Mohon tunggu...
Ashif Dyan Armawan
Ashif Dyan Armawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Data Science in Airlangga University

Seorang data scientist yang tertarik terhadap komunikasi secara tulisan melalui media massa, jurnalistik menjadi bidang yang cukup saya minati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Juwita Payung Dekoratif yang kian Memudar Menjadi Limbah yang Berpotensi Tinggi Mencemari Lingkungan Universitas Airlangga

14 November 2024   23:12 Diperbarui: 14 November 2024   23:41 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Selasa, 15 Oktober 2024 kemarin, Universitas Airlangga mengadakan pembukaan perhelatan acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-37 yang bertempat pada Kampus MERR C Unair, Mulyorejo, Jawa Timur. Dalam menyambut hal tersebut, tentunya dari pihak Unair sendiri akan menyiapkan segala dekorasi-dekorasi yang cantik untuk menghiasi lokasi diadakannya acara PIMNAS ke-37. Kemudian, dekorasi-dekorasi yang cantik tersebut direalisasikan dalam bentuk festival payung bergambar yang berwarna warni hasil karya dari mahasiswa semester 1 Universitas Airlangga. Payung-payung yang bervariatif dipasang di atas jalan Malioboro Unair dari depan Gedung Nanizar hingga depan Gedung Student Center. Warna-warni dari payung yang dipajang memberikan suasana berbeda pada jalanan tersebut sehingga terkesan meriah dan pastinya cocok sebagai spot berfoto, setidaknya untuk beberapa waktu.

Foto: Ashif Dyan Armawan, Kamis 3 Oktober 2024, Jalan Malioboro Unair Kampus MERR C, Surabaya
Foto: Ashif Dyan Armawan, Kamis 3 Oktober 2024, Jalan Malioboro Unair Kampus MERR C, Surabaya

Namun setelah acara PIMNAS selesai, dekorasi payung di jalanan Malioboro Unair tak kunjung dilepas. Mungkin hal tersebut bermaksud untuk menghiasi Kampus MERR C Unair sekalian, akan tetapi payung-payung dekoratif tersebut tidak bisa bertahan lama. Seharusnya payung dapat bertahan selama bertahun-tahun tetapi dikarenakan paparan sinar matahari dan dinginnya angin malam yang berkelanjutan selama 24 jam non-stop, pastinya akan memengaruhi tingkat ketahanan payung-payung tersebut. Oleh karena itu, sayang seribu sayang sebagian besar payung sudah rusak hanya berselang dua minggu saja setelah pertama kali pemasangan. 

Fakta mencengangkannya lagi, payung yang dipasang belum sepenuhnya dikeluarkan karena masih banyak payung dekoratif hasil karya mahasiswa baru semester 1 Universitas Airlangga. Jika diperkirakan, dalam satu kelas PDB dihasilkan sebanyak 30 payung dekoratif karena setiap kelompok dalam kelas PDB wajib membuat 3 payung, sedangkan dalam satu kelas tersebut ada 10 kelompok. Dengan data tersebut bisa dipastikan tersedia lebih dari 3000 payung dekoratif yang siap untuk dipamerkan, dikarenakan kelas PDB terdiri dari 100 lebih kelas dalam semester 1 ini. Bagaimana cara mengelola limbah 3000 payung tersebut? Hal tersebut patutlah dipertanyakan kelanjutannya.

Sampai sekarang, masih belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah payung yang sangat banyak tersebut. Mungkin belum semuanya menjadi limbah karena payung-payung yang disimpan masih bagus dan layak digunakan. Penindaklanjutan atas masalah kerusakan payung dekoratif ini sangat perlu untuk dipertanggungjawabkan. Payung-payung dekoratif yang sudah rusak bukan lagi menjadi hiasan, namun hanya menjadi limbah.

Payung bisa terdiri dari polyester atau nilon atau bahkan PVC yang merupakan bahan sintetis. Hal tersebut pastinya akan membawa dampak buruk signifikan terhadap lingkungan sekitar. Apalagi bahan-bahan tersebut pastilah mengandung serat sintetis yang menjadi bahan penyumbang mikroplastik di lingkungan. Apabila penanganan limbah tersebut tidak baik, maka pastilah pencemaran mikroplastik di lingkungan akan terjadi. Selain itu bahaya bahan-bahan sintetis seperti itu akan memengaruhi kesehatan paru-paru karena berhubungan dengan partikel partikel kecil. Jika besi pada gagang payung terpapar terlalu lama oleh kondisi lembab dan dingin, dapat terjadi reaksi korosi pada besi tersebut. Korosi dapat menimbulkan penyakit serius seperti tetanus. Oleh karena itu pastilah pengelolaan limbah yang bertanggung jawab harus dilaksanakan dengan baik.

Beberapa solusi yang dapat digunakan adalah membagikan payung-payung yang masih layak dipakai kepada masyarakat sekitar. Payung-payung yang masih disimpan memiliki kondisi yang terbilang masih bagus dan layak dipakai sehingga tidak ada salahnya untuk menyalurkan payung-payung tersebut ke masyarakat sekitar. Sangat disayangkan, bahan-bahan sintetis yang digunakan cukup sulit untuk diolah kembali karena merupakan bahan kompleks. Mungkin bahan besi dari gagang payung masih dapat dimanfaatkan kembali dengan konsep daur ulang. Selain itu tidak ada yang bisa dilakukan lagi untuk mengelola sampah-sampah tersebut.

Jadi pastinya limbah payung berpotensi menjadi masalah serius jika tidak ditangani dengan baik. Maka pastinya bukan menjadi sebuah dekorasi yang cantik hanya akan menjadi limbah yang membahayakan lingkungan. Memang awalnya payung-payung tersebut sangatlah indah karena variasinya yang sangat beragam. Namun sungguh disayangkan, kembali lagi kepada masalah yang akan dihadapi dalam jangka panjang termasuk potensi-potensi berbahaya bagi lingkungan Unair sendiri. Dari sini pastilah diharapkan langkah konkret bagi pihak Universitas untuk mengelola limbah-limbah tersebut secara bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun