Mohon tunggu...
Asih Rangkat
Asih Rangkat Mohon Tunggu... lainnya -

Mewujudkan lamunan dalam tulisan...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mencari Belahan Jiwa

27 September 2011   08:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:34 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Beberapa hari setelah kepulangannya ke Rangkat. Suasana mulai kondusif di rumah Asih. Kehidupan rumah tangga berjalan seperti rumah tangga lainnya yang ada didesa Rangkat. Hanya bedanya. Setelah kembali menetap di Rangkat, Bocing kini memilih membuka usaha bisnis ikan hias dan kepiting. Lokasi tempat usahanya berada di dekat pasar. Sejak dibuka hingga sekarang, usaha itu memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan.

Hal itu membuat Asih bahagia. Ternyata kepergiaannya waktu itu membawa perubahan positif bagi suaminya. Bocing jadi sadar dan memilih untuk kembali ke Rangkat dan menetap saja di desa Rangkat. Terus menerus merantau membuatnya kehilangan kehangatan keluarga.

“ Mas kerja dulu ya, sayang.” Pamit Bocing pada istrinya. Asih mengantar Bocing ke teras lalu mencium tangan suaminya.

“ Hati-hati, ya mas.” Ucapnya yang disambut anggukan kepala oleh Bocing sebelum menghidupkan mesin motor.

“ Assalamu Alaikum.” Ucap Bocing lalu menjalankan motornya meninggalkan halaman.

“ Wa Alaikum Salam.” Balas Asih. Dia terus memandangi Bocing hingga tak lagi nampak dalam pandangannya.

“ Mas Bocing sepertinya udah insyaf ya mbak.” Acik muncul dari dalam rumah dengan pakaian sekdesnya.Tapi kali ini tampilannya beda. Dandanan Acik tidak seperti biasanya. Bedak, lipstik, alis mata, maskara bahkan dandanan rambut sangat berbeda.

Asih terpaku heran memandangi adiknya itu.

“ Mau ke kondangan atau mau ke kantor, Cik? Kok dandanan kamu berubah?”

Acik tersenyum senang.

“ Ini adalah hasil didikan mbak Jingga. Cuma baru kali ini adikmumemperaktekkan. Soalnya kemarin itu..ehm..ehmm..ada makhluk keren yang sepertinya membuat jantungku berdebar-debar,mbak.”

“ Makhluk keren? Siapa?”

“ Loh, yang kemarin datang kerumah kita. Itu tuh si mas Firman.”

“ Oh, mas Firman.” Sahut Asih seolah baru menyadari perasaan adiknya.

“ Kalo mau kekantor desa, Acik kan lewat depan mesjid tuh. Disana pasti ada mas Firman.”

Acik senyum-senyum membayangkan strategi yang nanti dia terapkan.

“ Ok, mbak. Acik pamit dulu ya, Assalamu Alaikum.”

“ Wa Alaikum Salam..... eits..tunggu dulu Cik!” teriak Asih lalu berlari masuk ke dalam rumah. Acik menunggu dengan penasaran. Apa gerangan yang terlupa hingga kakaknya meminta dia menunggu. Tidak lama, Asih muncul dengan kantong plastik berisi dua susun rantang.

“ Ini..hampir saja mbak lupa.” Acik menerima rantang itu dari Asih.

“ Isinya apa mbak? Trus ini untuk siapa?”

Asih menepuk pundak adiknya.

“ Ini isinya nasi dan lauk. Untuk siapa? Untuk seseorang yang tadi kamu sebutkan namanya.”

Mata Acik membulat.

“ Benarkah? Makasih mbakku, muacchhhh.” Acik mencium pipi kakaknya lalu bergegas meninggalkan rumah. Dia melangkah dengan semangat empat lima. Acik sengaja memilih berjalan kaki. Dia tidak menumpang ojek karena ingin lebih lama berjalan di depan mesjid. Ojek yang biasa mengantarnya, akan melaju kencang dan tidak memberi kesempatan Acik untuk menebarkan pesona di depan Firman.

Singkat cerita Acik tiba didepan pondokan Firman. Walau nafas tak beraturan karena lelah, Acik berusaha memberikan senyum termanis saat Firman muncul dari belakang pondok. Dia terlihat membawa sapu.

“ Assalamu Alaikum.” Sapa Acik dengan riangnya. Firman membalas salamnya lalu tergopoh-gopoh mendekati Acik.

“ Aduh, maaf ya mbak. Saya nggak denger salam mbak tadi. Udah lama ya?”

“ Baru saja. Dari mana mas?”

“ Ini habis nyapu halaman belakang mesjid. Oh, ya ada apa? Pagi-pagi sudah datang kemari?”

“ Ini mas Firman. Ada titipan dari mbak Asih.”

Firman menerima rantang dari Acik.

“ Makasih ya, mbak. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya pada mbak Asih.” Ucap Firman dengan terharu.

Acik menggiyakkan.

“ Kalo gitu saya permisi dulu ya mas Firman. Mau lanjut ke kantor desa.”

“ Oh, iya mbak silahkan. Nanti kapan-kapan saya ke kantor desa untuk ngurus KTP.”

“ Iya, ditunggu loh. Permisi mas Firman.”

Acik kemudian meninggalkan mesjid. Sambil berjalan dia terus melamunkan sosok Firman yang bersahaja. Wajahnya yang tenang dan senyumnya yang sejuk membuatnya lupa akan sosok mas Halim yang beberapa waktu lalu heboh dikabarkan akan segera melamarnya. Namun kabar itu hanya kabar-kabari, info yang tidak tajam setajam Silet. Semua berlalu seperti angin yang berhembus. Sejak padi hanya berupa bibit, hingga kini siap panen. Mas Halim tidak juga datang untuk melamarnya. Sawah-sawah yang kini menguning, menjadi saksi perjalanan cinta Acik yang masih berwarna kelabu.

Di tempat lain, Firman tengah menyantap hidangan buatan Asih. Dia terlihat menikmati makanan tersebut. Sambil makan lamunannya mengembara ke saat pertama kali bertemu dengan Asih. Lamunan itu membentuk cerita yang hanya dia yang tahu.Dari raut wajahnya yang terlihat bahagia kala mengunyah makanan akan membuat orang berpikir dia tengah jatuh cinta.

Namun Firman tersadar. Lamunannya telah melewati batas. Dia tahu, dalam hati Asih tak ada orang lain yang bisa menggantikan posisi Bocing. Firman merasa cemburu pada Bocing karena memiliki istri yang begitu mencintainya. Dia tiba-tiba ingin menemukan wanita yang seperti Asih. Firman berdoa, semoga dia menemukan wanita itu di Desa Rangkat. Tapi siapa? Ingatannya melayang ke Acik, adik Asih. Ehm, kakaknya begitu setia, adakah adiknya juga seperti itu? batin Firman penuh harap. ***

ECR

____________________________________________

DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun