Mohon tunggu...
Ashalia Tasha
Ashalia Tasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Antropologi

Saya merupakan mahasiswa Antropologi yang memiliki ketertarikan terhadap isu sosial budaya, khususnya pada kajian kependudukan dan etnisitas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Birokrat dan Perannya dalam Pengelolaan Cagar Budaya

18 Juni 2022   00:39 Diperbarui: 18 Juni 2022   00:55 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Suatu kebijakan pada dasarnya terlahir apabila terdapat suatu pihak yang berkuasa dan terkena dampak dari kebijakan itu sendiri. Pada kebijakan publik, pemerintah sebagai pelaku birokrasi menjadi pihak yang menjadi pemangku kebijakan. Segala sesuatu yang pemerintah lakukan merupakan cikal bakal suatu kebijakan bisa terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan tidak melulu soal tindakan politik, melainkan didasari pula oleh tindakan birokrasi yang dilakukan pemerintah.

Pada sudut pandang antropologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari aspek-aspek kebudayaan manusia secara holistik—termasuk kebijakan dan dunia pemerintahan, kebijakan pun dilihat sebagai suatu produk hasil timbal balik antara kebudayaan dan pengaturan yang dilakukan pemerintah sebagai pelaku birokrasi terhadap masyarakat untuk menciptakan kondisi bernegara yang damai, tertib, dan teratur. Perlu dicatat, kebijakan mempengaruhi dan dipengaruhi secara besar oleh sistem norma dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat tertentu. Hal ini secara ideal haruslah dijadikan dasar oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan—tentang bagaimana kebijakan lahir dari keinginan untuk menggapai sesuatu dalam rangka mempertahankan ketertiban dalam sistem norma dan budaya suatu masyarakat. Sehingga bisa kita lihat, adanya keterkaitan yang tidak bisa dipungkiri antara kebijakan dan pemerintah selaku pemegang kekuasaan pada hirarki kenegaraan.

Contoh kasus yang bisa dilihat adalah pada kebijakan terkait pengelolaan cagar budaya di Indonesia, khususnya Kota Bandung sebagai salah satu pusat peradaban masyarakat tertua di Indonesia. Secara normatif, kebijakan ini memiliki dasar hukum yang dituangkan pada Peraturan Daerah Kota Bandung No. 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya. Pada Pasal 35, dijelaskan bahwa pengkajian terhadap Cagar Budaya dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung, yang mana pada Pasal 1 Ayat 8 dijelaskan sebagai berikut: Tim Ahli Cagar Budaya yang selanjutnya disingkat TACB adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.” Adapun pada Pasal 7 Ayat 1, pemilik cagar budaya memiliki peran sebagai berikut: “Setiap orang yang memiliki, menghuni Cagar Budaya wajib mendaftarkan, melindungi, memelihara dan melestarikan Cagar Budaya.”

Pada Pasal 65 Ayat 2 dijelaskan bahwasanya “pelaksanaan teknis pengawasan, pengendalian dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas.” Ayat 1 merujuk kepada Wali Kota sebagai penanggung jawab dan dinas di sini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang khusus menyelenggarakan urusan kebudayaan dan pariwisata. Dapat dilihat disini bahwa Disbudpar Kota Bandung pada akhirnya merupakan pemangku kebijakan atas segala sesuatu yang perlu dilakukan terhadap pengelolaan cagar budaya. TACB berfungsi untuk melakukan kajian, lalu apabila terdapat masukan dari TACB terkait suatu yang perlu diubah atau diperbaiki mengenai kebijakan tersebut, maka Disbudpar selaku badan yang berwenang akan mengajukan amandemen maupun pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) kepada DPRD selaku badan legislatif.

Struktur hirarki pada pengelolaan cagar budaya akhirnya dapat dilihat bahwasanya terdapat lembaga pemerintahan (Disbudpar), Tim TACB, pemilik cagar budaya, dan juga masyarakat awam. Seluruh pihak ini bertugas menjaga keberlangsungan pengelolaan cagar budaya dengan didasari pada peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, pemerintah melalui Disbudpar Kota Bandung menjalankan fungsi birokrasinya dengan menjadi fasilitator agar pengelolaan cagar budaya dapat maksimal.  Berdasarkan data Pokok-pokok Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Bandung, terdapat setidaknya 1703 bangunan cagar budaya. Berarti secara ideal, pemerintah harus berupaya sebanyak minimal 1703 untuk menyelenggarakan pelayanan pengelolaan cagar budaya dengan baik.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Disbudpar menunjukan perilaku birokrasi yang mana selain melayani, Disbudpar Kota Bandung menjadi pemangku kebijakan akan pengelolaan cagar budaya di masa sekarang dan masa yang akan mendatang. Pengawasan terus dilakukan untuk menjamin keberlangsungan pengelolaan yang baik dan sesuai dengan perundang-undangan sebagai aturan tertulis. Kebijakan yang dikeluarkan pun dilakukan untuk menjaga keberlangsungan warisan budaya yang merupakan bagian dari sejarah berkembangnya Kota Bandung hingga zaman sekarang, khususnya masyarakat Kota Bandung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun