Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

pecinta traveling dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kerokan Menumbuhkan Romantisme

30 Oktober 2017   21:24 Diperbarui: 26 November 2017   21:25 3484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerokan sudah saya lakukan sejak kecil. (Dok Pribadi)

Kerokan memang membuat ketagihan. Ini saya alami sendiri ketika masuk angin, sakit kepala atau mual saya kebiasaan melakukan kerokan. Dalam waktu dua atau tiga jam biasanya badan saya sudah lebih enak dan sehat kembali  setelah kerokan. Sejak kecil saya sudah terbiasa kerokan ketika masuk angin. Dan "Balsem Lang"  sudah menjadi sobat hangat untuk kerokan.

Masa kecil saya tinggal di perkebunan karet dan kopi karena ayah saya saya tercinta M. Slamet Djojokoesoemo bekerja sebagai sinder di Perkebunan Treblasala daerah Banyuwangi, Jatim. Dimana rumah sakit dan dokter berjarak 30 kilometer dari rumah. Sehingga tidak mungkin sakit ringan seperti masuk angin dan sakit kepala harus ke dokter. Jadi sejak kecil saya sudah diajari Dikit Dikit Jangan Minum Obat.  Sejak kecil saya melihat ayah dan ibu sering kerokan kalau sakit. Saya sendiri  sering dikeroki oleh ibu mulai kecil.

Ketika sekolah SMP saya mulai kost karena harus sekolah ke Jember yang jaraknya 70 kilometer dari rumah. Belajar mandiri sejak usia 12 sudah melakukan aktivitas sendiri untuk keperluan sekolah. Masalah kalau sedang sakit saya kangen pengin dikerok ibu. Beruntung saya punya kakak kost yang sudah kuliah, sehingga sering dibantu kerokan kalau sedang tidak enak badan.

Ikut acara Kompasiana Nangkring bertema Kerokanisme menambah pengetahuan manfaat kerokan (Dok Pribadi)
Ikut acara Kompasiana Nangkring bertema Kerokanisme menambah pengetahuan manfaat kerokan (Dok Pribadi)
Sekarang setelah berumah tangga, untuk kerokan saya sampai punya alat khusus kerokan yaitu uang koin kuno yang dilengkapi kayu pegangan untuk kerokan. Alat ini saya beli di Yogyakarta sepuluh tahun yang lalu  dibeli ketika kami sekeluarga berlibur di kota gudeg. Alat kerokan ini punya nilai historis karena dibelinya bersama ibu tercinta, Ibu Sunarlinah yang sekarang sudah almarhum.

Alat kerokan ini punya tempat khusus di meja dekat tempat tidur saya di kamar dan di sebelahnya selalu tersedia "Balsem Lang". Sehingga ketika saya memerlukan di malam hari gampang dicari karena sekeluarga sudah tahu tempatnya. "Balsem Lang" menjadi sobat hangat  sekeluarga kami. Sehingga anak-anakku kalau merasa kurang enak badan sering menyodorkan balsem  ke ibunya itu berarti dia minta dikerokin badannya. Kemasannya yang berwarna hijau dan kuning dengan model tutup putar mudah dibuka dalam keadaan lampu remang-remang. Karena kebiasaan saya tidur harus dengan lampu kecil sehingga di malam hari memerlukan Balsem Lang tidak perlu menyalakan lampu besar.

Agar kerokan merasa nyaman dan tidak sakit sangat diperlukan alat bantu untuk melicinkan badan berupa minyak , dan balsem untuk melicinkan punggung atau bagian badan lain yang ingin dikerok.Mengapa saya pilih  " Balsem Lang"  terutama karena tidak lengket di badan terbuat dari bahan alami ini membuat hangat di badan. Untuk hasil lebih bagus setelah kerokan diupayakann langsung memakai baju kembali. Jangan langsung mandi. Karena setelah kerokan, pori-pori akan lebih terbuka yang rentan akan virus atau bakteri.

Balsem Lang terbuat dari bahan alami.Sangat aman untuk kerokan (Dok Pribadi)
Balsem Lang terbuat dari bahan alami.Sangat aman untuk kerokan (Dok Pribadi)
Usahakan jangan terlalu sering kerokan. Memang kerokan akan membuat ketagihan untuk wajarnya maksimal tiga hari sekali diperbolehkan kerokan. Untuk kerokan yang bagus juga  menekan dengan kemiringan 45 derajat dan menggeserkan secara  berulang-ulang uang koin pada bagian punggung atau bagian lain sampai terjadi bilur-bilur merah

Dalam kerokan juga ada nilai hubungan kasih sayang dan komunikasi antara yang ngerok dengan individu yang dikerokin. Ini terbukti hubungan saya dengan ibunda cukup dekat. Karena ketika saya dikerok ibu sambil cerita-cerita dan curhat juga. Kerokan dengan  ibu juga merasakan kehangatan kasih sayang dan kebersamaan yang tidak bisa digantikan dengan minum obat. Tagline dari "Balsem Lang"  yaitu Dikit-dikit Jangan Minum Obat  sangat cocok untuk saya yang jarang sekali minum obat kalau masuk angin dan sakit kepala. Setelah ibu saya almarhum, saya sekarang dengan suami yang kerokin saya kalau sakit membuat hubungan saya dengan suami semakin romantis karena ada sentuhan kasih dan komunikatif. Timbul komunikasi disela kerokan kita bisa juga membicarakan masalah anak-anak dengan suami.

Kerokan yang benar mengikuti alur kerangka punggung (dok liputan1)
Kerokan yang benar mengikuti alur kerangka punggung (dok liputan1)
Menurut  Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo (UNS), Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo,dr, PAK, MM, M.Kes., dalam acara Kompasiana Nangkring dengan tema "Kerokanisme," untuk anak kecil masih balita dilarang kerokan dengan koin. Tapi  dengan cara menekan dan menggeserkan secara berulang-ulang   potongan bawang merah, ataupun potongan jahe.. Anak kecil dilarang kerokan dengan koin karena kulitnya masih halus.

Juga kerokan terbaik menurut pola di punggung dan dada yaitu sejajar miring dengan kerangka tulang rusuk belakang dan depan. Bagian badan yang tidak boleh dikerokin adalah bagian leher depan karena mengandung tulang-tulang yang rawan.

Kerokan juga tidak hanya dikenal di Indonesia tapi juga bisa digunakan di negara Cina dan Vietnam. Kerokan berasal dari negara Tiongkok Kuno dengan nama Gua Sha.  Teknik pengobatan ini sudah menjadi bagian dari pengobatan tradisional Indonesia yang biasanya dipakai untuk mengurangi masuk angin, sakit kepala, atau pegal-pegal. Setelah kerokan, tubuh rasanya jauh lebih ringan dan pemulihan lebih cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun