Pemukulan dan atau penganiayaan terhadap Isteri, anak atau anggota keluarga yang pada awalnya dianggap sebagai urusan pribadi domestik rumah tangga, dikategorikan sebagai tindak kekerasan secara objektif juga mengenai tubuh orang lain. Sesungguhnya setiap tindakan yang menyebabkan luka, sakit, cedera fisik dan psikologis dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
        Dalam kenyataan kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi. Diberbagai media elektronik dan media cetak marak dengan tayangan peristiwa atau kejadian tindak kekerasan yang dikonsumsi mata jutaan pemirsa, gambar sosok korban yang teraniaya, bersimbah darah sososk mayat yang termutilasi, bengkak, hangus, dan luka mengangan.
      Berita penyergapan atau penangkapan juga menayangkan bagaimana sosok bersenjata merangsek rumah Tersangka, menggeledah isi rumah secara amburadul, sama maraknya adalah tayangan sinetron-sinetron yang penuh dengan berbagai perilaku, dari yang manis merayu, menipu sampai teriak sumpah serapah yang sinis dan menghujam. Yang manakah yang tidak mengandung tindak kekerasan disini ??
      Pengertian tentan tindak kekerasan selama ini, selalu dikaitkan dengan tindakan atau perlakuan yang menyangkut pengenaan terhadap tubuh (fisik), seperti serangan fisik, pemaksaan fisik, pencideraan, pemukulan, penganiayaan kepada atau terhadap orang lain yang menyebabkan orang lain cidera.
      Sakit, atau luka pemukulan dan atau penganiayaan terhadap isteri anak atau anggota keluarga, yang pada awalnya dianggap sebagai "urusan keluarga" domestik rumah tangga dikategorikan sebagai tindak kekerasan karena secara obyektif juga mengenai tubuh orang lain. Sesungguhnya setiap tindakan yang menyebabkan luka, sakit, cidera fisik dan psykologis dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
      Pencideraan fisik mudah terlihat namun tindakan apa dan bagaimana yang menyebabkan cidera fsikologis tidak serta merta dikenali munculnya sampai dengan "selesainya" contoh tindakan yang sesungguhnya bisa menjadi suatu tindak kekerasan adalah komunikasi verbal atau non verbal yang dilakukan tidak senonoh, bisa menjadi bagian atau awal tindak kekerasan non fisik.
      Meneriakkan nama disertai sumpah serapah, memaki, mengumpat, merusak benda pribadi, menolak bicara, bisa termasuk tindak kekerasan non fisik. Hampir setiap hari terjadi kekerasan dalam lingkungan rumah tangga yang ironisnya bahwa para korban dalam rumah tangga tersebut adalah kebanyakan kaum perempuan.
      Selama ini kaum perempuan dianggap mahir melakukan kekerasan non fisik / emosi,  sedangkan laki-laki lebih kepada kekerasan fisik, sesungguhnya pada kenyataan tidak demikian. Laki-laki dan per3empuan memiliki kemampuan setara untuk melakukan tindak kekerasan (menganiaya / menciderai) fisik dan non fisik, namun korban tindak kekerasan fisik dan non fisik adalah perempuan.
      Mengapa ?? Pertanyaan yang sering menghantui banyak orang adalah mengapa tindak kekerasan bisa terjadi bahkan terhadap mereka yang notabene tampak memiliki segala syarat untuk bebas dari segala situasi yang menekan mereka seperti pendidikan yang tinggi dan pernghasilan yang lebih tinggi berasal dari  keluarga baik-baik, kelas menengah dan atas.
      Banyak bukti yang menunjukkan kekerasan dalam rumah tangga tidak mengenal kelas sosial dan ekonomi. Seseorang yang berpendidikan tinggi dan dalam posisi terhormatpun dapat mengalaminya.
      Keluarga adalah institusi pendidikan pertama bagi manusia, dimana seseorang menerima basic training tentang norma, nilai, kepantasan, kelaziman, keyakinan, dan perilaku-perilaku, diantaranya perilaku agresif yang melandasai suatu tindak kekerasan.
      Sala satu yang berkembang melalui lembaga keluarga adalah penanaman keyakinan bahwa laki-laki berhak dan dibenarkan menerima kehormatan dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Laki-laki juga pemimpin, oleh karena itu berhak menerapkan dan menguatkan kedisiplinan seorang isteri serta mempunyai otoritas terhadap anak-anak, oleh karena itu berhak memperlakukan anak dengan cara-cara yang "dianggap" dapat tetap menegakkan kekuatan otoritas tersebut.
      Sedangkan untuk perempuan ditanamkan bahwa tingkat kesempurnaan seorang perempuan adalah bila dalam rumah tangga mampu mengurus  rumah, membahagiakan anak dan suami  dengan memenuhi segala kebutuhan dalam konteks pengabdian dan berbaikti jiwa dan raga sehingga mengabaikan hakekat kemuliaan dan kesetaraan kemanusiaan yang digariskan oleh sang pencipta.
      Amat jarang ditanamkan keyakinan bahwa berumah tangga adalah bagian dari prestasi kehidupan, yang menuntut ketrampilan dan kecerdasan dalam mengelolanya membutuhkan kematangan dan kerja sama yang sehat antara pasangan suami istri.
      Negara kita adalah Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dijamin oleh Pasal 29 Undang -- undang Dasar 1945.  Dengan demikian, setiap orang dalam rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari oleh agama.  Hal ini harus perlu ditumbuh kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga.
      Keyakinan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tentram dan damai tentunya merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga.  Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.
      Keutuhan dan keutuhan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan baik fisik maupun non fisik dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkungan rumah tangga tersebut yang dapat memperihatinkan adalah tindakan kekerasan fisik dan non fisik tidaklah sesederhana yang kita bayangkan.
      Akibat tindakan kekerasan fisik segera terlihat pada tubuh korban jejak -- jejak kekerasan muncul misalnya luka atau memar.  Pada tindakan kekerasan non fisik tidak serta merta " jatuh korban "  secara kasat mata.  Luka memar bisa sembuh, namun guncangan atau derita psikologis memberikan bekas yang panjang dalam kehidupan korbannya.
      Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga tentunya Negara dan Masyarakat wajib melaksanakanpencegahan, perlindungan dan penindakan terhadap segala bentuk  kekerasan, terutama kekerasan dalamrumah tangga karenahal tersebut adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
      Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang -- undang Dasar 1945, beserta perubahannya.  Pasal 28 g ayat (1) Undang -- Undang 1945 menentukan bahwa "setiap orang berhak atas perlindungan diri  pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda  yang dibawa kekuasaanya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuati yang tidak asasi ".  Pasal 28 h ayat (2) Undang -- undang 1945 menentukan bahwa " setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan ".
      Perkembangan dewasa ini menunjukkan, bahwa menunjukkan, bahwa tindakan kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan yang terjadi terutama kekerasan dalam rumah tangga.
      pembaharuan hukum tersebut dilakukan, karena Undang -- undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat oleh karena itu, diperlukan pengaturan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri  karena mempunyai kekhasan, walaupun secara umum di depan KUHP telah di atur mengenai penganiayaan dan  kesusilaan serta  penelantaran orang yang perlu diberikan  nafkah dan kehidupan.
      Untuk menjawab semua itu maka lahirlah Undang --undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang  diatur dalam Undang -- undang Nomor 23 Tahun 2004 untuk melindungi dan berpihak kepada korban, sekaligus memberikan pendidikan dan  penyadaran kepada masyarakat dan aparat masyarakat bahwa segala tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan.
      Undang --undang tentang kekerasan dalam rumah tangga  ini terkait erat dengan beberapa peraturan perundang --undangan lain yang  sudah berlaku sebelumnya antara lain Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang --undang Hukum Pidana serta perubahannya, Undang -- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang -- undang Hukum Acara Pidana, Undang -- undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,         Undang -- undang Nomor 7 Tahun 1984  tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita ( Convention On The Eliminaton of All Forms of Discrimination Against Women ) dan Undang -- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang  Hak Asasi Manusia.
      Di dalam Undang -- undang Nomor 23 Tahun 2004 ini selain mengatur ikhwal pencegahan dan perlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga unsur -- unsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP.
      Selain itu, Undang -- undang ini juga mengatur ikhwal kewajiban bagi aparat penegak hukum, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping atau pembimbing rohani untuk menlindungi korban agar mereka lebih sensitif dan responsive terhadap kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah tangga dalam Undang -- undang ini yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangg adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,  psikologis, da/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau pemaksaan kemerdakaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga ( Pasal 1 ayat 1 ).
      Lingkup rumah tangga dalam Undang -- undang ini tidak hanya meliputi suami, istri dan anak, tetapi juga termasuk orang -- orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, termasuk juga orng yang berkerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga tersebut.
      Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asa
a. Â Â Â Â Penghormatan Hak Asasi Manusia;
b. Â Â Â Â Keadilan dan kesetaraan Gender ;
c. Â Â Â Â Non -- diskriminasi ;
d. Â Â Â Â Perlindungan korban ;
      Dalam Pasal 4 di sebutkan bahwa penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan :
a. Â Â Â Â Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga ;
b. Â Â Â Â Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga ;
c. Â Â Â Â Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga ;
d. Â Â Â Â Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
      Dalam Pasal  5 disebutkan  bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara  :
a. Â Â Â Â Kekerasaan fisik ;
b. Â Â Â Â kekerasan psikis ;
c. Â Â Â Â Kekerasan Seksual ;
d. Â Â Â Â Penelantaran rumah tangga ;
      Dibawah ini dapat dilihat, kualifikasi tindak pidana atau perbuatan -- perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan Pasal -- pasal yang dilanggar beserta sanksi pidananya, yang semuanya diatur dalam Undang -- undang Penghapusan  kekerasan dalam rumah tangga.
      Selain sanksi pidana yang telah diatur diatas, di dalam pasal 50 juga disebutkan bahwa hakim juga dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :
a. Â Â Â Â Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak 0 hak tertentu dari pelaku ;
b. Â Â Â Â penetapan pelaku meliputi program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.
      Dengan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini, menjadi landasan hukum yang menjamin bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak pidana, yang kerenanya Negara ikut menangani kejadian kekerasan dalam rumah tangga sebagai bentuk tanggung jawab Negara melindungi warga Negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI