara yang menganut sistem demokrasi perwakilan. Masih dalam poin pembahasan mengenai teori mandat, terdapat motif lain yang dinamakan mandat bebas. Mandat bebas merupakan hak sang wakil untuk dapat bertindak tanpa terikat perintah yang dilontarkan oleh wakilnya. Meskipun tetap ada batasan dimana keputusan atas tindakan yang diambil harus diselaraskan dengan aspirasi masyarakat. Namun, dalam konteks ini para wakil bebas menentukan kebijakan yang diambil tanpa harus terus mengikuti intruksi dari konstituen.