Oleh Asep Sumpena (281) Membicarakan hewan peliharaan tidak akan habis-habisnya. Ada kenalan sorang ibu yang mempunyai seekor anjing yang sangat penurut dan pintar, setiap ibu datang selalu disambutnya dengan heboh dan ceria, demikian juga kalau diperintah apapun dia pasti akan menurutinya. Suatu saat anjingnya sakit dan akhirnya mati karena sudah tua, maklum usia harapan hidup anjing lebih pendek dari pada manusia. Si ibu menangis dengan sedihnya seperti kehilangan anak kandungnya saja. Semenjak itu ibu tadi tidak mau memelihara binatang peliharaan lagi. Nah, sekarang saya mau bercerita tentang binatang peliharaan keluarga kami. Ada banyak binatang yang sempat kami pelihara, namun saat ini saya mau bercerita mengenai kucing dan anjing.
oooOooo
Dulu adik saya yang laki-laki diajak kerabat main ke kampung sebelah, salah satunya main ke rumah Bi Edah, karena di sana ada induk kucing sedang punya anak yang sedang lucu-lucunya maka adik saya mau seekor. Pulang ke rumah dia membawa seekor kucing bermotif belang-belang kelabu campur putih. Karena yang memberi namanya Bi Edah, maka kucing ini pun kami namai Si Edah karena jenis kelaminnya juga betina. [caption id="attachment_286618" align="aligncenter" width="300" caption="Anak Kucing / ristizona.com"][/caption] Karena adik saya masih balita, maka akhirnya saya yang mengurusnya karena ibu, bapak dan saudara-saudara yang lain kurang suka kucing. Si Edah tumbuh besar dan sangat bermanfaat selain bisa menghabiskan sisa nasi serta tulang ikan dan ayam. Dia juga berguna untuk membasmi hama tikus di rumah, sehingga rumah kami bebas dari serangan binatang pengerat yang nakal ini. Setelah cukup umur Si Edah mulai mencari pasangan, sebelumnya sewaktu masih ABG dia tidak kegenitan untuk mencari cowok, eh kucing jantan. Namun pada waktunya dengan alami dia akhirnya mendapatkan pasangannya. Walaupun tidak sempat kami nikahkan, karena bingung juga bagaimana menikahkan kucing, akhirnya kucing kami pun mempunyai anak yang lucu-lucu. Anak-anak kucing itu sering dipindahkan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan cara dipegang tengkuknya oleh mulutnya, kalau dilihat sepintas seperti digigit dengan erat, namun setelah diperiksa tidak ada bekas luka di tengkuk anaknya itu. Menurut tua-tua ahli perkucingan, katanya, induk kucing akan memindahkan anak-anaknya sebanyak tujuh kali. Namun sepanjang pengamatan saya, Si Edah tidak selalu memindahkan tujuh kali, dari beberapa kali punya anak rata-rata tiga sampai lima kali memindahkannya, pernah juga sih tujuh kali. Apa mungkin suratan alam mengharuskan tujuh kali, namun karena kucing kami tidak sekolah sehingga tidak pandai berhitung makanya sering kurang dari tujuh kali? atau hal itu tergantung dari tingkat keamanan lokasi anaknya bersarang. Kemungkinan kedua yang kami yakini. Kalau sarang kucing berada di tempat yang bisa kami jangkau, sering kami menghampiri mereka. Dan biasanya entah karena takut atau belum kenal dengan kami, anak-anak kucing itu selalu berdesis-desis ke arah kami. Namun setelah cukup besar dan sering di ajak bermain-main, akhirnya mereka akrab dengan kami. Pernah suatu kali anak-anak kucing dipindahkan oleh induknya ke atas langit-langit rumah kami. Lalu selama dua hari kemudian kami tidak melihat Si Edah, kemudian di atas langit-langit mulai terdengar bunyi anak kucing mengeong-ngeong kelaparan. Kami juga kebingungan, lalu mencoba mencari-cari Si Edah ke pinggir sawah namun tidak ditemukan, kami kuatir Si Edah sudah mati. Dengan terpaksa, karena ini menyalahi tuntutan alam, kami naik ke atas langit-langit untuk menurunkan anak-anak kucing yang berteriak kelaparan tadi. Tentu saja agak sulit karena mereka menghindar dari kami dengan mendesis-desis seperti biasa, namun karena sudah kelaparan mereka tidak bisa pergi jauh dan kami berhasail menurunkan mereka ke bawah dengan menggunakan sarung. Sampai di bawah bunyi lengkingan anak-anak kucing itu semakin menjadi-jadi dan makin keras. Lalu kami buatkan susu adik kami yang kecil dan diberikan kepada anak-anak kucing tadi, untungnya mereka mau meminumnya walaupun masih menjerit-jerit dengan suara yang memekakan telinga. Tiba-tiba, entah datang dari mana datanglah Si Edah dengan lari sekencang-kencangnya, bahkan hampir menubruk kami dan langsung menuju anaknya yang kelaparan, menjilatinya dengan penuh kasih sayang dan kemudian menyusuinya. Dengan lahap anak-anak kucing itu menetek kepada induknya. Kami perhatikan tubuh Si Edah agak kurus dan terlihat di kaki belakangnya ada luka yang cukup besar, kemungkinan diserang oleh anjing. Rupanya, dia terluka cukup parah sehingga tidak pulang ke rumah. Namun demi mendengar suara anak-anaknya yang kelaparan dia memaksakan diri untuk datang ke rumah. Menurut para tua-tua yang berpengalaman dalam urusan perkucingan, katanya kalau kucing terluka parah dia tidak akan pulang ke rumah kecuali kalau lukanya sembuh, bahkan kalau lukanya terlalu parah dia akan mati di tempat persembunyiannya itu. Maka ketika mendengar suara anaknya kelaparan, Si Edah walau lukanya belum sembuh karena rasa sayangnya dia terpaksa melanggar aturan alam. Mereka juga senang bermain-main khususnya yang masih muda, kalau tangan kita digelitik-gelitikan ke perutnya dia akan menangkap tangan kita seolah mangsanya, bahkan akan digigitnya namun pelan. Rupanya permaianan ini selain untuk membuat hati anak-anak kucing itu riang, juga melatih kegesitannya untuk menangkap mangsanya kelak. Induknya juga sering melatihnya dengan memakai ekornya. Salah satu yang saya senangi adalah kalau tidur beserta kucing. Di malam yang dingin dengan berselimut, lalu di sebelah kaki ada kucing meringkuk sambil mendengkur khas kucing, krrrr...krrrr...krrr, rasanya menambah nyenyak tidur saya. Kadang kami sedih, kalau salah satu anaknya diminta oleh tetangga untuk dipelihara, namun harus kami ikhlaskan demi kebaikan mereka juga.
oooOooo
Cerita mengenai memelihara anjing dimulai ketika adik saya yang perempuan, bermain-main ke rumah tetangga bersama teman-temannya. Entah bagaimana ceritanya, ketika saya pulang sekolah saya mendapatkan seekor anak anjing yang gemuk dan lucu diikat dengan rafia ke pagar rumah. Saya agak kurang suka memelihara anjing apalagi anjingnya berjenis kelamin betina. Namun ketika menatap wajah polos dan lucu anak anjing tadi, timbul rasa belas kasihan dan akhirnya mengikhlaskan diri untuk memeliharanya. Si anjing kecil tadi berwarna kuning kecoklatan dengan lingkaran putih di sekitar lehernya. Untuk itu kami menamainya Si Kalung. Seiring perjalanan waktu anjing ini tumbuh besar, semakin besar semakin langsing dan setelah remaja terlihat anjing ini sangat cantik, wajah dan postur tubuhnya seperti anjing di serial TV Run Joe Run tempo dulu, bedanya tubuhnya lebih kecil, tidak ada bulu hitam di punggungnya dan betina. [caption id="attachment_286620" align="aligncenter" width="334" caption="Run, Joe, Run / 70slivekidvid.com"]
oooOooo
Demikianlah kisah binatang peliharaan kami yaitu kucing dan anjing, walaupun jenis binatang yang suka bermusuhan namun peliharaan kami ini tidak pernah sekalipun bertengkar. Setiap makhluk hidup selalu mengikuti siklus sebagai berikut : dilahirkan, melahirkan dan mati. Di dalam kehidupannya kucing dan anjing kami telah melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kami. Nah, kalau kita tidak pernah menjadi manusia yang berguna bagi diri kita sendiri, keluarga dan orang lain, masa kalah sama kucing dan anjing. Tentunya kita akan lebih dari pada mereka, karena kita diciptakan lebih sempurna dan mulia, semoga. --- NB: Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Cummunity dengan judul:Inilah Perhelatan dan Hasil Karya Festival Fiksi Anak di Kompasiana! Silakan bergabung di group FB Fiksiana Community.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H