UMKM atau kepanjangan dari usaha mikro kecil dan menengah saat ini merupakan usaha yang paling digemari masyarakat, terutama di daerah Kabupaten Bogor.Â
Usaha produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha ini, mudah untuk dikembangkan dan juga terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi.
Perkembangan bisnis yang sangat cepat dan dinamis, menuntut para pelaku usaha khususnya pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) harus bergerak cepat mengikuti perkembangan zaman.Â
Tujuannya agar dapat mempertahankan pasar dan konsumen serta memperluas jaringan bisnis. Tuntutan kemajuan teknologi pun dapat menjadi dua sisi mata uang yang berbeda, dapat sangat membantu perkembangan usaha atau justru memperburuk keadaan usaha para pelaku UMKM/IKM tersebut.
Pada dasarnya produk yang dihasilkan dan ditawarkan para pelaku UMKM tidak dapat dianggap remeh, memiliki ciri khas yang berbeda antar satu jenis produk yang sama pun sangat sering terjadi. Untuk itu kelihaian dalam memasarkan produk harus ditingkatkan, akibat tingginya persaingan.Â
Tidak hanya soal pemasaran kesiapan pengelolaan ‘rumah tangga’ industri juga harus dipersiapkan sebaik mungkin, diantaranya kesiapan pengelolaan bisnis, pengelolaan keuangan usaha, pengelolaan stok barang sampai pada pengelolaan pelayanan konsumen. Untuk mempersiapkan 'rumah tangga' industri demi tetap bertahannya suatu usaha, para pelaku UMKM perlu dibantu serta didampingi.
Permasalahan yang sering terjadi dan memang dirasakan langsung para pelaku UMKM adalah kurangnya informasi mengenai cara perhitungan Harga Pokok Penjualan yang baik, mudah, namun sesuai dengan standar keuangan yang berlaku.Â
Para pelaku IKM juga tidak menyadari bahwa sejak 1 januari 2018, standar akuntansi keuangan entitas kecil, mikro dan menengah (SAK-EMKM) wajib diterapkan dalam pencatatan pembukuan para pelaku UMKM, padahal dalam upaya mengukur kinerja keuangan suatu usaha dan untuk pengembangan bisnis perlu adanya perhitungan Harga Pokok Penjualan yang benar.Â
Proses perhitungan Harga Pokok Penjualan dibuat dengan sangat sederhana, Harga Pokok Penjualan di hitung dengan metode estimasi (taksiran), sebagaimana yang digunakan oleh entitas selain entitas mikro, kecil, maupun menengah, serta menggunakan konsep entitas bisnis. Harga pokok dibedakan menjadi dua yaitu: Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Penjualan.
Tidak hanya kurangnya informasi mengenai tata cara perhitungan Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Penjualan, para pelaku UMKM juga kesulitan dalam mengelola keuangan, pada kenyataannya di lapangan, para UMKM masih menggunakan nilai estimasi atau taksiran dalam menghitung Harga Pokok Produksi dan Harga Pokok Penjualan.Â
Hal ini menyebabkan laba sebenarnya agak sulit untuk dicatat di dalam pembukuan. Masalah ini hampir terjadi sekitar 90% pada UMKM di Kecamatan Gunung Sindur.Â