Kata kriminalisasi menjadi trend kembali di Indonesia, bersamaan mencuatnya kasus KPK versus Polri.Ketegangan yang disimbolkan dengan Cicak vs Buaya, yang bahkan oleh kalangan netizen ditambahkan dengan Cicak versus Buaya, Kerbau dan Macan ini memunculkan aroma tak sedap. Bau rekayasa kasus begitu kentara saat publik melihat, bahwa kasus ini sarat akan kepentingan politik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, kriminalisasi adalah proses yg memperlihatkan perilaku yg semula tidak dianggap sbg peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat ( http://kbbi.web.id/kriminalisasi).
Dalam perkembangan penggunaannya, kriminalisasi mengalami neologisme, yaitu menjadi sebuah keadaan saat seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku kejahatan atau penjahat oleh karena hanya karena adanya sebuah pemaksaan interpretasi atas perundang-undangan melalui anggapan mengenai penafsiran terhadap perlakuan sebagai kriminalisasi formal dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagai contoh dalam perseteruan KPK dan polisi, kata kriminalisasi digunakan media untuk mendefinisikan upaya polisi menjerat pemimpin KPK. Sementara Polisi juga menggunakan kata kriminalisasi ketika KPK berupaya menjerat anggotanya yang dijadikan tersangka oleh KPK.
Ternyata, jejak kriminalisasi bukan hal baru di Indonesia. Sebelumnya, banyak kasus hukum yang santer beraroma kriminalisasi terjadi di negeri ini. Berbagai hal yang semula berjalan wajar dan normal, mendadak ramai karena tuduhan korupsi. Konyolnya, justru fakta-fakta tuduhan didatangkan sesudah orang yang dijadikan tersangka masuk bui lebih dulu. Akhirnya, secara vulgar publik melihat bahwa kasus itu adalah kriminalisasi.
Jejak-jejak kriminalisasi di Indonesia:
1. Kriminalisasi Chevron
Masalah yang semula dianggap sudah tuntas antara PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) dengan PT Green Planet ternyata malah dipersoalkan aparat kejaksaan. Atas laporan seseorang, Kejaksaan Agung menduga bioremediasi tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya alias fiktif maka proyek bioremediasi tersebut dianggap merugikan keuangan negara.
Sejak awal perkara bioremediasi itu beraroma kriminalisasi hukum. Lihat saja jalannya proses penetapan tersangka yang super cepat. Perkara ini mulai bergulir awal Maret 2012, saat Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus mulai melakukan penyidikan. Hanya berselang beberapa hari saja pada 12 Maret, Direktur Penyidikan sudah mengeluarkan Sprindik dengan tersangka Ricksy Prematuri dan General Manager Sumatera Light North Operation, Alexia Tirtawidjaja. Perkara ini kemudian menyeret tiga orang karyawan CPI lainnya– Kukuh Kertasafari, Widodo dan Endah Rumbiyanti– serta seorang kontraktor lain: Herlan bin Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya.
2. Kriminalisasi Indosat
Kasus yang menghantam Indosat adalah kasus korupsi penyalahgunaan frekuensi milik Indosat, dengan nilai kerugian sebesar Rp 1,36 triliun yang menyeret Direktur Utama IM2, Indar Atmanto. Ia kini mendekam di Penjara Sukamiskin Bandung dengan hukuman kurungan 8 tahun. Namun terdapat banyak kejanggalan di kasus tersebut dan juga dianggap dapat menyebabkan “kiamat internet” di Indonesia. Wajar saja banyak kalangan terutama para pelaku industri telekomunikasi menentang penetapan Indar Atmanto sebagai tersangka.