“Bagaimana Anda tahu bahwa Tuhan tidak menurunkan wahyu?”
Demikian pertanyaan seorang teman dalam suatu diskusi. Ketika dalam diskusi itu saya mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah menurunkan wahyu.
“Saya tidak pernah tahu bagaimana Tuhan menurunkan wahyu. Dan yang disebut wahyu Tuhan itu seperti apa? Saya juga belum pernah tahu.” jawab saya.
“Ada orang-orang yang mengaku dapat wahyu dari Tuhan. Bagaiman menurut Anda?”
“Pasti orang-orang itu berkhayal atau berbohong. Mereka memfitnah Tuhan. Tuhan tidak meurunkan wahyu, Tetapi mereka mengaku menerima wahyu dari Tuhan,” jawab saya.
“Bagaimana halnya dengan Nabi Muhammad saw?”
“Kenapa dengan Nabi Muhammad saw?” Saya balik bertanya.
“Dalam ceritanya Dia menerima wahyu?
“O ho. Beliau tidak menerima wahyu. Justru Beliau yang menurunkan wahyu kepada umat manusia. Kepada sesamanya. Karena Beliau mencintai, menghormati dan memuliakan sesamanya. Beliau yang mewahyukan Alqur’an. Beliau yang mewahyukan agama Islam. Maka agama Islam disebut agama wahyu.”
“Tetapi kenapa bukan Tuhan sendiri yang menurunkan wahyu?
“Buat apa? Nabi Muhammad itu Rasulullah lho? Cukup Beliau saja Yang Dijadikan Berkak Menurunkan wahyu. Kalau ada lagi yang Dijadikan Berhak menuruhkan wahyu, kasihan umat manusia. Umat manusia bakal banyak yang gila, karena ada nabi lagi. Ada nabi palsu saja banyak orang jadi anarkis. Bayangkan kalau ada lagi nabi sungguhan sesudah Nabi Muhammad saw? Dunia pasti kacau-balau. Bisa kiamat.”
“Menurut Anda, wahyu yang diturunkan Nabi Muhammad itu wujudnya apa?” seorang teman ada yang bertanya lagi.
“Jika menyimak apa yang tersirat dari yang tersurat dalam Alqur’an, wahyu itu wujudnya kecerdasan pikiran manusia yang terang benderang; yang mampu menerangkan (menjadikan terang) dan kemudian bisa menerangi pikiran orang lain pula.
Mereka yang menerima wahyu dari Nabi Muhammad saw pasti menjadi seorang muslim yang berpikiran cerdas yang DirahmatiNYA. Mereka pasti mengenal siapa dirinya sendiri; pasti mengenal Siapa Allah tuhannya dan pasti mengenal Siapa yang di diri pribadinya sendiri yang tidak mau berbohong. Pasti mengerti asal dirinya dari mana; sekarang dirinya sedang di mana dan mengerti dirinya akan ke mana. Dan juga pasti tahu bahwa dirinya ada untuk apa dan untuk siapa?
Dan Anda-anda tahu bahwa wahyu yang diturunkan Nabi pasti memerbaiki akhlak manusia dalam berperadaban.” Demikian saya menyudahi pandangan saya dalam diskusi tersebut.
Sesudah diskusi saya taku bahwa banyak teman yang tidak setuju dengan pandangan saya. Tetapi ada pula yang mengangguk-angguk mungkin tanda agak mengerti. Ada pula yang memerlihatkan sikap seperti belum mengerti pandangan saya; sebab mereka sudah terlanjur percaya bahwa wahyu itu hanya dari Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H