Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kertas Doa Tulisan Tangan dari Ibuku, Kini Sudah Lusuh

2 Januari 2018   14:50 Diperbarui: 2 Januari 2018   18:07 2179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibuku berjalan kaki ketika akan melempar jumroh

Kertas ini berisikan doa  yang setiap hari saya baca. Kertas yang sudah sedikit kusam dan lusuh ini saya terima dari almarhum ibu saya ketika menunaikan ibadah haji  sepuluh tahun yang lalu. Beruntung saya bisa menemani ibu selama empat puluh hari  menjalankan ibadah haji di  tahun 2007. 

Waktu itu saya bisa berangkat haji  bertiga dengan suami juga. Ketika tahun 2007,  antrian untuk berangkat haji hanya satu tahun. Almarhum Ibu Sunarlinah yang mendorongku untuk segera mendaftar berangkat haji ketika mendapat rejeki lebih.

Alhamdulillah akhirnya kami bisa berangkat bertiga dengan ibu dan suami dengan ONH (Ongkos Naik Haji) biasa yang memerlukan waktu 40 hari di awal Desember 2007. Selama 40 hari di tanah suci ibu dalam keadaan sehat. Ibu bisa menjalankan ibadah umroh sampai tiga kali dan tawaf dilakukan hampir setiap hari ketika menunggu waktu sholat di Masjidil Haram,  Mekkah. Ibu bisa menyelesaikan ibadah haji Insya Allah dengan sempurna dan pulang kembali ke tanah air di bulan Januari 2008.

Dengan ibu tercinta ketika ibadah haji (dok pribadi)
Dengan ibu tercinta ketika ibadah haji (dok pribadi)
Selama menjalankan ibadah haji, ibu termasuk yang tidak kena penyakit batuk. Seperti umumnya penyakit jemaah haji dan bisa mengikuti semua ritual ibadah haji. Saya ingat ketika berjalan bersama menuju tempat lempar jumroh di Padang Arafah ibu tidak bersedia digandeng. Menurut beliau, tangannya keringatan kalau digandeng dan ibu dengan gagah berjalan sendiri diantara rombongan satu yasasan haji yang kami ikuti.

Waktu itu saya berangkat di kloter awal sehingga mendarat langsung di Madinah. Ibu setiba di hotel langsung ingin pergi ke Raudah makam Nabi Muhammad di Masjid Nabawi. Selama musim haji, jemaah wanita untuk berkunjung ke Raudah diatur waktunya hanya waktu sholat dhuha antara pukul 07.00 sampai pukul 11.30 sebelum sholat Dhuhur dan malam hari sesudah sholat Isya antara pukul 19.30 sampai pukul 22.00.

Ibuku berjalan kaki ketika akan melempar jumroh
Ibuku berjalan kaki ketika akan melempar jumroh
Saya sarankan ke ibu memilih di waktu pagi hari sehingga lebih leluasa. Di waktu musim haji menuju Raudah perlu kesabaran dan antrian cukup panjang hampir dua jam, kami akhirnya bisa sholat di karpet hijau di Raudah. Saya melihat ibu sholat sunnah dan berdoa untuk seluruh keluarga sambil menangis antara bahagia dan terharu setelah berhasil sholat di Raudah.

Selama sholat di Raudah, saya menjaganya karena kondisi Raudah yang penuh sesak. Banyak orang berlalu lalang melangkahi orang sholat sudah biasa dilakukan jemaah negara lain ketika musim haji.

Sepulang dari Raudah, ibu mencatat beberapa doa yang ditulis tangan dari buku doa yang saya bawa. Beliau memilih tiga doa dalam bahasa Indonesia untuk bersyukur, doa untuk sehat dan doa ketika bercermin  yang ditulisnya untuk dibawa persiapan pergi ke Mekkah. Ibu ingin membaca doa tersebut di depan Kaba'ah.

Doa bersyukur yang beliau tulis yaitu: "Ya Allah, jadikanlah aku orang yang berterima kasih pada Mu, jadikanlah aku orang yang sabar, jadikanlah aku kecil dalam pandanganku tapi seorang yang  besar bagi orang lain."

Doa  bersyukur dan ingin sehat yang ibu tulis selama di tanah suci, hampir setiap hari beliau baca setiap selesai sholat wajib di Masjidil Haram. Setelah selesai haji, di hari terakhir sebelum pulang ke tanah air, ibu memberikan kertas doa yang ditulisnya kepada saya sambil berpesan "Dibaca ya setiap selesai sholat."

Tidak ada yang menyangka, setelah sebulan pulang dari haji, ibu divonis oleh dokter sakit kanker paru stadium empat di kampung halamannya di Jember, Jawa Timur.

Selama enam bulan selama beliau  sakit karena saya masih bekerja, setiap dua minggu sekali di waktu week end saya terbang dari Jakarta ke Jember untuk menjenguk ibu tercinta dengan harapan kalau ibu sudah waktunya dipanggil Allah, saya ada disampingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun