Kehadiran perbankan telah dirasakan oleh masyarakat kebanyakan. Nasabah disuguhkan dengan layanan yang serba cepat, sehingga menjadikan perbankan terus mengalami persaingan. Persaingan terjadi dalam bentuk vitur-vitur layanan, dan juga kemudahan.Â
Hal demikian tak ayal membutuhkan tenaga yang handal. Hal ini direspon oleh penyedia jasa sumber daya manusia baik pada Perguruan Tinggi Umum di bawah naungan dikti maupun Diktis. Perbankan syariah misalnya, mendapat respon luar biasa, sehingga hampir pada setiap perguruan tinggi memiliki prodi tersebut. Sumber daya perbankan syariah dituntut untuk memiliki kompetensi pada level bisnis dan pada level "sharia compliance".Â
Asset Perbankan syariah sampai dengan Desember 2018 masih seputar 5 persen dibandingkan bank konvensional. Hal ini memerlukan Sumber Daya Insani Yang Tangguh dalam mensosialisasikan kepada masyarakat yang jumlah penduduknya adalah di atas 90 persen muslim. SDI Perbankan Syariah harus mampu menjelaskan keunikan bank syariah di bandingkan bank konvensional.Â
Secara bisnis, bank konvensional bisa menjual harga murah kepada masyarakat karena sumber dana bank konvensional dari berbagai lini, sahamny go public, dan hampir mayoritas lembaga pemerintahan melewatkan transaksi keuangannya pada Bank Konvensional. Bank tersebut memiliki ukuran yang besar, karena berdiri dan tumbuh mengiringi berdirinya Negara Republik ini.Â
Bank Syariah mendapatkan dana dari ekuitas dan sumber dana masyarakat semata, sehingga likuiditas yang dimiliki terbatas. Jika likuiditas terbatas, maka jualan bank syariah juga terbatas dengan harga yang mampu mengcover seluruh risiko usaha. JIka tidak demikian maka bisnis bank syariah sulit untuk berkelanjutan. Untuk mendukung hal ini maka harus didukung Sumber Daya Insani yang memiliki kompetensi bisnis dan syariah.
Agar Perbankan syariah mampu dijelaskan secara unik kepada masyarakar, bahwa bank syariah memastikan kehalalan produk, memastikan bank syariah adalah membantu kebutuhan usaha masyarakat dengan akad syirkah dan mudharabah. Karena dijalankan dengan cara yang syariah, maka harta yang diperoleh menjadi berkah.Â
Berkah ini lah yang mesti dirasakan dan dijiwai oleh setiap SDI dan didukung kemampuan forecasting bisnis yang matang, maka Sumber daya Insani Perbankan syariah tidak hanya mementingkan uang tersalurkan, melainkan memunculkan hubungan antara nasabah dan bank sebagai mitra.Â
SDI ini digembleng sejak di kampus oleh prodi-prodi perbankan syariah, ekonomi syariah di semua PTAIN maupun di PT lainnya, sehingga tepat kiranya mempercayakan SDI dari lulusan tersebut untuk dijadikan tim dalam pengembangan bank syariah.Â
Selama Perbankan hanya memperhatikan prodi prodi umum, maka dapat dipastikan unsur syariah tidak dapat tersampaikan kepada nasabah dengan optimal. Jika hanya dengan diklat 3 bulan, tidak cukup untuk membawa jiwa SDI menuju syariah lahir dan batin, bukan hanya fisik yang islami melainkan mampu meyakinkan masyarakat rasional menuju mnasabah yang loyal terhadap bank syariah.Â
Semoga ada sinergi dengan para pengelola perbankan syariah, pengelola Prodi Perbankan syariah di seluruh Indonesia, hingga memunculkan simbiosis mutualisme antar keduanya. Jika SDI perbankan syariah dari PTAIN maupun PT digunakan, maka dampaknya akan mampu meng-akselerasi kepercayaan masyarakat muslim dan bersikap untuk memilih. Begitu juga PTAIN & PT akan terus menyesuaikan dengan kebutuhan industri keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H