Mohon tunggu...
Asfa Widiyanto
Asfa Widiyanto Mohon Tunggu... -

Pemerhati masalah sosial politik dan keagamaan, menyelesaikan postdoc di jurusan political science dan Islamic studies di Universität Marburg dan Universität Bamberg, Jerman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres Menjadi Opium Kaum Terpelajar

9 Juli 2014   13:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:53 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilpres sudah menjadi candu (opium) yang menjadikan sebagian kaum terpelajar kehilangan daya kritisnya. Sebagian mereka dengan begitu saja menerima informasi yang beredar di dunia maya, tanpa melihatnya secara kritis, dan bahkan sebagian mereka ikut menyebarkan berita-berita yang kurang bisa dipercaya kebenarannya. Semoga pilpres ini segera berlalu...dengan membawa hasil terbaik dan maslahat...dan bangsa terjaga kerukunannya.

Ayat "sami'na wa ata'na" (kami dengar dan kami taat) sering digunakan sebagian orang untuk melegitimasi perlunya mengamini dan menaati informasi yang diterima dari pemimpin ormas Islam atau tokoh agama.Menurut hemat saya, ayat "sami'na wa ata'na" (kami dengar dan kami taat) itu terutama digunakan dalam konteks mendengar dan menaati perintah Allah dan rasul-Nya, Terhadap perintah Allah dan rasul-Nya kita dilarang mengatakan "sami'na wa asayna" (kami dengar dan kami abaikan).


Namun dalam hal yang lain, terutama dalam menyimak pembicaraan orang, wacana yang berkembang di masyarakat, sebaiknya kita berpegang pada isi doa berikut:Allahuma ij'alni min al-ladzina yastami'una al-qaula fa-yattabi'una ahsanah (Ya Allah jadikan saya dalam golongan orang yang mendengarkan pembicaraan/wacana, dan mengikuti yang terbaik). Salah satu kelemahan kita adalah kita seringkali menceramah orang, tapi kita kurang siap mendengarkan orang lain. Mendengarkan orang berbeda dengan kita, karena kita menganggap bahwa kebenaran sudah berpihak pada kita, atau karena yang berbicara adalah orang yang lebih muda, kelihatan kurang berpengalaman, penampilan luarnya kurang bagus dan sebagainya,
Ilmu pengetahuan itu bisa berkembang salah satunya dengan dialog, dengan mengembangkan argumen, dan menyimak argumen orang lain. Itulah ruang gerak dan aktivitas utama akademisi, baik "developing young scholars" maupun "experienced scholars". Jadi "experienced scholars" pun tetap harus mengembangkan argumen mereka, tidak berhenti belajar.
Dan dalam menyikapi pemberitaan di media massa dan dunia masa, kaum terpelajar  perlu mencari dan memilih sumber yang dapat dipercaya. Dan dalam mencerna berita, mereka perlu membedakan antara "realitas media" dan "realitas sebenarnya"', karena memang tugas mass-media itu untuk "constructing reality"

.Ketika sebagian masyarakat menyatakan, "milih pemimpin itu dengan lihat "masa depan"-nya, visi misinya seperti apa, bukan dengan melihat "masa lalu"-nya. Kaum terpelajar sebenarnya punya kewajiban moral untuk menjelaskan bahwa untuk memilih pemimpin, track record (bahasa awamnya, "masa lalu") itu penting, untuk melihat pengalaman dan riwayat profesionalnya, apakah ia mempunyai track record yang memadai untuk mewujudkan visi misi (yang biasanya sangat ideal) tersebut. "Masa lalu" itu istilah awam, istilah public administration dan political science-nya adalah track record (rekam jejak). Untuk daftar CPNS aja perlu mencantumkan daftar riwayat hidup, misalnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun