Pengertian Transfer Pricing dan Hubungan Dengan Penerimaan Negara
Tranfer Pricing mencuat ketika adanya beberapa perusahaan multinasional dalam melakukan praktik penghindaran pajak dengan cara mengalihkan laba dari negara yang bertarif pajak tinggi ke negara negara bertarif rendah. Walau transfer pricing legal tetapi cara ini dianggap tidak bermoral karena cara penghindaran pajaknya bersifat masif. Padahal penerimaan pajak dari suatu tempat perusahaan multinasional beroperasi cukup berpengaruh terhadap total penerimaaan pajak negara tersebut.
OECD (The Organisation for Economic Cooperation and Development) mengartikan transfer pricing sebagai harga yang ditentukan dalam transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan multinasional dimana harga transfer yang ditentukan tersebut dapat menyimpang dari harga pasar wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka dapat menyimpang dari harga pasar wajar karena posisi mereka yang berada dalam keadaan bebas untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagi korporasinya.
Dalam praktik transfer pricing terdapat dua kelompok dalam melakukan transaksi transfer pricing, yaitu intra-company (transfer antar divisi dalam satu perusahaan) dan inter-company (transfer antar dua perusahaan yang mempunyai relationship). Dalam melakukan transaksinya bisa dalam negara (domestik) atau antar dua negara (internasional).
Abuse of transfer pricing ternyata tidak hanya bisa dilakukan ke negara yang mempunyai tarif pajak yang lebih rendah (tax heaven countries). Tetapi abuse of transfer pricing bisa dilakukan ke perusahaan dalam satu grup di negara yang lebih tinggi tarif pajaknya sepanjang perusahaan di negara tersebut sedang mengalami kerugian dan adanya celah perpajakan yang bisa dimanfaatkan di negara tersebut.
Jika dimaknai dari pengertian abuse of transfer pricing maka jelas praktik tersebut sangat berpotensi menyebabkan berkurangnya pendapatan negara dari sisi penerimaan pajak. Jadi hubungan antara transfer pricing dengan penerimaan negara bisa sangat signifikan.
Transfer Pricing dan Peraturan Perpajakan di Indonesia
Dalam peraturan perpajakan di Indonesia aturan tentang transfer pricing secara umum diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang No 36 tahun 2008 UU PPh. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa DJP mempunyai wewenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan kena pajak bagi WP yang mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali penghasilan kena pajak akibat transfer pricing DJP dapat menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independent, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus atau metode lainnya.
Analisis Transfer Pricing Perusahaan Sub Sektor Consumer Goods Industry
Dalam gambar diatas dapat dilihat ada 7 sampel perusahaan yang dilakukan analisis transfer pricing dengan masing-masing penjelasan bagi tiap emiten sebagai berikut :