Seiring perkembangan zaman yang semakin modern, seni dan budaya tradisional nyaris terus terkikis, bahkan tidak sedikit pula anak-anak muda sekarang seakan-akan tidak peduli tentang pentingnya seni dan budaya bagi generasi yang akan datang. Dulunya generasi ke generasi bersemangat dalam mempelajari seni dan budaya tradisional, namun kini hampir musnah ditelan zaman.
 Kesenian dan kebudayaan tradisional dianggap tidak nge trend dan terkesan kuno, sehingga generasi muda sekarang kurang berminat untuk mempelajari, bahkan nyaris tidak mengenal seni dan budayanya sendiri.
Saat ini, sebuah seni teater harus bisa memberikan inovasi yang berbanding lurus dengan perkembangan zaman. Tujuannya agar seni teater bisa diterima semua kalangan, khususnya anak-anak muda. Berikut lima alasan mengapa anak muda tidak suka menonton teater:
Tidak nge trend dan kuno
Sebagian besar anak muda menganggap kesenian tradisional tidak nge trend dan terkesan kuno. Konsep cerita yang ditawarkan pun dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Ceritanya masih konvesional
Masih ada anggapan bahwa seni teater sejak awal selalu menawarkan cerita yang konvensional. Kondisi ini membuat seni pertunjukan teater kurang popular di mata anak muda. Boleh jadi salah satu penyebabnya para seniman teater selalu memaksakan pakem-pakem berkesenian konvensional.
Regenerasi
Kelompok teater juga harus memberikan peluang kepada para pelakon-pelakon muda. Tujuannya saat menggarap sebuah cerita bisa disesuaikan dengan selera anak-anak muda. Di sinilah pentingnya regenerasi pemain teater
Kurang kekinian
Para seniman teater harus berinovasi untuk mengemas seni teater secara kekinian tanpa menghilangkan misi yang ingin disampaikan. Pertunjukan teater harus ditampilkan dengan bahasa dan gaya yang relevan dengan generasi muda 12.
Peran Teknologi dan Media Sosial
Meskipun media sosial dapat membantu mempromosikan seni, tetapi media sosial juga mengalihkan perhatian. Platform seperti Tiktok dan Instagram dapat menarik perhatian dalam hitungan detik, dan menawarkan kepuasan secara instan.Â
Pertunjukan yang berirama lambat, betapa pun indahnya, hampir tidak dapat bersaing dengan video berdurasi 15 detik yang menjadi viral. Remaja lebih tertarik pada konten yang memberikan tawa, sensasi, atau informasi yang cepat.
Selain itu, fenomena ini juga dipicu oleh preferensi generasi Z yang cenderung tertarik dengan budaya kontemporer dan teknologi modern, sehingga nilai budaya tradisional sering digambarkan sebagai "kuno" dan tidak relevan dengan era digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H