Mohon tunggu...
Asham
Asham Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Karya untuk Kehidupan Abadi

Belajar 'menulis' mengenai khakikat kehidupan akhirat yang kekal nan abadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Papua dan Opini 1 Desember

29 November 2018   15:01 Diperbarui: 29 November 2018   15:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jayapura -- Salah satu mantan perjuangan Papua Jhon Albert Norotouw, mengatakan bahwa momen 1 Desember berapa tahun silam adalah sebuah opini yang dibentuk untuk perubahan. Oponi terbentuk akibat situasi politik.

"Kami ciptakan opini, kerena kepentingan politik saat itu." Kata Jhon Albert Norotouw, ditemui di Kemiri, Kabupaten Jayapura, Kamis 29 November 2018 siang.

foto: hellomotion.com
foto: hellomotion.com
 Pria yang hidup 28 tahun di Negara pasifik ini mengatakan kembali ke Indonesia setelah melihat perubahan setelah melakukan perjuangan dan lobi-lobi politik di luar Negeri.

"Esensi dari sebuah dari perjuangan adalah perubahan dan perubahan sudah dirakasakan oleh orang Papua. Jadi saya kembali dari PNG. Kenapa saya harus tinggal di sebuah Negara kemudian menahan hati." Ucapnya sambil tertawa.

Ia mengaku saat ini menjalani hidup tenang dan berbaur dengan masyarakat. Menikmati hasil perjuangan yang pernah ia lakukan.

"Hidup dengan damai di Indonesia, berbaur dengan masyarat. Orang saling menyapa dengan baik. Saya hidup di sekitar ini (Kemiri,red), ada lewat menyapa 'tete' kan tenang to...!." Ujar Jhon.

Ia menjelaskan pihaknya bersama panel Pasifik capter perjuangan Papua, beberapa waktu keadaan membangun hubungan dengan Vanuatu, PNG, Solomon dan Negara pasifik lainnya dengan membentuk opini tentang satu Desember. Dan banyak orang termakan opini masalah merdeka ini.

"Jadi kami juga yang harus pergi ke sana untuk menyelesiakan ini, kami sudah membangun hubungan dengan Vanuatu, Solomon dan PNG." Ujar Jhon Norotouw.

Ia mengakui bahwa bulan Desember 1961 masa itu telah lahirnya sebuah bendera, lambang dan lagu. Namun itu merupakan nilai-nilai esensi sebuah perjuangan.

"Itu merupakan nilai-nilai. itu sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Karena Pepera sudah disahkan oleh PBB dan inilah pedoman orang Papua, sebagai bangsa Indonesia." Ucapnya.

"Jadi siapapun yang menentang termasuk saya, oleh karena kekerasan orde baru, setelah melihat adanya perubahan. Kita harusnya menerima Pepera itu. Tapi kalau dilihat dari sisi iman, maka ini sudah menjadi kehendak Tuhan. Untuk kami bersama Indonesia." Tegas Jhon Norotouw.

Pihaknya juga menyesalakan adanya seorang oknum mengaku sebagai pendeta. Namun, sering mengajak melakukan perlawanan kepada pemerintah atau menyatakan sikap merdeka.

"Dia bukan seorang pendeta. Pendeta itu kan umatnya semua golongan bukan satu suku,"tegas Jhon Norotouw.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun