Mohon tunggu...
Asgaf Saggaf DC
Asgaf Saggaf DC Mohon Tunggu... -

Aku_Meletakkan Imajinasi Di Atas Karya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lubang Jalan Kubang Maut

3 Februari 2014   14:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:12 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391413887160599831

sumber; karikatur padang ekspres.co.id

Batas kota diguyur hujan dan jalanannya pun basah. Suasana sore ramai oleh kendaraan orang-orang yang pulang kerja, nampak tubuh kecil basah kuyup memecah perhatian, tangannya yang kurus menyeret karung berisi tanah. Tak ada yang peduli. Mereka pengguna jalan tetap saja lewat tak hirau lakon si anak di tengah jalan. Payungnya tak berkembang sengaja diselipkan belakang punggung, seakan membiarkan butiran hujan terjun bebas diatas kepala. Uddin, begitu anak inidisapa.

Hujan pun reda, pakaian Uddin tetap terlihat basah. Hujan yang reda tak meredakan proyeknya yang berlangsung. Proyek benahi kubangan di jalanan. Ya, Uddin memang tengah sibuk mengangkat tanah untuk menimbun aspal yang berongga, rongga yang diameternya mampu menelan anak kambing, rongga yang terlihat jelas oleh pengendara. Namun pengguna jalan hanya berlalu hindari rongga yang bikin bingung jika dihitung lewat jemari. Memang hujan telah reda, tapi pakaian Uddin masih terlihat basah sebab butiran keringat yang mengembun di balik baju, nafasnya berirama iringi setiap gerakannya.

Setelah jalanan terlihat rata, Uddin pun duduk lepas, lelah yang tadinya terasa menggerogoti tubuh perlahan kembali dapat aliran energy. Angin lembut menyapa menyejukkan suasana. Uddin bangkit dari duduk bertolak dari titik jedahnya. Sementara di ujung barat mentari mulai memerah yang menegaskan bayang-bayang pohon di sepanjang jalan, siluet yang ter-indra, langit penuh warna terlukis indah.

Tengah malam pada tiga bulan lalu. Sebuah bebek bermesin dikendarai oleh dua orang dengan lincah melaju diatas jalan yang aspalnya tak rata, berlubang dan berbukit. Peselancar roda memang butuh keahlian lebih agar mampu taklukkan gelombang jalan yang datang menghadang. Ya, mereka berselancar menunggangi bebek roda berlomba dengan waktu, zigsat di arah yang lurus mengharuskannya nambah kecepatan agar bisa tiba ditujuan lebih awal.

Peselancar roda melewati Jalan yang lampu penerangnya tak cukup membantu, beruntung rute ini masih ramai di malam hari. Dari jauh bak cahaya kunang-kunang, ini terlihat dari sorot lampu kendaraan yang berkecepatan tinggi. Cahaya itu bergerak berevolusi dengan cepat, dari titik cahaya tiba-tiba menjadi cahaya yang jatuh kewajah menyilaukan pandangan penunggang bebek beroda dua. Seperti kompak saja, lubang seukuran kubangan kambing hadir menguji konsentrasi.

Prakk, phak.. prakk, praahkkas. bunyi sesuatu, yang terjadi begitu cepat hingga tuas rem tak mampu hentikan durasi peristiwa. Bebek terbaring kapar dalam kubangan dengan roda-rodanya masih terputar bebas, tak jauh, sorot terang lampu oto selusin roda mengarah tajam ke trotoar. Titik darah pada roda nodai aspal_dihapus tetap membekas.

Oto bengkak muatan, awaknya mulai was-was sebab tak menemukan penunggang kendara di area kubang tidur bebek beroda, tidak ada tanda, tak terdengar nafas apalagi dengkur. Selang waktu sesaat setelah nyisir zona insiden, tertangkaplah suara sahutan temuan tubuh terinjak bang oto. Naas sungguh terlihat iba, jasad tak bernyawa terjepit rapat oleh bang ke aspal,ngilu terasa dipandang, ngilunya ke tulang sum-sum bareng hembusan angin cipta rasa gigil. Dan, tak ada yang rasa malam bertambah larut, bahkan dendang binatang malam pun tenggelam oleh bising ribut kendara yang bergerak lamban.

Sejurus kemudian polisi telah hadir amankan jalannya evakuasi, Oto jenazah dihubungi segera, untunglah warga turut bantu ngurai lalulintas yang pada mampet. Sementara di pojok jalan tak jauh dari titik kejadian, sebuah kedai kopi kini ramai pengunjung. Petandang kedai, mereka singgah untuk melepas penak dari hadang jebak labirin kendaraan yang jalannya tersendat-sendat. Dari dalam kedai nampak jelas terlihat ke luar, sebuah proses evakuasi lakalantas yang masih berlangsung, sang polisi sibuk di tengah tugas ngorek keterangan warga yang nyaksikan tragedi luka lintas. Di sudut lain pada lubang jendela. Jurumudi oto bengkak muatan penyebab bala jalanan tertangkap pandang bersama konconya diamankan ke kantor polisi terdekat.

Masih di kedai kopi, asap dapur terlihat mengepul. Secangkir kopi hangat tersaji di atas meja, belum habis diseruput tahu-tahu terdengar ulang temuan tubuh terapung-apung di atas semak pada gelapnya malam. Petandang kedai pun keluar ke lokasi yang dikabarkan. Lalu, tubuh yang di semak diarak ramai oleh orang-orang yang temukan, awalnya dipapah, namun perlahan orang berdatangan membantu mengangkat tubuh lunglai yang tak sadarkan diri itu, wajah mudah terlihat polos. Pada tubuhnya ada coretan merah bekas tanda cakar ranting-rantingkering, tapi syukurlah anggota tubuh tak kurang. Cuma terbesit dalam pikir, bagaimana bisa anak ini berayun diatas semak kering dengan se-jarak itu? Memang tidak terlalu jauh, tapi butuh logika untuk membenarkan. Jarak penuh misteri, antara titik kapar bebek roda, jasad tak bernyawa ditindi bang, sampai pada tubuh anak diayun semak. Jelas ini tugas polisi.

Seperti gayung bersambut, oto jenazah putih berkilau telah tiba. Warga yang berada di tempat kejadian tampak kompak pindahkan dua sosok temuan lakalantas ke atas oto yang siap memecah pekatnya malam menuju rumah sakit terdekat.

********

Di sebuah ruang rumah sakit tempat korban lakalantas dirawat, terdapat empat dipan terpakai terisi pasien. Suasananya tampak tenang mungkin karena aturan yang menginstruksikan keadaan ini. Beberapa suster cantik ramah menyapa, lalu dengan tekun mengontrol kondisi kesehatan tiap-tiap pasiennya.

Botol cairan menggantung di atas kepala, bulir cairan jatuh menetes demi tetes dari botol mengalir lewati rongga selan yang berbuntut jarum nembus lapisan kulit si pasien.

Pada pojok kiri ruang dekat jendela. Tampak seorang Ibu duduk di pinggir dipan tengah awasi anaknya dalam pembaringan, sang Ibu terlihat lebih tenang saksikan anaknya siuman dengan segera memanggil suster yang berada pada dipan sebelah gantikan cairan pasien lain. Suster mendekat, melihat menyesuaikan nama pada daftar pasien yang ada di tangannya. Suster menyapa menyebut nama si pasien, “Haeruddin Naba, yah?”, tanya suster terdengar ramah. Sang Ibu menjawab dengan anggukan saja sebab pandangannya tak ingin lepas dari jangakuan si anak. “Syukurlah anakku sudah sadar Sust”, kata sang Ibu setelah terdiam sejenak amati perkembangan anaknya. Nada suaranya bergetar parau dan sesekali dia menyeka embun mata dengan saputangan yang sudah lembab.

Sementara Uddin telah terbangun, ia memutar pandangan ke semua sudut ruang. Uddin merasa asing dengan pemandangan yang diindranya, kecuali sosok Ibu yang berada tepat di hadapannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun