Sebagai pemimpin pembelajaran, guru dapat berperan sebagai educator, manajer, motivator, fasilitator, coach, mentor, maupun administrator bagi peserta didiknya. Namun peran paling penting adalah sebagai agen perubahan dan transformasi di dunia pendidikan. Coaching menjadi salah satu proses 'menuntun' belajar murid untuk mencapai kodratnya. Sebagai seorang 'pamong'. Guru dapat memberikan 'tuntunan' melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.
Proses coaching sebagai sebuah latihan menguatkan sistem Tut Wuri Handayani, yang mengikuti/mendampingi/mendorong kekuatan kodrat murid secara holistik, berdasarkan cinta kasih dan persaudaraan tanpa pamrih. Tanpa keinginan ingin menguasai dan memaksa. Murid seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta kasih. Ketika mendengarkan murid, guru belajar mengenali kekuatan dirinya juga mengenali murid secara mendalam.
Coaching menjadi pendekatan yang memperdayakan peserta didik, rekan sejawat dan warga sekolah lainnya sehingga dapat mengembangkan kompetensi diri agar menjadi guru yang dapat mengarahkan, mengatur, memodifikasi diri secara mandiri.
Dalam memberdayakan peserta didik akan terlihat dalam pembelajaran berdiferensiasi dengan  menggali kebutuhan belajar dan lingkungan melalui peran coach agar memfasilitasi seluruh individu di sekolah yang dapat meningkatkan kompetensinya secara aman dan nyaman. Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan dalam peran coach sebagai contoh menetapkan alur dan tujuan pembelajaran yang berorientasi pada murid.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar. Tiga  aspek kebutuhan belajar murid adalah kesiapan murid, minat murid dan profil belajar murid. Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat dilakukan di kelas, tentu saja memerlukan strategi khusus dalam penerapannya dengan menggunakan tiga strategi, yaitu: diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk.
Melalui aktivitas coaching dalam pembelajaran berdiferensiasi memiliki tujuan meningkatkan dan membiasakan belajar mandiri peserta didik, sedangkan aktivitas coaching dalam pembelajaran sosial emosional (PSE) diharapkan guru dapat memberdayakan siswa dalam hal mengelola diri sendiri, memantau diri sendiri dan memodifikasi diri sendiri. Hal ini dapat di lihat dari tujuan coaching mengubah efektivitas pengambilan keputusan, paradigma berpikir (mental model), dan persepsi serta membiasakan refleksi.
Dalam efektivitas pengambilan keputusan peran coaching dalam pembelajaran berdiferensiasi mampu mengevaluasi pembelajaran berdasarkan data untuk evaluasi berkelanjutan sehingga terlihat tingkat pencapaian murid. Sedangkan dalam pembelajaran sosial emosional peran coaching mampu menganalisis dari percakapan dengan coachee sehingga mampu mengambil keputusan untuk perkembangan murid secara holistik; Â bukan hanya intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter.
Dalan paradigma berpikir seorang coachee mampu fokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu lebih banyak, memiliki kesadaran diri yang kuat dan membantu coachee melihat peluang-peluang baru. Mengintegrasikan KSE dalam pembelajaran social emosional peran coach adalah memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan yang positif, menetapkan dan mencapai tujuan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pembelajaran berdiferensiasi dalam menselaraskan tujuan coaching dalam hal persepsi serta membiasakan refleksi adalah cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan murid belajar murid dengan mendengarkan dan bertanya melalui metode RASA.
RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Pada receive berarti menerima/ mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee dengan memperhatikan kata yang diucapkan. Memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat. Saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama dan mengkonfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai. Dan pada bagian terakhir adalah mengajukan pertanyaan berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum, selanjutnya ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya. Pertanyaan harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi. Menggunakan format pertanyaan terbuka menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana, selanjutnya hindari menggunakan pertanyaan tertutup: "mengapa" atau "apakah" atau "sudahkah".