Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Owa Jawa Tipe Hewan yang Setia Kepada Pasangannya, Dibandingkan Manusia

17 November 2017   15:26 Diperbarui: 17 November 2017   15:41 2548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik Point untuk melihat flora dan fauna di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (dok pribadi)

Setia kepada pasangan harus setia menerima keadaan sedih-gembira, setia menghadapi cobaan bersama, setia sehidup semati. Bicara soal kesetiaan, ternyata ada yang lebih dasyat dibanding manusia. Dia adalah kera Owa Jawa, atau  dalam bahasa latin disebut  Hylobates Moloch . Owa Jawa bersifat monogami tidak bisa melakukan poligami maupun poliandri  sehingga hanya kematian yang bisa memisahkan pasangan Owa Jawa pejantan dan betinanya.

Apabila ada pasangan atau anak-anaknya Owa Jawa yang mati atau  hilang  karena perburuan dan perdagangan liar, sifat monogami  itu cukup menyulitkan proses pelepasliaran dan upaya peningkatan populasi Owa Jawa. Karena Owa Jawa akan mudah stres, sakit  dan berujung pada kematian.  Owa Jawa tidak  bisa dikawinkan lagi  setelah pasangannya hilang, meninggal atau terbunuh.

Owa Jawa kelihatan imut dan lucu (dok.pribadi)
Owa Jawa kelihatan imut dan lucu (dok.pribadi)
"Makanya  mengambil  Owa Jawa  satu individu saja sama  dengan membunuh empat  individu. Mereka saling berpengaruh antara induk, pejantan dan anaknya. Tingkat stres yang  tinggi Owa Jawa membuat mereka bisa mudah mati," ujar drh Pristiani Nurantika, dokter hewan yang menangani rehabilitasi Owa Jawa di Yayasan Owa Jawa.

Ini adalah sifat dari khas hewan dari Owa Jawa yang bentuknya badannya mungil, tidak berekor, bulunya berwarna keabuan dan di sekitar wajahnya tumbuh bulu berwarna keperakan dengan wajah kehitaman dan mata bulat melotot. Mempunyai sifat setia, selektif  memilih pasangan, juga cepat stres  lalu meninggal  jika ada anggota keluarga yang hilang. Ini  menjadi salah satu penyebab Owa Jawa  terancam punah.

Owa Jawa yg hidup di hutan (dok.FB Javan Gibbon Center)
Owa Jawa yg hidup di hutan (dok.FB Javan Gibbon Center)
Dalam daftar satwa terancam, Owa Jawa termasuk kategori kritis hasil dari data dari  The International Union for Conservation of Nature (IUCN). Ancaman bagi mereka adalah kehilangan habitat, perburuan liar, penyelundupan ke luar negeri, dan perdagangan ilegal untuk dijadikan satwa peliharaan. Beberapa hasil survei memperkirakan, populasi mereka di alam tersisa lebih kurang antara 2.500 sampai 4.000 individu. Populasi kecil yang tersisa di alam dan terisolasi membuka peluang bagi mereka mengalami kepunahan. Owa Jawa merupakan satwa endemik asli Indonesia ang hanya ada di Pulau Jawa.

Karena hal tersebut sejak tahun 2003 Pertamina EP Subang Field berkerja sama dengan Javan Gibbon Center (Yayasan Owa Jawa)  mensuport Pusat Rehabilitasi Owa Jawa di Bodogol Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tujuan program ini didirikan untuk merehabilitasi Owa Jawa yang berasal dari masyarakat  dan meningkatkan kesadaran akan peran serta masyarakat  tentang pentingnya pelestarian Owa Jawa.

Pertamina mendukung upaya rehabilitasi dan pelepasliaran Owa Jawa ke habitat aslinya. Dana yang dikucurkan untuk rehabilitasi Owa Jawa dari Pertamina sebesar Rp 500 juta per tahun. Karena satu individu Owa Jawa sendiri untuk biaya makan dan perawatan kesehatannya dibutuhkan dana Rp 1,5 juta per bulan. Jadi biaya perawatannya melebihi anggaran manusia dengan menu warung tegal.

Menurut Pristi, seperti halnya manusia, Owa Jawa hidup berkeluarga, tinggal dalam suatu rumah atau teritorial.Setiap keluarga Owa Jawa juga bertetangga dengan keluarga lain yang mendiami teritorial lainnya. Uniknya, sesama keluarga, mereka tidak saling mengganggu. Bahkan antar keluarga, mereka memiliki kawasan khusus non-teritorial. Kawasan khusus ini bisa digunakan bersama secara bergantian antar keluarga. Kawasan ini biasanya berisi berbagai bahan makanan yang dibutuhkan keluarga Owa Jawa. Sang induk bertugas merawat anaknya dan sang pejantan bertugas mencari makan buat anak-anaknya dan menjaga keluarganya dari serangan musuh, seperti halnya kehidupan manusia. Karena hal tersebut pelepasliaran Owa Jawa bukan satu individu tapi menunggu satu keluarga siap dilepas ke habitat aslinya.

Keberadaan kera Owa Jawa yang hampir punah di Pulau Jawa membuat prihatin para pecinta lingkungan hidup. Diperkirakan Owa Jawa populasinya kurang dari 2.500 sampai 4.000 individu. Angka tersebut sepintas besar, namun satuan terkecil Owa Jawa bukanlah individu melainkan satu keluarga. Dalam satu keluarga Owa Jawa terdapat tiga hingga lima individu yang terdiri sepasang induk serta dua hingga tiga anak.

Induk Owa Jawa dengan bayinya yang imut (koleksi Pertamina)
Induk Owa Jawa dengan bayinya yang imut (koleksi Pertamina)
Owa Jawa hidup di alam di atas pepohonan dengan makan buah dan pucuk daun. Suka hidup di hutan dengan meloncat di pucuk pepohonan. Tangan Owa Jawa lebih panjang dibanding badannya yang fungsinya untuk berpegangan di pohon ketika berpindah-pindah diatas pohon untuk mencari makan.

Penulis bersama dokter hewan Owa Jawa, drh Pritiani Nurantika (dok pribadi)
Penulis bersama dokter hewan Owa Jawa, drh Pritiani Nurantika (dok pribadi)
Karena itu saya ketika mendapat kesempatan bersama empat orang Kompasianer melihat kandangnya langsung di Pusat Rehabilitasi Owa Jawa Bodogol dilarang keras untuk jarak dekat dengan kandangnya. Karena tangan panjang Owa Jawa bisa keluar dari lobang kandangnya, untuk mengambil barang-barang kami dan bisa juga melukai tubuh kita dengan cakarannya apabila belum pernah mengenalnya. Owa Jawa yang saya lihat di dalam kandang rahabilitasi  sedang bermain ayunan dan meloncat-loncat di tali. Karena Owa Jawa tidak suka suara berisik maka tidak semua dari 20 orang Kompasianer yang ikut Kompasiana Visit bisa menyaksikan di kandangnya langsung.

Jalan setapak menuju kandang Owa Jawa di Bodogol (dok.pribadi)
Jalan setapak menuju kandang Owa Jawa di Bodogol (dok.pribadi)
Owa Jawa  yang ada sekarang ini hanya hidup di habitat aslinya di Pulau Jawa yaitu di Pegunungan Dieng Jawa Tengah, Taman Nasional Ujungkulon, Banten, Pegunungan Gunung Gede Pangrango dan Gunung Halimun Jabar.Karena jumlahnya yang sedikit, perburuan bayi Owa Jawa itu merupakan ancaman bagi populasi kera ini. "Biasanya diambil oleh pemburu itu adalah yang bayi, yang  masih tergantung sama induknya.Karena  bayinya kelihatan lucu bisa dipeluk, masih suka dipegang sama induknya. Pemburu suka bayi Owa Jawa karena bisa disusuin dengan botol seperti bayi manusia," imbuh Pristi ketika mengantar rombongan Kompasiana Visit ke kawasan Pusat Rehabilitasi Owa Jawa di Bodogol.

Kemudian induknya dibunuh, anaknya diambil diperdagangkan, yang tersisa itu bisa salah satu pejantan atau betinanya. Karena  ikatan keluarganya itu kuat, salah satu dari mereka itu diambil atau terganggu stres maka semua keluarga itu akan berpengaruh yang disusul dengan kematian. Sifat monogami itu juga yang menyulitkan proses pelepasliaran dan upaya peningkatan populasi Owa Jawa.

Titik Point untuk melihat flora dan fauna di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (dok pribadi)
Titik Point untuk melihat flora dan fauna di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (dok pribadi)
Pristi mengatakan, Owa Jawa yang ada di Pusat Rehabilitasi Owa Jawa itu harus mendapatkan pasangan sebelum dilepasliarkan. Tapi itu bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena Owa Jawa hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya.Selain  selektif dalam memilih pasangan, usia Owa Jawa untuk dikawinkan juga harus menunggu tujuh sampai delapan tahun. Jadi kalau ada bayi Owa Jawa yang direhablitasi akan menunggu sampai usia delapan tahun setelah kawin dan punya anak baru dilepas kembali ke habitat aslinya. Sekarang ini ada 21 individu Owa Jawa yang sedang direhabilitasi di Yayasan Owa Jawa Bodogol. Yang sengaja dijauhkan kontak dengan manusia, agar cepat beradaptasi dengan habitat aslinya.

Di Pusat Rehabilitasi Owa Jawa, kera pejantan dan betina setelah cukup umur sekitar delapan tahun untuk dikawinkan akan ditempatkan di dalam satu kandang sampai memiliki anak.Setelah membentuk satu keluarga dengan anak yang sudah bisa mandiri lepas dari induknya untuk mencari makan, barulah keluarga Owa Jawa ini bisa  melewati proses habituasi di lokasi pelepasliaran di Gunung Puntang, Hutan Lindung Gunung Malabar daerah Bandung Selatan di Jabar.

Mengapa Gunung Puntang yang dipilih. Karena habitat asli Owa Jawa  terbesar  di  Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sudah liar dan sering mengganggu keluarga Owa Jawa yang baru direhabilitasi. Sedangkan habitat Owa Jawa di Gunung Puntang lebih jinak dan menerima dengan baik Owa Jawa yang baru dilepas di habitat aslinya. Selain itu  Owa Jawa perlu diberikan perlindungan dan pemantauan.

Kera Owa Jawa yang direhabilitasi berasal dari  sitaan pihak berwajib, pedagang satwa liar , kasus penyelundupan satwa yang gagal,  dan hasil suka rela dari masyarakat yang menyerahkan langsung  hasil temuan Owa Jawa ke Yayasan Owa Jawa.

Rata-rata Owa Jawa betina melahirkan sekali setiap tiga tahun, dengan masa mengandung selama 7 bulan. Anak-anaknya disusui hingga usia 18 bulan, dan terus bersama keluarganya sampai dewasa, yang dicapainya pada umur sekitar 8 tahun. Owa Jawa kemudian akan memisahkan diri dan mencari pasangannya sendiri.

Karena keunikannya,Owa Jawa yang wajahnya lucu sangat menarik untuk dipelihara karena bisa dirawat seperti  bayi manusia. Maka  kera ini menjadi salah satu satwa eksotik yang banyak diburu oleh manusia tidak bertanggungjawab, untuk kemudian diperjual-belikan di pasar  ilegal. Kadang upaya penyelundupan pun kerap terjadi, sehingga ada pula Owa Jawa yang direhabilitasi  hasil barang sitaan yang gagal akan diselundupkan  ke Kuwait. Padahal status Owa Jawa jelas sebagai satwa yang dilindungi. Tindakan hukum perlu dilakukan bagi pelaku pemusnahan habitat Owa Jawa.Maka mari hentikan perdagangan satwa liar dengan tidak membeli atau memelihara mereka. Jika menemukan ada yang memelihara maka laporkankanlah segera pada Yayasan Owa Jawa secara langsung atau menghubungi FB Javan Gibbon Center.

Bersama Kompasianer dan Pertamina di Kompasiana Visit #saveowajawa (dok dayu kompasianer)
Bersama Kompasianer dan Pertamina di Kompasiana Visit #saveowajawa (dok dayu kompasianer)

Dalam perjalanan dua hari itu, selain mengunjungi Owa Jawa,  Pertamina bersama Kompasiana juga mengajak para Kompasianer mengunjungi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Taman Nasional Bodogol Gunung Gede Pangrango. Disini saya mendapat  pendidikan tentang flora, fauna , penyelamatan dan monitoring Owa Jawa di habitat aslinya. Dengan mengikuti acara Kompasiana Visit bisa melihat  keanekaan ragam hayati dan ekowisata lingkungan hidup. Dan yang paling seru di hari kedua, Kompasioner diajak rafting yang menegangkan di Caringin, Bogor. Dua hari yang mengesankan bersama Kompasiana Visit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun