Sebuah institusi astronomi yang berambisi membangun teleskop raksasa harus berseteru dengan penduduk asli. Pemicunya: wilayah keramat di kepulauan vulkanis tersebut.
Mendengar kata Hawaii, mungkin kita langsung membayangkan pantai tropis, laut biru, dan ombak besar.
Namun, bagi para astronom, Hawaii adalah lokasi ideal untuk pusat observasi astronomi. Di pulau tersebut, mereka ingin membangun proyek ambisius berupa Extremely Large Telescope, yang bakal jauh lebih tajam dan kuat dari Hubble Space Telescope.
Perangkat mutakhir ini diharapkan dapat membantu astronom untuk mengintip pusat galaksi purba dan meneliti planet-planet yang mengorbit bintang selain matahari. Tetapi impian tersebut mendapat banyak tentangan, terutama dari warga setempat.
Lanskap Pulau Hawaii yang dipenuhi pegunungan dan posisinya yang terpencil di Samudra Pasifik Utara menjadikannya sempurna untuk lokasi penelitian dan pengamatan astronomis.
Konon, hanya segelintir tempat di Bumi yang cukup gelap, kering, dan tenang untuk dipasangi teleskop mutakhir bernilai miliaran dolar. Salah satunya adalah Pulau Hawaii, khususnya Mauna Kea, gunung berapi tak aktif yang menjulang setinggi 10.000 meter dari dasar laut.
Mauna Kea adalah gunung tertinggi di Bumi (meski sebagian besar berada di bawah laut) sekaligus gunung terbesar nomor dua di seluruh penjuru Tata Surya - peringkat pertama dipegang oleh Olympus Mons di Planet Mars.
Gunung ini telah lama menjadi pusat budaya Polinesia, serta diyakini sebagai penghubung penting antara Bumi dan langit. Gunung purba ini adalah bagian dari "tanah yang ditinggalkan." Dulu properti Kerajaan Hawaii, kini ia berada di bawah wewenang pemerintah Amerika Serikat.
Jika Anda mendaki ke puncak Mauna Kea, Anda tak hanya akan menjumpai hamparan kawah dan bukit, tapi juga berbagai bangunan arsitektural yang menaungi sejumlah teleskop.
Mauna Kea telah lama dilirik ilmuwan sebagai tempat penelitian. Pada 1968, University of Hawaii menyewa area 4.500 hektar selama 65 tahun, dan 200 hektar sebagai preservasi sains. Ini mencakup tambang batu dari zaman es, ratusan kuil, dan pemakaman.
Pada 1999, California Institute of Technology mulai mengembangkan Thirty Meter Telescope (TMT). Kanada, India, dan Jepang memutuskan bergabung, dan proyek ini resmi dikenal sebagai TMT International Observatory.