Mohon tunggu...
Asep Sumpena
Asep Sumpena Mohon Tunggu... Auditor - Suka mengamati

Suka hal-hal sederhana yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Antara Bahasa Sunda dan Jawa

25 Juni 2012   05:08 Diperbarui: 8 Juli 2015   15:29 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption id="attachment_190483" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi / Shutterstock.com"][/caption]

Saya terbangun dari tidur yang rasanya panjang karena kelelahan dari perjalanan kemarin. Kutengok jam menunjukkan jam lima pagi, tapi kulihat di kaca jendela matahari sudah tinggi. Padahal musim panas di negeri empat musim ini masih belum resmi dimulai. Saya mandi dan mempersiapkan diri untuk memulai hari pertama belajar bahasa dan kebudayaan Jepang, dan ini adalah hari kedua saya di Yokohama Kenshu Centre.

 

Hari ini adalah hari pengujian kemampuan bahasa Jepang kami untuk menentukan di kelas mana kami harus memulai belajar bahasa Jepang, ada kelas A – basic, B – intermediate dan C – advance. Angkatan kami itu terdiri dari beberapa negara yakni Indonesia, Korea, Filipina dan Polandia. Hasil dari pengujian menempatkan saya dan dua orang kawan dari Indonesia di kelas B bersama-sama dengan beberapa orang Korea dan Filipina. Tiga kawan Indonesia lain, beberapa orang Filipina dan semua orang Polandia di kelas A, dan dua kawan Indonesia serta beberapa orang Korea di kelas C. Jadi orang Indonesia menempatkan wakilnya di semua level, Korea level menengah dan lanjut, Filipina level dasar dan menengah serta Polandia hanya di level dasar. Cukup adil rasanya.

 

Besoknya kami akan memulai belajar bahasa Jepang bersama dengan bangsa-bangsa lain. Belajar langsung di negeri asalnya dan juga diajari oleh native speaker-nya langsung. Ada perasaan senang bercampur deg-degan menghadapi hari esok. Karena belajar bahasa Jepang di sini bukan untuk mendapatkan gelar atau sertifikat semata, dimana masalah kemampuan adalah nomor dua. Tidak! Di sini mau tidak mau kita harus menguasai bahasa ini - setidaknya tingkat dasar untuk bekal menghadapi pelatihan enam bulan ke depan.

 

Untuk belajar bahasa Japang ini, kami dibekali dengan seperangkat buku pelajaran ‘Shin-Nihingo-No-Kiso’ beserta perangkat audio untuk melatih listening kami. Di Kenshu ini ada juga Computer Room untuk memperdalam belajar bahasa dan budaya Jepang berdasarkan web-based training (WBT).

 

[caption id="attachment_190484" align="aligncenter" width="300" caption="Buku Pelajaran / playimport.com"]

1340600641362134589
1340600641362134589
[/caption]

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu untuk belajar bahasa Jepang tiba, seperti biasa saya bersama teman sarapan. Untuk hari ini kami sarapan yoghurt dan Korean beef bulgogi. Saya juga membeli sebuah apel Fuji besar yang saya habiskan di kamar. Entah karena keasyikan makannya atau karena apelnya kebesaran, maka ketika apelnya sudah habis dan saya bersiap mau berangkat belajar, waktu sudah menunjukkan jam 8:50 waktu jepang, 10 menit lagi pelajaran dimulai. Wah.

 

Dengan cepat saya membawa buku pelajaran. Dengan tergesa saya menggunakan lift dari lantai tujuh ke lantai dasar menuju ruang kelas pelajaran bahasa. Suasana sudah sepi. Keadaan mencekam seolah-olah semua sudah pergi menuju bunker perlindungan di bukit sana dan saya tertinggal di pantai sendirian, sementara gelombang tsunami setinggi sepuluh meter siap menerjang pantai itu. Saya cepat sadar bahwa tidak ada pantai itu, tidak ada tsunami itu. Saya harus cepat mencari ruang kelas segera.

 

Walaupun begitu perasaan panik tetap ada, karena akan malu sekali kalau datang terlambat ke kelas. Padahal negeri ini adalah negeri yang tersohor akan disiplin dan tepat waktunya. Sedangkan saya yang berasal dari Indonesia ini, malah menunjukkan budaya jam karetnya yang sudah terkenal itu. Ini bukan munafik bung, ini hanya mau menunjukkan bahwa bangsa Indonesia pun mampu untuk disiplin dan tepat waktu juga. Rasanya berdebar-debar dadaku sambil menelusuri lorong menuju ruang kelas dan sepertinya berkibar-kibar juga sang merah-putih di dada ini. Jangan sampai Indonesia dipermalukan oleh saya karena datang terlambat, jangan sampai sang saka ini tidak berkibar lagi. Maaf agak lebay, hehe.

 

Beruntung untuk ruang kelas, saya sudah hapal nomornya tapi letaknya itu saya belum survei sebelumnya karena kemarin keasikan melihat areal lain. Dengan semangat menyala-nyala saya telusuri lorong demi lorong, dan akhirnya kutemukan ruang kelasnya. Kulihat jam sudah menunjukkanpukul 8:59, satu menit lagi pelajaran dimulai!. Ku ketuk pintu, ku buka pintu, kuucapkan salam ‘Ohayōgozaimasu’, ku langkahkan kaki memasuki kelas. Sepuluh pasang mata menatap saya sambil hatinya seperti berbicara dan mengatakan ini. Seluruh perasaan hati mareka aslinya menggunakan bahasa masing-masing, tapi di tulisan ini sudah saya terjemahkan ke bahasa Indonesia yang tidak baku, supaya lebih mudah.

 

Sensei (orang Jepang), ’Kasian orang ini, apa baru bangun tidur ya, sudah sarapan belum dia? Tapi untungnya pas datangnya jadi tidak malu-maluin, hehe”

 

Teman sekelas (orang Korea dan Filipina), ‘Untung gue tidak terlambat seperti orang ini, jadi tidak malu-maluin. Orang dari negeri mana sih? hehe

 

Teman sekelas (orang Indonesia), ‘Ngapain aja lu, kok datang ampir telat, Malu-maluin aja. Nggak kayak gua - on-time, hehe’.

 

Anggapan-anggapan tadi akhirnya buyar karena dengan cair dan ramah si sensei mempersilakan saya duduk di sebuah kursi kosong bersebelahan dengan seorang gadis Korea. Bangku kami menghadap papan tulis, sebelah kiri kami tegak lurus ke arah bangku kami diisi oleh seorang teman Indonesia dan 3 orang teman dari Filipina dan Korea demikian juga sebelah kanan kami.

 

Hajimemashou’ - Pelajaran dimulai. Pada mulanya kami masing-masing diminta berkenalan dulu memakai bahasa Jepang.

 

Watashi no namae wa Asep desu

Watashi wa Indoneshia kara kimashita’

Yoroshiku onegaishimasu

 

Maka pelajaran bahasa Jepang pun mengalir dengan lancar, tanpa bantuan bahasa asing lainnya hanya dengan bantuan gambar dan gerakan kami belajar bahasa ini dengan antusias.

 

Yasumimashou’, sensei berujar sampai membuat gerakan istirahat, kami pun mengerti bahwa waktunya istirahat sebentar sebelum dilanjutkan lagi.

 

Setelah selesai pelajaran, di kamar saya merenungkan mengapa begitu mudah menangkap pelajaran bahasa asing yang diajarkan oleh orang asing dengan pengantar bahasa asing pula. Kemungkinan sistem atau metoda belajarnya yang simple dan menarik. Walau mungkin ada unsur culture approaching juga. Yang saya maksudkan adalah bahwa cara pengucapan bahasa Jepang, hentakannya mirip seperti kita berbicara bahasa Sunda dan juga ada beberapa kata yang kalau diucapkan mirip bahasa Jawa, contohnya:

 

Watashi wa ikimasu’ (artinya saya pergi, dibacanya ‘watashi wa ikimas’, seperti ‘iki mas…’).

 

Suasana gembiralah yang menurut saya akan membuat kita mudah menyerap setiap pelajaran. Lalu bagaimana dengan pola pendidikan kita yang begitu memaksakan target kurikulum dan hanya membebani anak didik, akankah membuat mereka gembira?

 

Salam.

Silakan baca kisah sebelumnya di sini

Silakan baca kelanjutan kisah ini di sini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun