Saat ini kita sudah memasuki era  4.0 . Istilah ini belakangan sering sekali kita dengar. Apa itu industri 4.0? Era dimana teknologi informasi berperan penting dan besar dalam pertukaran data terkini. Teknologi ini sudah diterapkan di sistem siber-fisik pada pabrik. Internet menjadi kebutuhan segala, mulai komputasi awan, dan komputasi kognitif. Lebih dikenal dengan AI ( Artificial Intelligence ) Kecerdasan buatan.Â
Industri 4.0 menghasilkan pabrik cerdas. Sistem yang terotomatisasi dengan teknologi komputer lanjutan yang mutakhir. Contoh paling sederhana adalah gerbang pintu tol yang sudah tidak menggunakan manusia sebagai penjaganya. Semuanya ter sistem dengan elektronik. Tinggal menempelkan kartu e-money ber chip, proses transaksi terjadi dengan dinamisnya.
Menghadapi semua perubahan ini tentu dapat menciptakan banyak peluang, tapi di sisi yang lain ada tantangan yang harus dihadapi berkaitan dengan sumber daya manusia yang semakin berkurang. Dampak dari teknologi industri 4.0 ini. Pabrik-pabrik menjadi lebih steril dari campur tangan manusia karena digantikan robot dan sistem otomatis.Â
Dampak yang mulai terasa kita bisa lihat bahkan Departemen store yang puluhan tahun berdiri bak raksasa pun perlahan tumbang. Mulai menutupi gerai-gerai, cabang-cabangnya. Karena hadirnya e commerce.Â
Manusia tidak lagi pergi ke pusat perbelanjaan. Tapi sudah tinggal memainkan jempolnya saja di layar smartphone atau laptop. Klik sini, klik sana. Terjadilah transaksi. Boom! Sudah seperti itu kata Da Lopez bersaudara.
Sumber daya manusia semakin berkurang itu maksudnya adalah bahwa tenaga manusia semakin kurang dibutuhkan oleh industri. Dari kacamata perusahaan mungkin sangat menuntungkan karena tidak ada lagi cost untuk membayar pekerja. Sangat kapitalis memang tapi begitu adanya.
Saya pikir ada profesi yang mungkin tidak tergantikan dengan mesin dan komputer. Apa itu? Dialah guru. Guru harus bisa bertahan dan imun dari industri 4.0 . Maksudnya di era 4.0 ini guru justru menjadi director of change.Â
Bukan hanya agent of change. Harus bisa mengarahkan anak didik untuk bisa hidup di era 4.0 yang penuh tantangan, peluang, dan rintangan. Ya tantangan untuk bisa menjadi manusia kreatif dalam berinovasi. Inovatif dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru seperti yang terjadi saat ini.
Coba lihat bagaimana perusahaan jasa angkutan roda dua ojek itu bisa tumbuh besar tanpa aset kendaraannya? Cukup gila tapi nyata. Itu namanya inovatif. Menjadi tantangan anak-anak muda kita. Kemudian bagaimana makin marak juga aplikasi smartphone yang dapat membantu anak-anak belajar. Ada bahkan semakin berkembang.
Tentu peran guru tetap dibutuhkan. Karena mesin tidak bisa memotivasi anak didik yang sedang down misalnya. Mesin tidak bisa membaca suasana mood anak didik. Mesin tidak bisa menasihati manusia yang punya hati.
Peluang di era 4.0 ini akan tercipta dari pikiran kreatif anak muda. Atau setidaknya yang berjiwa muda. Akan banyak peluang yang didapat jika kita jeli melihat situasi. Harus memiliki sense of reading situation yang baik dan luas. Buka pikiran. Peluang itu harus dijemput.
Seorang guru juga berperan dalam membaca peluang dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Jadikan teknologi internet ini menjadi media pembelajaran yang menarik bagi siswa.Â
Buat anak didik kita sibuk mencari dan compare bahan untuk membuat karya tulis ilmiahnya dari data yang melimpah ruah. Tidak asal copy paste, tapi harus tahu etika dalam mencari informasi. Buat mereka sibuk mencari jurnal ilmiah dari sumber-sumber yang sebelumnya sudah di filter oleh para guru.
Guru harus lebih dulu tahu sumber informasi yang valid baru kemudian di sebarkan ke siswa. Cara ini sering saya lakukan agar siswa merasa wah ternyata internet itu menakjubkan. Selektif adalah kata kuncinya dalam mencari informasi di ruang tanpa batas ini.
Sebagai guru juga harus dan wajib untuk menjadi orang yang berpikiran terbuka. Tidak mudah men judge apa yang terpampang di media online atau media sosial itu hal yang buruk.Â
Harus ada penjelasan yang tepat agar siswa dapat paham mana yang baik dan mana yang tidak pantas ditiru. Karena banyak sekali konten di media sosial dan video streaming yang begitu bebas dan terkadang tanpa filter yang mumpuni.
Belum tentu seorang Youtuber yang banyak subscribernya berisi konten yang mendidik. Belum tentu. Fenomena yang saya lihat justru banyak sekali konten positif dan mendidik justru sedikit yang mengikutinya.Â
Padahal isinya sangat bermanfaat dan keren. Nah ini menjadi tugas guru di era 4.0 ini untuk mengarahkan anak didik untuk mengkonsumsi konten yang bermutu penuh gizi untuk intelektual mereka.Â
Bahkan saya pun banyak sekali belajar dari konten-konten tersebut. Terus belajar dan belajar adalah tugas guru yang kontinyu tanpa henti tanpa lelah. Nikmati prosesnya dan syukuri setiap kali mendapat ilmu yang baru dan sebarkan ke sesama rekan guru satu sekolah. Salam Guru Hebat  4.0!   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H