Mohon tunggu...
Muhamad Saepul Saputra
Muhamad Saepul Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya, Muhamad Saepul Saputra, seorang mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Saya dikenal sebagai pribadi yang tangguh, penuh semangat, dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan. Memiliki hobi menulis, membaca, dan berolahraga, saya selalu berusaha menjaga keseimbangan antara pengembangan intelektual, kreativitas, dan kesehatan fisik. Dengan dedikasi dan komitmennya, saya terus berupaya menjadi individu yang inspiratif dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menemukan Kedamaian di Tengah Kegelisahan Belajar dari Filosofi Teras

16 Desember 2024   15:23 Diperbarui: 16 Desember 2024   17:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seseorang yang sedang membaca buku ditengah kedamain (SUMBER ; PINTEREST)

Namun, bagi sebagian pembaca yang lebih mendalam dalam filsafat, buku ini mungkin terasa agak ringan. Penyederhanaan konsep stosisme mungkin mengurangi kedalaman filosofis yang ada dalam teks-teks klasik seperti Meditations karya Marcus Aurelius atau Enchiridion karya Epictetus. Selain itu, contoh-contoh yang diberikan meskipun relevan, terkadang terasa terlalu umum dan bisa diperluas dengan lebih  banyak variasi, terutama terkait dengan tantangan hidup yang lebih kompleks.

Selain itu, kekuatan utama buku ini adalah cara Manampiring menghubungkan Stoisisme dengan masalah psikologis yang banyak dialami gengerasi saat ini, seperti overthingking, kecemasan sosial, dan ketidakpuasan diri. Buku ini menawarkan panduan praktis untuk menghadapi semua itu, menjadikannya semacam self-help berbasis filosofi yang efektif.

Kemudian, salah satau kalimat yang sangat saya nikmati dalam buku ini adalah “Kebahagiaan sejati datang dari pengendalian diri dan kebijaksanaan dalam merespon hidup”. Kalimat ini mengajarkan kebahagiaan bukanlah hasil dari menghindari masalah atau mencari kenyamanan eksternal, melainkan berasal dari kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menghadapi segala peristiwa hidup. Saya juga menafsirkan filosofi stoisime sebagai ajakan untuk menerima kenyataan hidup, tanpa terjebak dalam penyesalan masa lalu atau kekhawatiran tentang masa depan. Stoisisme mengajarkan kita bahwa perasaan cemas dan takut itu datang dari ketidakmampuan kita untuk menerima kenyataan yang ada. Dengan menerima apa yang tidak bisa kita ubah, kita justru memperoleh kedamaian batin yaang kita cari.

Buku ini mengingatkan saya pada buku The Subtle Art of Not Giving a Fck  karya Mark Manson, yang juga berbicara tentang menghadapi tantangan hidup dengan cara yang lebih realistis dan tidak terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Kedua buku ini sama-sama menawarkan pandangan hidup yang lebih praktis dan tidak terlalu idealis. Namun, Filosofi Teras lebih berfokus pada kebajikan dan kontrol diri sebagai cara untuk meraih kedamaian batin, sedangkan The Subtle Art lebih menekankan pada mengabaikan hal-hal yang tidak penting. Keduanya memberikan wawasan yang berharga, namun Filosofi Teras lebih banyak mengajarkan tentang kebijaksanaan dalam merespons kehidupan daripada hanya sekadar bertindak.

Yang menarik adalah bahwa saya menemukan banyak kesamaan antara ajaran Stoisisme dan ajaran Islam. Dalam Islam, konsep tawakkal berserah diri setelah berusaha semaksimal  mungkin sejalan dengan ajaran Stoisisme yang mengajarkan untuk menerima hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan dan fokus pada reaksi kita terhadapnya. Islam juga menekankan pentingnya sabar, syukur, dan ridha dalam menghadapi setiap ujian hidup, yang mirip dengan ajaran Stoisisme tentang pengendalian diri dan penerimaan terhadap takdir.

Bahkan, ajaran Islam tentang tidak terjebak dalam kekhawatiran masa depan dan penyesalan masa lalu juga sejalan dengan filosofi Stoik. Dalam Al-Qur'an, kita diajarkan untuk fokus pada waktu sekarang dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Dalam hal ini, baik Stoisisme maupun Islam mengajarkan kita untuk tidak membuang energi pada hal-hal yang tidak dapat kita ubah, melainkan untuk menjalani hidup dengan penuh kebijaksanaan dan rasa syukur.

Bagi saya, Filosofi Teras bukan hanya sebuah buku filsafat, tetapi sebuah panduan hidup yang membantu saya menemukan kedamaian batin setelah beberap tahun bergulat dengan kecemasan. Buku ini mengajarkan bahwa kebahagiaan dan kedamaian datang dari pengendalian diri dan kemampuan untuk menerima kenyataan, serta hidup selaras dengan kebajikan. Melalui ajaran Stoisisme, saya belajar untuk lebih bijaksana dalam menghadapi hidup, dan banyak ajaran ini juga sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Kedua ajaran ini, Stoisisme dan Islam, memberikan saya kekuatan untuk menghadapi hidup dengan lebih tenang, mengurangi kecemasan, dan lebih menerima takdir yang datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun