@page { margin: 0.79in } h3.cjk { font-family: "Arial Unicode MS" } h3.ctl { font-family: "Arial Unicode MS" } p { margin-bottom: 0.1in; line-height: 115% } a:link { so-language: zxx }Â
Ada sebuah adagium menarik, yang menyindir AS, yakni "Amerika Serikat pandai terlibat dalam perang terapi tidak pandai keluar dari perang". Hal ini dibuktikan dengan rancunya solusi AS kabur dari Irak atau malah berakhir dengan eksodus dramatis dari Afganistan.
Setelah setahun berlangsungnya perang di Ukraina, nampak belum ada tanda-tanda langkah diplomasi untuk mengakhirinya, bahkan bisa dibilang kini sedang melalui jalan buntu, karena sifat dari kedua pihak yaitu Rusia dan Ukraina yang sama-sama masih percaya dapat memenangkan perang mahal itu. Di sisi Ukraina telah mendapat Ratusan milyar dolar bantuan dari AS cs, berikut tim penasehat militer, bahkan bantuan satuan intelejen yang banyak membantu ukraina menargetkan secara efektif obyek vital Rusia.Di pihak lain, Rusia dalam Posisi Normal menghadapi tantangan meluasnya eskalasi perang, meskipun dihantam sanksi-sanksi maupun tekanan nasional maupun internasional.
Kalau tujuan ideologis dalam kampanye perang Bush setelah serangan 9/11 di Timur Tengah dan Afghanistan selaluberubah ubah, atau dimandatori oleh seperangkat otorisasi hukum yang memberikan ruang diskresi untuk memperluas perang, maka di Perang Ukraina ini sangat berbeda karena corak kebijakan perang dalam kepemimpinan Bidendalam lawatan mendadaknya ke Ukraina menahbiskan sokongan tidak terbatas setelah pengucuran $111 milyar lebih anggaran bantuan untuk Ukraina, itu hampir persis dengan kampanye perang Obama di Suriah untuk melawan ISIS yang membawa dampak pengucuran anggaran AS sebesar58.000 triliun Rupiah. Perbedaan mencolok ini diyakini, karena banyak pakar militer tidak yakin dengan kehadiran ratusan ribu pasukan dapat membawa dampak signifikan dibanding bantuan ekonomi serta pengiriman satuan khusus yang membantu serta melatih pasukan ukraina. Hal mana gelagat bantuan militer sedemikian rupa dapat memperpanjang status perang ukraina menuju perang abadi.
Dalam katagori sifatnya, Putin akan bergerak lebih maju, apabila ditekan oleh variant tekanan Barat, hal itu menghadirkan Konflik yang bisa diwariskan ke genaris berikutnya bagi para pihak yang terlibat dalam perang Ukraina, serta menjadi Induk dari semua perang yang pernah ada di dunia, lantaran latennya peluncuran Nuklir dari kedua belah pihak.
Perang global melawan terorisme misalnya,adalah proyek yang luas dan tidak jelas kesudahannya, di mana Bush tidak hanya menargetkan Alqaeda tetapi juga konsef terorisme, yang entah bagaimana caranya bisa diperangi sampai hari ini, tentang peran signifikan apa yang dapat dicerna dariperang kontraterorisme global itu. Saat ini, banyak pakar militer AS percaya bahwa Dari 20 tahun pertama perang global melawan terorisme, AS telah belajar dengan baik, ternyata korupsi yang dilakukan mitra-mitra penerima bantuan AS dalam Perang Kontraterorisme dapat merusak kepentingan AS. Bahwa faktanya, terlalu banyak para komandan satuan kontraterorisme di negara-negara mitra AS telah melaporkan hal yang berlebihan di lapangan tentang kemajuan upaya perang kontraterorisme tersebut, mereka percaya banyak terdapatunsur penipuan kepada AS selaku donatur, yang pada akhirnya mengakibatkan perang kontraterorisme pun harus diperpanjang serta tidak berkesudahan sampai saat ini.
Mara Karlin, ahli strategi sipil terkemuka yang ditunjuk oleh Biden untuk memimpin Pentagon, menulis buku tahun 2021 tentang apa yang dipelajari AS dari perang pasca-9/11. Dalam The Inheritance: America's Military After Two Decades of War , dia merinci bagaimana perang tanpa akhir yang jelas memengaruhi moral, kesiapan, dan bahkan kendali sipil atas militer. Karlin memperingatkan bahaya "bereaksi berlebihan terhadap ancaman dan serangan, seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam menanggapi serangan 11 September 2001" dan "kurang menanggapi, seperti yang telah dilakukan Amerika Serikat dalam ketidakmampuannya yang terus-menerus untuk mengenali dan bertindak. tentang meningkatnya ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh China dan Rusia terhadap tatanan global yang dipimpin AS selama sekitar satu dekade terakhir."
Ini mengisyaratkan ternyata ada seorang pemimpin utama Pentagon pada tahun 2021, lebih mengkhawatirkan tentang reaksi positif AS yang kurang terhadap Rusia daripada potensi perang tanpa akhir lainnya, serta menunjukkan betapa besar komitmen seorang ahli strategi terkemuka dalam pemerintahan Biden terhadap pertarungan jangka panjang AS.
Bagaimana Ukraina bisa menjadi perang abadi Amerika berikutnya, itu merupakan perang Paralel yang mencolok antara perang panjang AS di Irak dan Afghanistan serta suriah berbanding dengan perang yang sedang berlangsung di Ukraina adalah retorika absurd lainnya seputar konflik tersebut.
Peran AS dalam mendukung Ukraina telah dibingkai sebagai peranan ideologis. Biden bahkan sejak awal perang menggambarkan konflik Ukraina tersebut dalam istilah "kebaikan versus kejahatan", dan "demokrasi melawan otokrasi". Dia bahkan melontarkan pertanyaan dalam pidato kenegaraannya yakni "Apakah AS membela demokrasi?" "Pertahanan seperti itu penting bagi AS karena menjaga perdamaian dan mencegah calon penyerang mengancam keamanan dan kemakmuran kami", Dan pejabat senior Departemen Luar Negeri Victoria Nuland menulis dalam kesaksiannya kepada Kongres bulan lalu bahwa "pertarungan Ukraina lebih dari sekedar Ukraina; ini tentang dunia yang akan diwarisi oleh anak dan cucu kita sendiri."
Pemerintahan Biden mungkin percaya Retorika seperti itu, tetapi faktanya banyak Perjuangan ideologis tidak begitu mudah untuk dimenangkan.