Bisa dibayangkan saat minyak mentah tumpah dari kapal tangker di lautan lepas, atau pipa minyak bawah laut bocor terseret jangkar kapal, kalau tidak segera ditangani dampaknya tidak hanya pencemaran yang dengan sekejap bisa mematikan biodata laut, tapi juga terbayang berapa nilai rupiah kerugian yang harus ditanggung perusahaan, belum lagi harus berurusan dengan pihak yang terdampak. Ribet bukan? Belum lagi ditambah proses penanganan pemulihan lingkungan terdampak dan berurusan dengan para pegiat lingkungan hidup.
Kasus tumpahan minyak bisa dikatakan sangat jarang terjadi. Namun saat kejadian, proses oil boom akan sangat ribet, karena selain harus melibatkan banyak orang, alat oil boom ini sangat berat dan mahal, bundwall tanki timbun rendah serta jalur keluar filling shed belum sempurna. Yang paling berat saat menarik bandrel  melingkari kapal tangker untuk melokalisir pencemaran mengingat alat ini beratnya sekitar 1-2 ton. Dan prosesnya butuh waktu sekitar 30 menit yang bisa memungkinkan pencemaran sudah menjalar ke mana-mana sebelum proses oil boom selesai.
Apa itu Oil boom? Oil boom merupakan teknik penanggulangan tumpahan minyak yang harus dilakukan pertama kali ketika melihat adanya tumpahan minyak di perairan. fungsi utama dari oil boom adalah untuk melokalisir tumpahan minyak agar tidak melebar.
Melihat berat dan butuh waktu lama penanganan tumpahan minyak dengan alat yang ada sekarang, Insan Pertamina MOR VIII di Papua dimotori J.D Louhenapessy berinovasi membuat alat oil boom dari pelepah pohon sagu.Â
Pelepah pohon sagu sudah teruji lab, tidak menyerap air. Dan daya tahannya lebih lama dibandingkan dengan alat buatan pabrikan, value creation mencapai Rp. 10.018.300.000.
J.D Louhenapessy dan kawan-kawan relatif efisien menciptakan alat oil boom pelepah pohon sagu ini, mereka sepenuhnya yakin bisa melakukan sendiri tanpa harus menggandeng pihak ketiga yang bisa saja membutuhkan biaya yang lebih mahal untuk finalisasi ide kreatif ini. [asguja]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H