Teori normatif media mengacu pada bagaimana media massa idealnya berfungsi di masyarakat. Dalam teori ini, media memiliki peran penting sebagai pengawas kekuasaan, penyedia informasi yang akurat, serta menjadi sarana partisipasi publik dalam proses demokrasi. McQuail (2010) menekankan bahwa media harus beroperasi dengan tanggung jawab sosial, memastikan bahwa informasi yang disampaikan berimbang dan obyektif, serta menjaga hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar.
Di Indonesia, media telah memainkan peran signifikan sejak reformasi 1998, dengan kebebasan pers yang lebih terbuka dibandingkan era sebelumnya. Namun, meskipun kebebasan ini memungkinkan media untuk bertindak lebih kritis, realitanya, kendali politik dan ekonomi masih membatasi independensi media. Kepemilikan media oleh beberapa oligarki yang terhubung dengan elit politik menyebabkan pemberitaan sering kali berpihak. Hal ini semakin terlihat dalam periode pemilu, di mana beberapa media condong mendukung kandidat yang sejalan dengan kepentingan pemiliknya (Dahlia & Permana, 2022).
Tantangan baru muncul di era digital, di mana disinformasi dan kampanye politik melalui media sosial semakin menyulitkan media untuk menjalankan fungsinya. Menurut Masduki (2021), fenomena ini sering kali diperburuk oleh kehadiran buzzer politik yang mengarahkan opini publik dengan manipulasi informasi. Fenomena ini membuat banyak media besar melakukan self-censorship, karena takut diserang oleh kelompok politik tertentu. Kondisi ini tentu saja merusak kualitas demokrasi, di mana media yang seharusnya menjadi ruang diskusi publik malah terjebak dalam dinamika politik partisan.
Meskipun demikian, masih ada upaya dari jurnalis independen dan organisasi media alternatif yang berusaha mempertahankan integritas pemberitaan. Mereka bekerja keras untuk mengembalikan peran media sebagai penjaga demokrasi, meskipun harus menghadapi tantangan besar dari segi politik dan ekonomi (Hariyadi, 2018). Ini menunjukkan bahwa peran media sebagai pilar demokrasi di Indonesia masih belum sepenuhnya ideal, namun perbaikan dan resistensi dari pihak-pihak independen terus berjalan.
Referensi:
Dahlia, R. R., & Permana, P. A. (2022). Oligarki Media dalam Pusaran Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2019 Menuju 2024. POLITICOS: Jurnal Politik dan Pemerintahan, 2(1), 65-81. https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/politicos/article/view/4091
Masduki. (2021, October 21). Media Control in the Digital Politics of Indonesia. Media and Communication, 9(4). 10.17645/mac.v9i4.4225
McQuail, D. (2010). Mass Communication Theory. London: SAGE Publications, 6. https://www.bou.ac.ir/portal/file/?171392/Mass.Communication.Theory.6th.Edition-(McQuails)-.pdf
Runtuhnya Pilar Demokrasi, Politik Kuasa Media Partai Perindo Di MNC Grup. (2018). Dynamic Media, Communications, and Culture: Conference Proceeding, 1, 110-130. http://e-journal.president.ac.id/presunivojs/index.php/DIMCC/article/viewFile/512/323
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H