Entah apa yang sedang terjadi di negeri ini. Korupsi belum berhenti, sudah ketambahan plagiasi. Terasa keadaan ini semakin ngeri. Tak ada ketenangan disana-sini. Yang buruk semakin menjadi, yang baik justru dibuli.
Tak hendak diri ini menggurui. Hanya sekadar menyampaikan isi hati. Betapa sedih melihat adik-adikku kini. Mendulang bahagia dari hasil plagiasi. Menyalin apa-apa tanpa permisi. Lalu besar-besaran mempublikasi. Menerima segala puja-puji. Namun terlupa pada ajaran Ilahi.
Dik, pemilik ilmu itu rendah hati. Tak membutuhkan basa-basi. Juga tak perlu rating yang tinggi. Karena tulisannya adalah hasil perenungan diri. Sebagai bagian dari mengimani Sang Ilahi. Karena semakin mengetahui, akan semakin tenang kondisi hati. Hidup pun hanyalah bahan uji. Yang 'kan dikalkulasi di akhir nanti.
Adik-adikku, baik D.E. atau siapa pun, bertumbuh dulu baru jiwamu terisi. Berjuang dulu baru engkau mengerti. Bergerak dulu baru 'kan kaupahami.
Menulis bukan sekadar mengisi diary. Ada proses panjang di balik ini. Tak pernah ada penulis instan hari ini. Yang ada hanya belum dikenal lalu menjadi inspirasi. Dan tetap saja butuh waktu lama untuk melakukan ini. Menulis juga bukan sekadar menyusun kata-kata yang menghampiri.
Tetapi menulis itu melibatkan banyak panca indera khususnya hati. Jika kau lihat langit yang tinggi, ada berjuta bahkan milyar kata yang bisa kautelusuri. Sebab langit tak pernah sendiri. Akan ada mega, bintang dan lainnya yang menemani. Bahkan di kala hujan, ia tidak menyepi. Ada air yang berjatuhan menghiasi hari. Menebar manfaat bagi lahan yang tak bergizi.
Satu dan lain hal selalu bersinggung diri. Jangan biarkan iri hati menggerogoti. Pun penyakit 'ain menjangkiti. Bisa-bisa kau jauh dari surga-Nya nanti. Sedang inginmu berkumpul dengan mereka yang kaucintai.
Tinggalkanlah segala plagiasi. Tiru secukupnya bukan lalu namanya diganti. Jika hal itu terulang kembali, takkan ada yang percaya padamu nanti. Menjadi plagiat takkan membuatmu berseri. Hanya menumpuk penyesalan yang 'kan membuatmu nyeri. Jika saat ini hatimu belum terilhami, semoga bukan 10 atau 20 tahun lagi kau menyadari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H