Mohon tunggu...
Asinong Mangonrang
Asinong Mangonrang Mohon Tunggu... -

Hanya Seorang Ibu ramah tangga biasa, menghitung kalender menanti masa liburan tiba, berharap buah hatiku menyempatkan berlibur di rumah.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Anak-anakku Pergi

20 Desember 2013   07:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:43 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabut tipis menyelimuti lembah kami, menghadirkan kesan remang-remang di antara siluet cahaya matahari pagi. Sisa embun semalam bergulir lembut di antara dedaunan. Menetes dan menguap hilang entah ke mana.  Waktu melesat berlalu bak anak panah. Tampa terasa jagoan-jagoan kecilku beranjak dewasa. Serasa baru kemarin saya duduk menemani mereka di hari pertama sekolahnya, menyaksikan wajah-wajah cemas dan rasa penasarannya yang sungguh lucu.

Hari bergulir, jagoan-jagoan Bunda siap menyongsong mataharinya. Bunda masih belum bisa melupakan hari pertamamu meninggalkan rumah. Ah, andai kamu tahu sayang, menyaksikan pesawat yang membawamu meninggalkan landasan pacu hilang di balik awan sungguh terasa menyakitkan. Hari itu ribuan kubik atom menghujam hati bunda, separu jiwa bunda serasa tercabut meninggalkan raga rapuh bunda. Di depanmu memang Bunda tampak kuat sayang, bunda tidak ingin  kamu meninggalkan bunda dengan berat hati. Bunda hanya ingin kamu bebas di sana, ringan dan bersemangat mengejar mimpi yang selalu kamu ceritakan ke Bunda. Sepanjang perjalananmu Bunda terus menerus menangis, terus menerus berdoa, merajuk pada Tuhan, memohon agar semuanya baik-baik saja, agar kamu di selamatkan, agar kamu bisa mengejar mimpi-mimpimu. Sayang, Ayah sampai bingung harus nenangin bunda hari itu he..he..he...

Hari berganti, satu persatu anak-anak Bunda pergi meninggalkan Bunda.  Rasanya selalu sama, menyaksikan buah hati kita meninggalkan kita bukan perkara mudah. Ruang tunggu bandara itu selalu jadi saksi tangis bunda. Lagi-lagi Ayah yang sibuk nenangin bunda. Sayang, sepeninggal kalian hari terasa berbeda, rumah begitu sepi.  Bunda sering termenung sendiri. Berdamai dengan hati bukan perkara mudah ternyata. Kadang ketika rindu begitu sesak, Bunda hanya bisa menangis memeluk foto-foto kalian. Juga kadang kala, tiba-tiba  Bunda melihat lagi kalian bermain di teras rumah depan, juga saat kalian berebutan remot tivi atau berebut menempati tempat paling dekat di sisi Bunda. Bunda juga kadang menangis dan tersenyum, mengingat masa-masa nakal kalian. Hari-hari membesarkan kalian adalah hari penuh arti bagi Bunda.

Sayang, Pergilah. Kalian tidak akan dan tidak pernah sendiri. Doa Bunda selalu untuk kalian, di antara gelapnya malam, di antara sujud-sujud panjang bunda, di antara malam-malam yang penuh kerinduan, bunda akan terus terbangun, menyebut nama-nama kalian di sepertiga malam. Merajuk dan memohon kepada Tuhan. Bunda tahu, anak-anak hanyalah titipan, titipan yang begitu manis. Suatu masa waktu pasti akan memisahkan kita. Entah karena Bunda yang pergi atau nanda yang pergi. Bagaimanapun juga kalian telah hadir dalam hidup bunda, dan itu sudah lebih dari cukup bagi Bunda. Kalian adalah hadiah termanis bagi Bunda.

“cinta bunda”

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun