Mohon tunggu...
Adelia SilmiRambe
Adelia SilmiRambe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi. (Helvy Tiana Rosa)

Mahasiswa Sastra Jerman Universitas Padjadjaran.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengambil Kebijakan Bersikap terhadap Bahasa Indonesia

14 Februari 2022   01:35 Diperbarui: 14 Februari 2022   01:50 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sikap kita terhadap bahasa Indonesia adalah bagaimana tanggapan, tindakan dan apa yang kita rasakan mengenai bahasa Indonesia. Sikap terhadap bahasa Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sikap positif dan sikap negatif.

Sikap positif terhadap bahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa. Umar Mansyur, salah satu dosen Fakultas Sastra di Universitas Muslim Indonesia mengatakan bahwa sikap bahasa Indonesia yang positif hanya akan tercermin apabila si pemakai setia untuk memelihara dan mempertahankan bahasanya sebagai sarana berkomunikasi dan bangga dengan segala kelebihan dan menerima kekurangan bahasa sendiri.

Langkah awal yang tepat untuk bersikap positif terhadap bahasa Indonesia adalah mengetahui bahwasanya bahasa Indonesia memiliki hak penuh untuk kita cintai. Mulailah dari hal-hal sederhana seperti peduli terhadap kebenaran kaidah bahasa Indonesia yang kita tulis. Mulailah menulis takarir (caption) di media sosial dengan bahasa Indonesia. Sesekali jika sempat, ujilah seberapa baik dan benar bahasa Indonesia kita dengan mengikuti UKBI (Uji Kemampuan Bahasa Indonesia). Hal inilah yang saat ini penulis lakukan.

Dalam menentukan kebijakan bersikap terhadap bahasa Indonesia, selain mengetahui sikap positif, kita harus memahami dan mengenal dengan baik apa saja sikap negatif yang harus dihindari.

Sikap negatif terhadap bahasa Indonesia menurut Koentjaraningrat ada enam, yaitu ; (1) Meremehkan mutu, (2) Mentalitas menerabas, (3) Tuna harga diri, (4) Menjauhi disiplin, (5) Enggan bertanggung jawab, (6) Suka latah dan ikut-ikutan.

Mulailah untuk mengubah sikap pertama sampai yang ketiga. Meremehkan mutu adalah sikap "yang penting paham". Sikap inilah yang menyebabnya banyaknya pemakaian bahasa Indonesia yang tidak sesuai kaidah bahasa yang ada. Sebagai contoh : "Aku lagi otw.", "Udah lunch belum?", "Jujurly, aku ngerasa gitu juga" dan masih banyak lainnya. Hal ini sering dilakukan oleh anak muda saat ini, termasuk di lingkungan sekitar penulis. Pencampuran bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan alasan "yang penting paham" sangatlah sering terjadi. Ini bukanlah hal yang dapat disepelekan. Sebab apabila hal tersebut berlanjut, keaslian dan keagungan kaidah bahasa Indonesia dapat terkikis.

Yang kedua adalah mentalitas menerabas. Sikap ini adalah sifat tidak menghargai proses. Seseorang dengan mentalitas menerabas merasa tidak perlu mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar sebab sudah terlahir dan mengerti bahasa Indonesia selama hidupnya. Dampak sekaligus contoh dari sikap ini ialah masih banyaknya masyarakat yang belum sepenuhnya memahami penulisan tanda baca yang benar, penyusunan kalimat dan paragraf yang benar, ataupun sulit membedakan kata baku  dan tidak baku. Merasa mengenal dan memahami bahasa Indonesia tanpa mempelajarinya adalah hal yang sombong.

Sikap negatif tuna harga diri adalah sikap yang mungkin paling sering kita semua temui. Bahasa adalah identitas dan simbol resmi negara. Seseorang yang tidak bangga atas identitasnya adalah sosok yang tidak berjati diri. "Salah satu syarat mewujudkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing adalah identitas atau jati diri yang kuat." Itulah yang ditegaskan oleh Prof. Dr. Mahsun, M.S, Mantan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jati diri yang kuat akan mengingatkan darimana kita berasal dan ke mana kita harus kembali. Maka, salah satu faktor yang membentuk kuatnya jati diri seorang warga negara adalah kebanggaannya terhadap bahasa asalnya. Bahasa sebagai jiwa dan jati diri bangsa adalah benar. Oleh karena itu, apabila hilang martabat suatu bahasa, maka hilanglah jiwa dan jati diri penutur aslinya.

Kesimpulannya adalah langkah-langkah kecil untuk mencintai bahasa Indonesia sangatlah berguna. Bahasa Indonesia hanya ingin kita cintai dengan sederhana. Diutamakan, dibanggakan dan digunakan dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Mansyur, U. (2018). Sikap Bahasa dan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. https://osf.io/preprints/inarxiv/te3df/ [14 Februari 2022]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun