Pengantar
Perjuangan pahlawan nasional dalam meraih kemerdekaan bangsa Indonesia tentunya tidak mudah. Jiwa dan raga mereka korbankan demi mendapatkan kemerdekaan dari tangan penjajah pada saat itu. Kemerdekaan yang kita nikmati pada hari ini tidak lepas dari jasa para pahlawan. Mengingat perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam meraih kemerdekaan, banyak hal yang bisa generasi muda ambil dari nilai-nilai kepahlawanan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai Kepahlawanan perlu dijunjung tinggi dengan penuh kebanggaan dan diamalkan dalam berbagai kegiatan pembangunan serta kehidupan sehari-hari. Memang harus diakui bahwa nilai-nilai Kepahlawanan saat ini cenderung mengalami penurunan dikarenakan generasi muda lebih mengetahui tokoh boy band atau Korean Pop (K-Pop) dibandingkan dengan tokoh pahlawannya sendiri. Oleh karena itu pengenalan nilai-nilai Kepahlawanan perlu dilakukan dan disosialisasikan pada generasi muda di tengah krisis keteladanan saat ini.
Krisis keteladanan disebabkan pertama ketiadaan panutan di tengah masyarakat dan kedua, gagalnya mentransmisikan keteladanan “pahlawan” baik yang sudah meninggal maupun masih hidup.[1] Sejauh ini kita gagal mentransmisikan keteladanan pahlawan baik yang masih ada maupun sudah tiada kepada generasi muda. Padahal biografi pahlawan-pahlawan bisa memberikan pengaruh moralitas yang baik, kisah kisah keteladanan mereka apabila dikemas dengan baik dan dipublikasikan secara luas.
Ditambah lagi dengan maraknya pertentangan antara identitas nasionalisme dan identitas agama saat ini yang dipertontokan oleh kelompok elit, semakin meruncing hingga menganggu stabilitas negara. Perbedaan pandangan mengenai identitas politik antara kedua kelompok identitas ini melahirkan berbagai isu di masyarakat luas terhadap kebenaran identitas yang mereka yakini hingga menjurus kepada munculnya kelompok pro pemerintah dan kelompok anti pemerintah.
Di sisi lain, penyebaran paham radikalisme sudah marak diajarkan di beberapa sekolah dengan indoktrinasi yang terstruktur. Ada beberapa sekolah yang secara resmi mengajarkan konten radikal kepada peserta didik. Lebih lanjut, riset Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Pranowo (guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Jakarta, disebutkan bahwa 50% peserta didik SMA setuju tindakan radikal yang memecah belah persatuan bangsa. Sesuai data tersebut, 25% peserta didik SMA dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi dalam menghadapi perkembangan zaman.[2] Masalah tersebut muncul akibat beberapa faktor, salah satunya adalah pemisahan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum di sekolah yang mengakibatkan kebuntuan dalam penanaman karakter generasi muda.
Dilema Antara: “Nasionalisme atau Religius?”
Pembenturan antara nasionalisme dan religius akhir-akhir ini marak sekali terjadi, khususnya penganut agama tertentu yang dibenturkan dengan semangat kebangsaan. Dalam media online maupun cetak selalu menampilkan informasi yang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, seakan-akan agama dan nasionalisme tidak dapat disatukan.
Di sisi lain, agama seringkali digunakan sebagai faktor legitimasi atau untuk menutupi konflik yang sesungguhnya. Aspek teologis atau agama dapat mempengaruhi munculnya radikalisme karena memahami agama dalam dua kutub yang berseberangan, yaitu merasa lebih benar atau lebih berhak untuk masuk surga serta adanya dendam sejarah dalam setiap perkembangan agama.[3]
Istilah kebangsaan merupakan gambaran ciri-ciri terhadap kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, budaya, bahasaan akar sejarahnya pada suatu lokasi tertentu. Kesamaan ciri terhadap kelompok manusia sehingga dapat disebut bangsa mulai berkembang pada abad ke-18 di Eropa, dan mengalami transformasi ideologi ke dunia Islam.[4]
Perkembangan ideologi kebangsaan sesungguhnya telah dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam proses membangun masyarakat baru kota Yatsrib. Nasionalisme modern itu ditandai dengan penyusunan konstitusi Piagam Madinah (Misaq al-Madinah) untuk mengikat seluruh masyarakat Madinah tanpa membedakan agama, suku, maupun kelas sosial yang ada. Komposisi masyarakat Madinah pada saat itu terdiri atas suku Auz dan Khazraj yang sebagian memeluk Islam, dan suku Quraizhah, Nadhir, dan Qaynuqa yang memeluk Yahudi.[5]
Seharusnya tidak perlu lagi digaungkan antara nasionalis atau religius di tengah masyarakat terlebih khususnya menjadi konsumsi bagi generasi muda. Namun kenyataannya akhir-akhir ini gejolaknya semakin memanas yang dipertontonkan oleh elit politik Indonesia di berbagai media. Dampak yang paling besar adalah bagi generasi muda yang sedang mencari jati diri di usia yang rentan dengan pengaruh hal-hal yang negatif.
Keteladanan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Pembentukan rasa nasionalisme dan religius tidak bisa lepas dari peranan keteladanan. Keteladanan merupakan perangkat yang paling kuat pengaruhnya terhadap pembentukan rasa nasionalisme dan religius generasi muda. Pembentukan tidak maksimal jika generasi muda tidak mampu menghayati keteladanan para pendahulunya yaitu para pahlawan nasional
Pelajaran sejarah melaui biografi tokoh pahlawan memberikan khasanah yang sangat luas, akan pentingnya contoh dan keteladanan. Karakteristik yang muncul dalam pelaku sejarah merupakan cermin yang baik dalam pembentukan kepribadian. Dengan banyak mempelajari cara bertindak dan berfikir para pahlawan, diharapkan akan muncul rasa hormat terhadap orang yang berjasa dalam hidup dan kehidupan, dan sekaligus mampu mencari aspek-aspek positif atau nilai-nilai kehidupan yang pantas untuk ditiru.
Berdasarkan Biografi Pahlawan Nasional dari Nusa Tenggara Barat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang disusun oleh Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2017, banyak menceritakan fakta-fakta sejarah yang menjadi motivasi generasi muda dalam hal mewujudkan rasa nasionalisme dan religiusitas. Tentu saja sangat penting sekali untuk diterapkan pada saat sekarang, di mana agama selalu dibenturkan dengan nasionalisme. Generasi muda harus diperkenalkan tokoh seperti beliau yang membuat nasionalisme dan religiusitas mampu berjalan beriringan.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid membawa misi Risalah Islamiyah bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan harkat dan martabat manusia, mengantarkan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat serta mewujudkan rahmatan lil’alamin. Tentu saja hal tersebut dapat dicapai melalui pendidikan Agama yang ditempuhnya selama di kota suci Makkah dalam rangka menanamkan spiritual (dan juga budi pekerti dan akhlak mulia) Islam.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan salah satu tokoh kebanggaan yang dimiliki NTB untuk Indonesia. Beliau adalah satu-satunya putra NTB yang keulamaannya masuk dalam jaringan ulama Nusantara. Beliau telah mencatatkan sejarah sebagai satu-satunya dalam sejarah di Madrasah Asshaulatiah yang mendapatkan prestasi di atas summacumlaude dengan nilai 10 pada setiap mata pelajaran karena kecerdasan dan kedalaman ilmu yang ia miliki.[6] Semangat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam meununtut ilmu dan mendapatkan prestasi di atas summacumlaude merupakan hal yang memotivasi generasi muda terlebih khususnya penulis sendiri dalam pembelajaran di sekolah. Keteladanan seperti beliau sulit ditemukan pada tokoh-tokoh publik di masa sekarang. Wajar saja jika beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak hanya tekun belajar, berdakwah dan berjuang. Di sela-sela kesibukannya melakukan aktivitas di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah, tetap produktif menulis karya-karya sebagai rujukan bagi para santri di madrasah NWDI dan NBDI.[7] Karya-karyanya memang tidak berbentuk kitab-kitab yang besar, yang berisi kajian-kajian yang panjang lebar pembahasannya [muthawwalât], tetapi karyanya lebih merupakan kajian-kajian dasar dan biasanya dalam bentuk syair dan nazham-nazham berbahasa Arab. Di samping itu juga, terdapat kitab yang berisi nazham dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Arab dan Melayu. Karyanya juga ada yang dalam bentuk syarah atau penjelasan lebih lanjut terhadap suatu kitab serta dalam bentuk saduran dari kitab-kitab lain.[8]
Di samping dakwah keliling dari kampung ke kampung, dari desa ke desa. TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga terus mengembangkan pendidikan di Pesantren al-Mujahidin. Awalnya, Pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pembelajaran agama secara langsung bagi kaum muda. Serta sebagai media bagi Muhammad Zainuddin memberikan pelajaran agama yang lebih bermutu kepada masyarakat. Era itu, umumnya para tuan guru hanya mengajarkan agama menggunakan kitab–kitab Arab Melayu, seperti Bidâyah, Perukunan, dan Sabîl al-Muhtadîn. Keterbelakangan masyarakat sebagai dampak penjajahan kerajaan Hindu Bali dan kolonialisme Belanda, animo masyarakat tinggi dengan aktifitas pendidikan
sederhana yang Ia lakukan.[9]
Nama Nahdlatul Wathan menunjukkan, Zainuddin muda sudah menemukan bentuk yang lebih matang, meletakkan perjuangan ke dalam konteks kebangkitan nasional, negara dan bangsa. Pengembangan Mandrasah NWDI wujud Zainuddin muda meletakkan konteks perjuangan dalam skala lebih luas. Meletakkan perjuangan yang dilakukan di Lombok, sebagai bagian dari apa yang sedang diperjuangkan seluruh rakyat Nusantara. Nama ini juga merefleksikan suasana psikologis dan kondisi sosial saat itu, terutama yang berkaitan dengan semangat
patriotisme dan perlawanan terhadap penjajah. Nama ini juga memberikan semangat untuk mencerdaskan masyarakat yang sedang terpuruk dan terbelakang melalui pendidikan.[10]
Persepsi terhadap Keteladanan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam Meningkatkan Semangat Nasionalis-Religius Generasi Muda
Persepsi penulis terhadap keteladanan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam meningkatkan semangat Nasionalis dan Religius generasi muda yaitu berdasarkan fakta sejarah yang didapatkan melalui biografinya. Dalam presepsi penulis, ada 5 (lima) nilai keteladanan dari biografi pahlawan nasional tersebut yang bisa diambil sebagai motivasi generasi muda dalam meningkatkan semangat Nasionalis dan Religius. Ke lima hal tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Inisiatif
Dulu dalam menghadapi para penjajah, para pahlawan turun ke medan perang tidak dengan perintah atau isntruksi dari siapapun. Jiwa mereka terpanggil untuk ikut andil dalam perang kemerdekaan demi mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.[11] Begitu pula dengan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang tanpa pamrih berinisiatif dalam memutus mata rantai kebodohan dengan membuka sekolah atau madrasah bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat khususnya di Pulau Lombok. Hal ini bisa kita tiru dalam kehidupan sehari-hari, yaitu inisiatif.
Mungkin permasalahan yang masih banyak dalam kehidupan sehari-hari kita adalah kurangnya inisiatif. Mulai dari contoh kecil saja, misal kita melihat sampah di lingkungan sekolah, sebenarnya kita sangat mampu untuk mengambil sampah tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Tapi, karena tidak adanya inisiatif dari diri generasi muda, maka pekerjaan yang sangat mudah itu tidak bisa dilakukan. Contoh tersebut merupakan contoh kecil, jika inisiatif kita terpakan pada hal lebih besar, maka hal tersebut akan berdampak besar bagi kebersihan lingkungan sekolah.
2. Optimis
Dalam segi persenjataan dan kemampuan militer, jelas para pahwalan perang kemerdekaan sangat kalah jauh dari yang dimiliki oleh penjajah. Namun, hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk mereka berusaha merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Optimis, hal inilah yang juga menjadi modal bagi pahlawan nasional dari NTB TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam meraih kemerdekaan. Beliau selalu optimis dalam menjalani kehidupannya, dibuktikan dengan optimis dalam meraih ilmu dan mendapatkan prestasi, kemudian semangat patriotisme dan perlawanan terhadap penjajah dengan membentuk organisasi keagamaan dan mendirikan sekolah atau madrasah pada saat itu.
Prestasi yang didapatkan oleh TGKH Muhammad Zainuddin, pemuda yang berdarah Sasak tersebut tidak hanya di atas kertas. Ia dapat membuktikan bahwa prestasi di atas kertas itu berbanding lurus dengan prestasi yang ia dapatkan dalam pengabdiannya untuk ummat Islam, agama, bangsa, dan negara ini. Ini adalah perwujudan dari rasa optimis yang nyata.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang generasi muda merasa pesimis dalam banyak hal. Sebenarnya bukannya kita tidak mampu, tetapi rasa pesimislah yang menghambat keberhasilan itu. Jika nilai optimis kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita, maka kesuksesan dan keberhasilan akan dicapai, karena dengan optimis, maka potensi yang yang kita miliki tidak akan kabur dan hilang.
3. Pantang menyerah
Dalam perang meraih kemerdekaan, tentunya para pahlawan pernah mengalami kegagalan dalam usahanya. Tetapi mereka memiliki jiwa pantang menyerah, yang tentunya akan membawa mereka pada hasil atau tujuan yang ingin dicapai. Dalam Biografinya TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menunjukkan kesunggahan dan kerja keras dalam belajar dimana membuahkan prestasi akademik yang gemilang. Beliau mendapatkan nilai 10 di semua mata pelajaran yang diujikan. Belum pernah ada murid yang mendapatkan nilai sempurna pada setiap pelajaran dan mendapatkan ijazah dengan gelar di atas summacumlaude di masanya. Ini merupakan pembuktian dari nilai pantang menyerah yang perlu diteladani oleh generasi muda.
Permasalahan yang sering dialami oleh generasi muda adalah mudah menyerah jika apa yang sudah diusahakan ternyata belum berhasil. Kita beranggapan apa yang telah diusahakan itu tidak bernilai apa-apa. Padahal, dengan sedikit usaha lagi sebenarnya apa yang hendak kita capai dapat berhasil. Tetapi, karena tidak adannya jiwa pantang menyerah, maka sering kita melewatkan kesempatan atau peluang yang sebenarnya bisa kita raih.
4. Ikhlas
Tidak ada rupiah yang didapat dari usaha pahlawan nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam andilnya memperjuangkan hak-hak pendidikan masyarakat di Nusa Tenggara Barat khususnya di Lombok. Beliau tidak berharap imbalan apa pun dari siapa pun dalam usahanya mencerdaskan kehidupan bangsa. Beliau ikhlas mengorbankan waktu, pikiran, jiwa dan raga demi negara Indonesia. Bayangkan, jika para pahwalan yang telah wafat tidak ikhlas dan meminta imbalan dalam setiap perjuangan yang mereka jalani, apakah Indonesia mampu meraih kemerdekaan? Pastinya kemerdekaan itu hanya akan menjadi sebuah mimpi panjang bagi kita.
Ditambah lagi dengan kesungguhan beliau dalam mengabdikan diri untuk mendapatkan ilmu menjadikan dirinya sosok ulama besar yang mengabdikan dirinya untuk ummat. Hal itu tidak lepas pula dari keikhlasan kedua orang tuanya dalam mengorbankan harta dan jiwanya hanya untuk beliau. Ibu tercintanya dengan sabar menemani Zainuddin muda ikut tinggal di Kota Mekah.
Jika dalam kehidupan sehari-hari kita terapkan nilai keikhlasan, maka dapat dipastikan kehidupan kita akan lebih baik. Kita tidak akan merasa terbebani atas apa yang telah kita lakukan, karena apa yang telah kita lakukan didasarkan pada keikhlasan dan tidak mengharapkan imbalan apapun.
5. Kreatif
Kreatifitas TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diibuktikan dengan menghasilkan karya dari hasil buah pikirannya. Karya-karya tersebut berbentuk buku dan lagu. Beliau sangat kreatif, dengan keterbatasan teknologi pada saat itu beliau mampu menciptakan karya-karya yang sangat berguna bagi kehidupan bermasyarakat saat ini. Penulis berpikir jika saat ini kita sebagai generasi muda mampu menerapkan nilai kreatif dalam kehidupan sehari-hari, maka dijamin hidup kita akan lebih mudah, meskipun dengann segala keterbatasan yang kita miliki saat ini.
Persepsi penulis terhadap keteladanan pahlawan nasional dengan mengambil lima nilai kepahlawanan dari Biografi tokoh Pahlawan Nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ini, semoaga bisa menginpirasi generasi muda Indonesia dalam menemukan bentuk keteladanan yang patut dicontohi dan diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga semangat Nasionalisme dan Religius tertancap kokoh di dalam sanubari generasi muda.
Daftar Pustaka
Khamdan, Muh. 2016. Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional. Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM;
Latif, Yudi. 2014. Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan. Jakarta: Mizan;
Lestari, Sri. 2016. Ketika Paham Radikal Masuk Ke Ruang Kelas Sekolah.https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160519_indonesia_lapsus_radikalisme_anakmuda_sekolah (diakses tanggal 20 agustus 2021);
Shubhi, Muhammad. 2017. Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Mataram NTB: Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat;
Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. 2017. Biografi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahawan Nasional Indonesia;
Yulianto, Ary. 2021. 5 Nilai Kepahlawanan Kemerdekaan yang Baik untuk Kita Aplikasikan dalam Kehidupan. https://yoursay.suara.com/kolom/2021/08/18/180000/5-nilai-kepahlawanan-kemerdekaan-yang-baik-untuk-kita-aplikasikan-dalam-kehidupan (diakses tanggal 21 Agustus 2021).
Catatan Kaki
[1]Yudi Latif,” Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan”, (Jakarta: Mizan, 2014), hal. xii.
[3]Muh. Khamdan, “Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional”, (Jakarta: Kementrian Hukum dan Ham, 2016), hal. 208.
[4]Muh. Khamdan, “Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional”, (Jakarta: Kementrian Hukum dan Ham, 2016), hal. 225.
[5]Mun’im A. Sirry dalam Muh. Khamdan, “Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional”, (Jakarta: Kementrian Hukum dan Ham, 2016), hal. 225.
[6]Muhammad Shubhi, “Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid”, (Mataram NTB: Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat, 2017), hal. iii.
[7]Taufik Abdullah dalam Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, “Biografi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahawan Nasional Indonesia” (2017), hal. 14.
[8]Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, “Biografi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahawan Nasional Indonesia” (2017), hal. 14.
[9]Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, “Biografi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahawan Nasional Indonesia” (2017), hal. 21.
[10]Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, “Biografi TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahawan Nasional Indonesia” (2017), hal. 22.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H