Meski kalau jalan sendiri Pak Alex bisa hanya cukup waktu satu jam, karena mengikuti saya dan teman Mbak ria yang jalannya pelan, jadinya Pak Alex ikut mengikuti ritme jalan kami sampai 4 jam juga. Orangnya juga asyik diajak ngobrol dan ramah. Sehingga perjalanan trekking hampir 4 jam tidak terasa karena sambil ngobrol dan istirahat melepas lelah.
Selama menginap di Wae Rebo, Pak Alex juga menjadi guide memberi penjelasan soal sejarah rumah adat Wae Rebo dan mendampingi tamunya selama makan sampai menjelang tidur.
Untuk menginap satu malam di rumah Mbaru Niang di salah satu rumah adat setiap orang dikenakan biaya Rp 325.000. Tetapi biaya itu sudah lengkap dengan makan tiga kali sehari dan suguhan kopi Wae Rebo yang amat enak. Makan dengan nasi, lauk sayur bening, telur dadar dan kerupuk sudah sangat enak rasanya.Â
Saya yang jarang minum kopi merasakan sekali kopi Wae Rebo langsung ketagihan minum kopi beberapa cangkir karena enaknya.
Untuk keperluan tidur tersedia kasur single yang dipasang di lantai di dalam rumah khusus untuk tamu menginap di rumah adat Wae Rebo yang berbentuk kerucut juga. Hanya ruangan di sini tanpa sekat dan wisatawan tidurnya berbaur menjadi satu ruangan dengan orang lain.
Dari buku tamu yang saya lihat di sana, salah satunya pengunjung terbanyak datang dari Belanda dan wisatawan nusantara tentunya. Penduduk di Wae Rebo terkenal ramah kepada turis karena mereka sadar wisata dan menjamu tamunya dengan tulus.
Di waktu malam hari melihat di atas langit, bintang-bintang terasa dekat dan bersinar cerah. Di pagi hari terdengar ayam berkokok bersahutan dan kita bisa melihat kehidupan warga Wae Rebo yang sederhana.
Acara pagi hari, wisatawan bisa melihat kehidupan asli masyarakat Waerebo dan bisa bermain berlarian bersama anak-anak kecil Waerebo. Udara sangat bersih sangat nikmat rasanya menghirup udara paginya.
Kegiatan pagi bisa melihat ibu-ibu menjemur kopi, memberi makan ayam, melihat ibu-ibu memasak di tungku kayu dan kegiatan lain yang tidak bisa disaksikan di kota besar.