"Saudara saya membenci Nabi Saw?" kata seorang ibu di sela-sela belajar.
"Dia Muslim?"
"Iya, dia Muslim. Dia selalu salat saat waktunya tiba," jawabnya.
"Lho kenapa? Kok bisa?"
"Karena ayahnya mempunyai isteri lagi," jawabnya lagi.
"Hubungannya dengan Nabi ?"
"Karena Nabi berpoligami. Ia membenci ayahnya yang berpoligami, maka ia jadi membenci Nabi yang juga berpoligami," ungkapnya lagi.
Kasihan orang yang membenci Nabi Saw. Padahal semua orang membutuhkan beliau. Kita juga sekarang ada karena beliau. Kita semua memerlukan syafaat beliau, saat kelak semua orang berlari ketakutan meninggalkan semua yang dicintai dan mencintai mereka. Lalu bagaimana bisa seseorang berharap syafaat dari orang yang ia benci?
Tentang poligami, hukum asalnya sudah jelas. Mau diutak-atik bagaimana pun, hukumnya tidak akan berubah, sekalipun seandainya semua orang membencinya, bahkan seandainya semua orang pada semua zaman meninggalkan atau melarangnya sekalipun. Selagi syarat-syaratnya terpenuhi. Selagi tidak ada hak-hak orang yang terabaikan. Selagi tidak ada kewajiban-kewajiban yang tidak tertunaikan. Selagi tidak ada kezaliman di situ..
Tentang Nabi Saw, beliau itu Shahib al-Syar`i, Pemilik Syariat. Berdasarkan wahyu Allah, beliau menetapkan syariat. Karenanya, Allah dan Rasul-Nya adalah Shahib al-Syar`i. Selain karena berbagai alasan dan hikmah yang sudah kita sama-sama dengar dan tahu, tentu saja Allah dan Rasul-Nya lebih tahu apa yang terbaik bagi umat manusia ini. Jangan sampai kita menghukumi Allah dan Nabi-Nya dengan ketidaktahuan kita.
Apalagi jika kita mengingat firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi ini, "Seandainya bukan karena engkau (hai Muhammad), niscaya takkan Kuciptakan alam semesta ini." Bahkan alam jagat ini diciptakan karena kecintaan Penciptanya kepada Muhammad. Lalu apa yang salah, jika Pencipta semesta ini mengizinkan Kekasih-Nya melakukan sesuatu yang tentu saja baik di mata Allah.