Berbuat baik dan mulia sering kali disifati sebagai kegiatan yang selaras dengan sisi Manusiawi, sedangkan sikap maupun perilaku yang bertentangan dengan sifat tersebut akan dianggap sebagai bentuk anomali-nya. Terlahir sebagai manusia rasanya kita tidak akan pernah terlepas dari peran serta manusia lainnya (orang lain), mulai sejak lahir hingga meninggalkan dunia. Kecenderungan dari sisi kodratinya, manusia akan berupaya memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Sepertinya, inilah yang turut melatarbelakangi mulai dikenal secara luas istilah Philanthropy atau filatropi (dalam Bahasa Indonesia).Â
Menurut Wikipedia kata Philanthropy berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Cinta (Philein atau philos) dan Manusia (Anthropos). Secara lengkap dijelaskan dalam sumber tersebut, jika kata Philanthropy adalah tindakan seseorang yang mencintai manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan yang dimilikinya baik itu tenaga, fikiran, harta maupun waktu untuk menolong orang lain.
Mencari padanan aktifitas Filantropi di Negeri ini tidaklah begitu sulit. Orang Indonesia terbiasa melakukan berbagai hal untuk membantu orang lain. Mulai dari kerja bakti, gotong royong, jimpitan, kencleng kebersihan, kotak amal, dll. Belum lagi soal membantu warga yang terkena musibah, tingkat partisipasi masyarakat akan begitu tinggi. Tidak heran jika kemudian sebuah Lembaga Amal Dunia Charities Aid Foundation (CAF) menempatkan Indonesia sebagai Pemuncak dari survey yang dilakukannya sebagai Negara paling Dermawan dalam Laporan World Giving Index tahun 2018.
Kita juga mengenal ada banyak sekali lembaga sosial yang bertebaran di Negeri ini. Pun juga keragaman tersebut dilatarbelakangi banyak unsur yang berbeda; dari penyandang dana, sumber dana, bentuk program, peruntukan maupun metode penggalian dananya. Sebaiknya, masyarakat juga perlu jeli terhadap aktifitas pengumpulan dana sosial yang ada di sekeliling kita. Â
Pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi yang mengatur aktifitas ini, kegiatan pengumpulan dana dari masyarakat tidak dapat dilakukan oleh orang perorang dan harus mendapatkan izin dari Pemerintah. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Islam mengatur kegiatan Filantropi melalui kegiatan; Sedekah, Waqaf, Zakat dan Infaq. Konsep Filantropi dalam Islam dipandang sangat mulia karena merupakan manifestasi dari amal sholeh selain itu juga dapat mendatangkan keberkahan dalam hidup, mendapatkan pertolongan dari Allah SWT serta dapat menyelamatkan kehidupan secara luas. Potensi dari kegiatan Filantropi di kalangan umat Islam ini sangatlah besar. Selain karena Zakat bersifat wajib, terlebih lagi jika kemudian; Sedekah, Waqaf, dan Infaq telah menjadi life style (gaya hidup).Â
Namun begitu, yang tidak kalah pentingnya adalah Lembaga-lembaga Filantropi harus meningkatkan profesionalitasnya. Bukan hanya mengenai inovasi dalam hal penghimpunan dana umat akan tetapi juga lebih soal menjaga akuntabilitas, trustworthy serta taat syar’i. Sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) saat ini setidaknya LAZISMU telah menjalani 2 tahapan Audit dari pihak Eksternal, yaitu: Audit Syariah dan Audit Keuangan. Kedua jenis Audit ini juga telah sesuai dengan amanat UU 23 Tahun 2011 Pasal 18 yaitu : Lembaga Pengelola Zakat bersedia dilakukan audit syariah dan audit keuangan secara berkala.
Selain itu untuk mempertajam manfaat yang mampu dihadirkan melalui pengelolaan Dana Zakat, Infaq dan Keagamaan Lainnya (ZISKA) LAZISMU juga telah menetapkan 6 Pilar penting sebagai Indikator Kinerja Layanan (IKAL) yaitu ; Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Sosial Dakwah, Kemanusiaan, dan Lingkungan. Keenam Pilar inilah yang kemudian secara operasional di breakdown kedalam berbagai program Pentasyarufan yang ada di LAZISMU Ponorogo. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H