Mohon tunggu...
Arif Setyawan
Arif Setyawan Mohon Tunggu... lainnya -

pendidik sekaligus pemulung

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu

22 Juni 2012   20:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:39 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

oek..oek..oek!!! “cupcupcup sayang”

Kopi! buruan!!! “iya”

pijit!!! “sebentar”

dasar goblok! (plak), meneteslah air mata dari kelopak matanya yang sakral.

itukah ibu?

_______________



Gadis perawan bertahta ukir pesona,

melangkah kaki menginjak pertiwi,

menitis Kama Ratih dalam pangkuannya.

Pantat cantik berisi,

dada padat menggoda.

Jejakajejaka tunduk dalam lakon perang diri

hilang daya digdaya tinggal mengada.

_________

Sampai akhirnya,

janur kuning itu tunduk melengkung.

Perawan jejaka saling berbalas senyum,

mendamba hidup yang lama tercita.

Waktu berjalan pelan terlampaui,

sang gadis tlah dipanggil ibu

sang jejaka disapa bapak.

Dan seorang anak kecil

menggerakkan senyum kecil tuk keduanya.

_________

Kama Ratih entah kemana,

lupa akan tempat persinggahannya

sebab cemburu dengan si jabang dulu.

Kama Jaya mulai  murka

menatap amuk perilaku Ratih durhaka!

Kalau tidak,

sebaliknnya yang terjadi...

lalu aku berkata,

untukku, untukmu, untuknya, dan untuk semua...

_________

asal kau tahu!

aku telah bosan,

melihat ibu yang menangis.

Menyuguhkan pipi mulusnya

menjadi ajar titis pukulan bapak.

aku menjadi migran,

menyaksikan emak bak kacung

bangun sebelum kokok jago

dan tidur menjelang kokok jago.

aku marah,

menyaksikan bunda memeras keringat

sementara bapak asik mabuk, judi,

bahkan main wanita.

_______

dan..asal kau tahu!

aku penat,

melihat ibu karirku

berlapis deodorant dan bedak non mercuryhidrocynont

bekerja tak ingat keluarga.

aku benci,

melihat mami klabing

membawa lelaki selingkuhan pulang.

aku muak,

melihat mama sakau

tergolek lemas di kamar mandi

diiringi racauan yang tak jelas.

_________

Cukuplah kiranya keganjilankeganjilan itu,

berhentilah mengimpor rumus-rumus feminisme.

Keganjilankeganjilan menjadikan ibu tak menjadi ibu,

rumus-rumus feminisme

menjadikan wanita brutal melebihi lelaki

Asetyawan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun