Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok-Jarot Dikalahkan Ahli Nujum Kekuasaan, Mirip Cara SBY Unggul pada Pilpres 2009?

6 Mei 2017   09:30 Diperbarui: 6 Mei 2017   10:07 1852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

      Tentu banyak diantara Rakyat Indonesia yang belum lupa dengan pertarungan sengit Pilpres 2009. Capres SBY-Budiono vs Mega-Prabowo. Yang dimenangi SBY-Budiono.

       Memang sempat terjadi “ketegangan” saat penentuan capres-wapres. Mega-Pro atau Pro-Mega yang harus tampil.   Yang pasti paslon mana pun yang dipilih pasti kalah lawan SBY-Budiono. Karena kemenangan SBY-Budiono sudah diprediksi atau dinyatakan pasti menang oleh politisi handal dari kubu SBY karena mesin politik Partai Demokrat sangat profesional waktu itu.   Kata orang awam politik yang bertuhan, mesin politik Patai Demokrat sudah mendahului keputusan Tuhan. Mana ada belum coblosan sudah tahu siapa yang menang?

       Dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Kekalahan Ahok-Jarot pun sudah diramalkan bukan oleh mesin politik partai pengusung dan para pendukungnya. Melainkan oleh seluruh “ahli nujum politik” professional yang sangat pandai mengolah data-fakta-kata-cara sesuai dengan target kepentingan mendapatkan benefit dari kelebihan berilmu nujum yang semakin kreatif menguasai pasar perdagangan politik.

       Hal itu bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi mungkin juga di negara-negara lain,  termasuk di Amerika.

       Maka jangan heran jika di N.K.R.I. yang sangat luas wilayahnya dengan ratusan juta rakyatnya, yang tak akan pernah sepi dengan perdagangan "industri" politik karena berbagai macam “pilkada” dalam berbagai tingkatan hampir sepanjang tahun di selenggarakan. Yang tentu saja akan menjadikan bisnis “pernujuman” politik kian subur. Karena sangat menjanjikan bisa diwarisi sampai anak cucu sampai buyut.

       Kemajuan teknologi harus diakui telah meninggalkan tradisi lama minta berkah dengan ziarah ke tempat-tempat keramat; bikin tumpeng kirim doa; bikin sajian kembang dan asap kemenyan yang biasa dilakukan dalam ritual-ritual khusus untuk meraih yang disebut oleh orang jawa “pulung" atau mungkin "wahyu” kemenangan memegang kekuasaan.

Kampanye barang dagangan lebih beretis dibanding kampanye “pilkada?”

       Kampanye pilkada—DKI Jakarta, seperti tak beda dengan memasarkan—beriklan, produk baru yang dibutuhkan konsumen untuk merebut sebagian pasar yang sudah dimiliki produk-produk lama yang sudah melekat di hati konsumen.

       Hanya saja dalam dunia perdagangan—industri, sangat teguh memegang etika atau prinsip harus menjaga kualitas produk pesaing. Antara lain tidak boleh mengganggu dengan merendahkan kualitas barang—merek, lain sebagai pesaing yang sudah ada.

       Meskipun demikian dalam kampanye tidak dilarang menonjolkan kelebihan produk baru yang dipasarkan yang menjanjikan keuntungan lebih bagi konsumen yang diharapkan mau membeli dan menggunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun