Yang ketiga, bisa juga unsur emosional. Unsur ini bagi banyak orang bisa jadi sangat dominan. Capres yang bisa menyentuh sisi-sisi emosional para pemilih, sangat berpeluang merebut hati mereka dan menggerakkan mereka memilihnya.
Disebutkan bahwa dunia sekarang bersifat Venus, bukan Mars. Dunia saat ini cenderung emosionalistik, lebih besar daripada rasionalistik. Faktor emosi lebih kuat daripada faktor rasio.
Sekalipun seorang calon itu pintar atau rasional, namun jika ia tidak menyentuh sisi-sisi emosional para pemilih, maka para pemilih akan mengabaikannya dan lebih cenderung memilih capres yang mampu menyentuh sisi emosional mereka.
Sebagai contoh, ada seorang pengurus partai justru menyatakan terang-terangan tidak mendukung calon yang diajukan partainya, melainkan terang-terangan memilih capres lain, dan mengajak teman-temannya melakukan hal yang sama. Dan katanya alasan ketetapan pilihan itu sederhana.
Beberapa waktu sebelumnya ketika ia hendak bertakziah ke rumah duka seorang tokoh politik yang meninggal, ia tidak bisa turut masuk ke rumah duka karena dihalangi oleh bagian keamanan --padahal teman-temannya bisa masuk dengan leluasa. Ia tertahan di depan pintu.
Seketika ia kaget karena tangannya dipegang oleh seseorang --yang kelak jadi capres-- dan mengajaknya untuk ikut masuk, lalu memberinya tempat duduk di tempat yang seharusnya menjadi tempat duduk si capres tadi. Dan ia duduk di samping capres tersebut. Kata orang tersebut, itulah pengalaman yang menyentuh hatinya. Sehingga katanya, jika hati telah disentuh, maka tak seorang pun bisa mengubah dirinya.
Dalam bahasa lain mungkin begini, "Jika hati telah dibeli, maka tak satu pun kekuatan yang dapat mengubah seseorang."
Seperti menyebut nama "orang kecil" di pentas debat capres, misalnya, yang disaksikan oleh jutaan pasang mata di negeri ini, itu adalah bagian dari upaya menyentuh hati rakyat. Terutama orang yang disebut namanya, jelas akan merasa tersanjung. Dan bagi mereka yang menyaksikannya, itu juga berdampak secara emosional, makes senses.
Dalam dunia bisnis, hal seperti itu disebut dengan "emotional marketing".
Emotional marketing lebih kuat, lebih efektif dan lebih produktif ketimbang rational marketing.
Karenanya, unsur hati jelas sangat penting. Oleh sebab itu, kepada kedua capres saat ini, seharusnya keduanya menerapkan seni emotional marketing. Selain rational marketing diperlukan, tapi yang tidak kalah penting adalah ini: emotional marketing...
Agaknya, (1) otentisitas, (2) afiliasi personal, dan (3) sentuhan emosional inilah yang akan menjadi penentu kemenangan dalam kontestasi yang seru dan menarik ini...