"Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China" adalah sebuah hadis yang artinya, "carilah ilmu sekalipun di negeri China". Hadis ini merupakan perintah Nabi kepada umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan ke tempat yang sangat jauh.Â
Kalimat tuntutlah ilmu sampai negeri Cina mungkin ada benarnya. Sebab negeri Cina banyak memiliki khazanah kekayaan ilmu pengetahuan.Ilmu ketabiban Cina sejak zaman dahulu sudah sangat terkenal. Para tabib Cina terkenal kepiawaiannya di seantero jagad. Bahkan hingga hari ini mereka pun tetap unggul di bidang kedokteran modern.Orang Cina disebut-sebut sebagai penemu kertas yang pertama kali dalam sejarah. Selain ilmu kedokteran dan pengetahuan, ilmu bela diri juga berkembang pesat di Cina. Sastra dan budaya Cina juga merupakan sebuah keunikan tersendiri.
Yang menarik, negeri Cina di masa khulafaurrasyidin telah bersentuhan dengan para shahabat. Bakan di masa khalifah Utsman bin Affan, bangsa itu telah memelk agama Islam. Meski belum seluruhnya. Namun boleh dibilang bahwa Islam sebagai agama telah masuk ke Cina terlebih dahulu dari pada nusantara. (rumah fiqih Indonesia " https://www.rumahfiqih.com/konsultasi/1144 ")
Hadis mengenai menuntut ilmu sampai ke negeri Cina merupakan hadis yang masyhur dan tidak asing di kalangan banyak orang, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh penjuru dunia baik Arab maupun non-Arab. Namun walaupun demikian mayoritas ulama menghukumi bahwa hadis ini merupakan hadis yang dhoif dari seluruh sanadnya.
Dikutip dari Abdul Bakir, S.Ag dalam buku 150 Hadits Dha'if yang Sering Dijadikan Dalil , hadits ini disebut sebagai hadits dhaif jiddan atau lemah sekali. Al Baihaqi dalam Syu'ab Al Iman mengatakan bahwa hadits tersebut populer matannya namun bersanad lemah.
"Telah diriwayatkan dari beberapa jalan namun seluruhnya dhaif," demikian jelasnya.
Senada dengan itu, Ibnu Adi' menambahkan, ia tidak tahu ada yang meriwayatkannya selain al-Hasan bin Athiyyah dari Abu Atikah dari Anas.
Al-Bazzar juga mengatakan Abu Atikah adalah sosok yang tidak dikenal, dan tidak diketahui dari mana dia berasal. Untuk itu disebutkan, hadits ini tidak memiliki asal atau la ashla lahu .
Al Bukhari bahkan mengatakan bahwa Abu Atikah adalah munkar al hadits. Sependapat dengan Ibnu Hibban dalam Al Majruhin yang mengatakan bahwa Abu Atikah adalah munkar al hadits jiddan.
As-Suyuti dalam Al-La'all' Al-Mashnu'ah menyebutkan dua jalur lain bagi hadits ini dengan tujuan menguatkan. Ternyata, hasil kedua jalur tersebut sama dhaifnya bahkan lebih parah.
Jalur yang pertama, terdapat seorang pendusta, yaitu Ya'qub bin Ishaq Al-'Asqalaniy. Jalur kedua, terdapat yang suka memalsukan hadits, Al-Juwaibariy.