- Pengertian Manajemen
   Manajemen didefinisikan oleh Follet Parker (Daft dan Steers, 1986:67) sebagai "the art of getting things done through people" atau diartikan lebih luas sebagai "proses pencapaian tujuan melalui pendayagunaan sumber daya manusia dan material secara efisien" (Buford dan Bedeian, 1988:78). Manajemen yang berkenaan dengan pemberdayaan sekolah merupakan alternatif yang paling tepat untuk mewujudkan sekolah yang mandiri dan memiliki keunggulan tinggi. Pemberdayaan adalah memberikan otonomi yang lebih luas dalam memecahkan masalah di sekolah. Oleh karena itu diperlukan suatu perubahan kebijakan di bidang manajemen pendidikan dengan prinsip memberikan kewenangan mengelola dan mengambil keputusan sesuai tuntutan dan kebutuhan sekolah.
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau dalam terminalogi bahasa Inggris lazim disebut dengan "School Based Management" adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota ( Permadi Dadi dan Arifin Daeng, 2007:18). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tujuan sebagai berikut: (1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; (2) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; (3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah, dan pemerintah tentang mutu sekolah; dan (4) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
Dengan demikian, MBS merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatkan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS diharapkan para kepala sekolah, guru, dan personel lain di sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global. Oleh karena itu, keberhasilan dalam mencapai kinerja unggul akan sangat ditentukan oleh faktor informasi, pengetahuan, keterampilan dan insentif yang berorientasi pada mutu, efisiensi, dan kemandirian sekolah.
Ada beberapa asumsi dasar mengapa MBS diterapkan sebagai upaya dalam meningkatkan pengelolaan pendidikan? Asumsi dasar pertama, yaitu sekolah dipandang sebagai suatu lembaga layanan jasa pendidikan yang memposisikan kepala sekolah sebagai manajer pendidikan. Kepala sekolah dituntut bertanggung jawab atas seluruh komponen sekolah, dan harus berupaya meningkatkan mutu pelayanan dan mutu hasil belajar yang berorientasi kepada pemakai, baik internal (siswa), maupun eksternal (masyarakat), pemerintah, maupun lembaga industri dan dunia kerja.
Berkaitan dengan harapan untuk menghasilkan mutu yang baik, konsep MBS memperhatikan aspek-aspek mutu yang baik yang harus dikendalikan secara komprehensif, yaitu: (1) karakteristik mutu pendidikan, yang meliputi input, proses, maupun output; (2) pembiayaan; (3) metode penyampaian bahan pelajaran; dan (4) pelayanan kepada siswa dan orang tua/masyarakat.
- Itulah hal-hal yang melandasi keyakinan bahwa pengambilan keputusan dalam merancang dan mengelola pendidikan seharusnya lebih banyak dilakukan di tingkat sekolah. Namun demikian, sekolah tidak memiliki kapasitas untuk berjalan sendiri tanpa menghiraukan kebijakan, prioritas, dan standarisasi yang diamanatkan oleh pemerintah yang telah ditentukan secara demokratis atau politis.
- Â
- Manajemen Pembelajaran
- Manajemen pembelajaran mempunyai pengertian "kerjasama untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar" (Suryosubroto, 2004 : 16). Manajemen pembelajaran dapat dilihat dengan kerangka berpikir sistem. Sistem adalah "keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi dalam suatu proses utuk mengubah masukan menjadi keluaran" (Suryosubroto, 2004 : 18).
Manajemen pembelajaran mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan belajar mengajar. Proses itu dimulai dari Perencanaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian (Suryosubroto, 2004 : 16).
a) Perencanaan diartikan sebagai langkah awal di dalam kegiatan dengan cara membagi tugas-tugas kepada guru dan siswa di dalam kelas selama proses pembelajaran. b) Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagikan dapat dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakannya, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati. c)  Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap  melalui jalur yang telah ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan. d) Proses pemantauan(monitoring), yaitu suatu kegiatan untuk mengumpilkan data dalam usaha mengetahui sudah seberapa jauh kegiatan belajar mengajar telah mencapai tujuannya, dan kesulitan apa yang ditemui dalam pelaksanaan itu. e) Proses kerjasama pembelajaran yang terakhir adalah penilaian untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak.
- Apa yang harus dikerjakan oleh manajer pembelajaran dalam kaitannya dengan pengembangan manajemen pembelajaran? Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab secara ringkas, singkat dan cepat. Sedikitnya diperlukan lima langkah besar dalam rangka pemenuhan target kegiatan tersebut, antara lain: 1) manajemen atmosfir pembelajaran; 2) manajemen tugas ajar; 3) manajemen tugas ajar dalam domain kognitif dan afektif; 4) manajemen penyajian bahan pembelajaran; dan 5) manajemen lingkungan pembelajaran. (Suherman, 2001 : 35 -- 57). Beberapa bagian terpenting dari manajemen pembelajaran tersebut antara lain: 1) penciptaan lingkungan belajar; 2) mengajar dan melatihkan harapan kepada siswa; 3) meningkatkan aktivitas belajar; dan 4) meningkatkan disiplin siswa. (Suherman, 2001 : 54). Â Selain itu dalam penyusunan materi diperlukan pula rancangan tugas ajar dalam wilayah psikomotrik, rancangan tugas ajar dalam wilayah kognitif, serta rancangan tugas ajar dalam wilayah afektif.
- Strategi pembelajaran memerlukan memerlukan perubahan paradigma yakni dari teaching ke learning atau penggabungan keduanya, yakni teaching and learning. Untuk itu diperlukan guru yang profesional.
- Guru yang profesional adalah guru yang memiliki sepuluh kompetensi. Kesepuluh kompetensi itu adalah (1) menguasai bahan, (2) meneglola kelas, (3) mengelola program belajar-mengajar, (4) menggunakan media dan sumber, (5) mengelola interaksi belajar-mengajar, (6) menilai kemampuan siswa, (7) menguasai landasan kependidikan, (8) mengenal fungsi dan layanan BK, (9) mengenal administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip penelitian.
Salah satu metode pembelajaran yang sesuai adalah CTL (Contextual Teaching and Learning). Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari faham progresivisme John Dewey. Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah. Keaktifan siswa secara individu maupun dalam kelompok merupakan obsesi hak anak untuk bermain, bersosialisasi, dan belajar hidup selaras dengan lingkungannya.
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi pula filosofi pembelajaran kontektual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan dikelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa . Sebuah strategi belajar tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari,. Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan membantu siswa melalui kedelapan komponen utama CTl : melakukan hubungan bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berfikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan assesment autenty ( Johnson 2002:25 ).