Mohon tunggu...
Asep Sumpena
Asep Sumpena Mohon Tunggu... Auditor - Suka mengamati

Suka hal-hal sederhana yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Barang Murah di Luar Negeri

30 Juli 2012   03:55 Diperbarui: 8 Juli 2015   16:02 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_197105" align="aligncenter" width="573" caption="Omiyage / omiyageblosg.ca"][/caption] Waktu dulu kami mau berangkat ke Jepang untuk mengikuti program AOTS, bahkan sebelum belajar bahasa Jepang kami sudah menghapal satu kata baik dalam tulisan latin / romaji, katakana, hiragana maupun dalam bentuk kanji yakni kata ‘omiyage’ yang artinya oleh-oleh. Ya, betul oleh-oleh. Kalau kita pergi ke luar daerah atau ke luar negeri, maka salah satu yang menjadi tujuan kita adalah membeli oleh-oleh buat keluarga di rumah, teman dan tetangga – yang terakhir mungkin bagi yang kenal sama tetangga, karena banyak diantara kita yang tidak kenal kepada tetangga. Hiks. Pada saat kami tiba di Yokohama Kenshu Centre (YKC) dan mendapati kamar yang kami tempati sudah lengkap hanya tinggal peralatan mandi yang tidak ada. Maka setelah sampai di sana tujuan kami adalah mencari informasi supermarket terdekat untuk membeli peralatan mandi dan sekalian mencari oleh-oleh khas Yokohama. Kami menuju ‘supaa’ JUSCO yang terletak beberapa ratus meter dari YKC. Tiba di sana kami memasuki suasana supermarket yang tidak jauh-jauh amat dengan suasana supermarket di Indonesia, hanya bedanya kemasan barang-barang di Jepang sungguh beraneka warna, supaya menjadi daya tarik bagi konsumen yang membelinya. Di mana tingkat persaingan cukup ketat, maka warna, desain dan bentuk kemasan menjadi daya tarik sendiri untuk menggaet calon pembeli di samping kualitas dari produk itu sendiri. [caption id="attachment_197106" align="aligncenter" width="400" caption="Barang Jualan di Jepang / theoniomaniac.com"]

13436197391521859817
13436197391521859817
[/caption] Di sana kami bertemu dengan beberapa orang yang sebagian berpostur mirip orang Indonesia dan sebagian mirip orang India. Setelah berkenalan dengan mereka ternyata mereka berasal dari Nepal. Negara yang terkenal dengan gunung Himalaya-nya itu. Ternyata postur mereka sungguh beragam dan sebagian dari mereka mirip postur orang kita. Bahkan kartu nama mereka pun agak lain lebih sempit dan agak panjang, mungkin mengikuti bentuk negera mereka yang sempit dan memanjang diapit oleh dua Negara besar India dan China. Perkenalan dengan mereka menuntun kami ke suatu bagian supermarket yang sejak saat itu hingga selama berada di negara ini selalu kami kunjungi yakni ‘hyaku-en shop’ atau toko serba seratus yen. Di mana semua barang-barang di sana berharga seratus yen, sekitar delapan ribu rupiah saat itu (1999) dan dua belas ribuan saat ini. Cukup murah untuk ukuran Jepang. [caption id="attachment_197108" align="aligncenter" width="250" caption="Hyaku-en Shop / japan-guide.com"]
13436200061327617091
13436200061327617091
[/caption] Sungguh senang menemukan tempat itu, karena dahaga kami akan oleh-oleh sepertinya akan terpuaskan. Maksudnya bisa membeli oleh-oleh khas Yokohama / Jepang dengan harga miring. Maklum. cukup banyak juga jiwa-jiwa yang harus mendapat oleh-oleh dari kami. Jadi kita harus pintar-pintar mengatur budget untuk itu. Tapi kami agak kecewa, karena sebagian besar oleh-oleh yang berbentuk souvenir ada tulisam ‘made in china’. Tapi, akhirnya kami memilih beberapa barang buatan Jepang, lalu barang khas Jepang buatan China dan barang yang universal buatan manapun. Yang penting dapat oleh-oleh. Hehe. Setelah keluar dari “hyaku-en shop’, kami menuju ke supermarket untuk membeli peralatan mandi. Saya mengambil sabun dan pasti gigi yang benar-benar buatan dan merek Jepang, untuk mencoba yang khas negeri ini. Karena di Jepang yang katanya proteksi terhadap import dari luar negeri sangat ketat, ternyata cukup sulit mendapatkan cendera mata buatan Jepang di negerinya sendiri. Mungkin dampak globalisasi yang tidak bisa dibendung siapapun. Kami juga membeli beberapa roll film buat memotret, karena saat itu belum populer kamera digital. Jadi belasan roll film kami beli untuk mengabadikan momen-momen penting selama di negeri Sakura ini. Ada beberapa kejadian menarik mengenai film kamera ini, terutama mengenai proses cuci cetak sewaktu di Jepang. [caption id="attachment_197109" align="aligncenter" width="500" caption="Roll Film / photographersdirect.com"]
1343620069325822857
1343620069325822857
[/caption] Satu teman karena terlalu banyak membeli film, maka tercampur antara yang sudah dipakai dan yang belum, maka ketika dia membawa tiga roll film dan dicuci di toko, hasilnya dua diantara tiga roll film tadi isinya kosong artinya masih baru belum terpakai tapi sudah di cuci. Petugasnya seorang gadis Jepang dengan tersipu-sipu nyindir menjelaskan kepada teman saya tadi yang akhirnya tertawa bersama. Cerita yang lain, ketika kami dipotret pada saat berendam di ‘onsen’ (spa Jepang), lalu ketika filmnya dicuci di suatu toko di sana, langsung di sensor baik film maupun hasil cetakannya. Luar biasa UU tentang ‘pornografi dan pornoaksi’ rupanya sudah diterapkan di Jepang sejak belasan tahun yang lalu. Hehe. Satu dekade sudah lewat, ada banyak hal terjadi dalam hidup ini pertama gencarnya produk-produk China sudah membanjiri pula ke haribaan negeri tercinta ini, dan kedua rasanya sudah agak-agak lupa kita menggunakan kamera analog yang memakai film yang sekarang sudah digantikan dengan kamera digital yang cukup canggih dan mudah dipakai itu. Dengan perubahan hubungan antar negara yang semakin terasa ‘borderless’ ini dan juga kemajuan teknologi yang demikian pesat, sudah saatnya juga kita menyiasati zaman ini supaya jangan sampai ketinggalan. Salam.

Silakan baca kisah sebelumnya di sini

Silakan baca kisa selanjutnya di sini.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun