Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Interaksi Parametrik : Memodelkan Ketahanan Lima Variabel dalam Konteks Teori Cliodynamics dan QS. 56:58-73

22 Desember 2024   23:17 Diperbarui: 23 Desember 2024   00:00 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4. Rumus Parameter Ekologi dan Energi. Sumber : Pribadi 

Interaksi Parametrik Peradaban: 

Memodelkan Ketahanan Lima Variabel dalam Konteks Teori Cliodynamics dan QS. 56:58-73

Abstrak
Peradaban manusia, sebagai entitas yang dinamis dan berkembang, senantiasa menghadapi tantangan yang berasal dari interaksi kompleks antara berbagai faktor sosial, ekonomi, dan ekologis. Artikel ini menyajikan model matematika untuk mempelajari ketahanan peradaban dengan mengintegrasikan teori Cliodynamics dan tafsiran Al-Qur'an, khususnya dalam konteks Surah Al-Waqi'ah (58-73). Fokus utama dari penelitian ini adalah parameter-parameter yang memengaruhi kelangsungan hidup dan keberlanjutan peradaban, yaitu demografi, pangan, air, energi, dan ekologi. Melalui pendekatan sistem dinamis, artikel ini mengembangkan model matematika yang menggambarkan hubungan antara pertumbuhan populasi, ketahanan pangan, kelangkaan air, penggunaan energi, dan dampak ekologis terhadap daya dukung peradaban. Dengan demikian, model ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai siklus kebangkitan dan keruntuhan peradaban, serta bagaimana faktor-faktor eksternal dan internal saling berinteraksi untuk menciptakan ketegangan yang berpotensi mempengaruhi keberlanjutan peradaban. Temuan ini mengarah pada pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam, serta integrasi antara ilmu pengetahuan dan tafsiran spiritual dalam merancang kebijakan yang mendukung ketahanan peradaban di masa depan.

Pendahuluan

Pada suatu malam yang sepi di kota Fes, di bawah cahaya rembulan yang temaram, seorang pria berusia paruh baya duduk di meja kayu, dikelilingi oleh tumpukan gulungan kertas dan buku-buku tebal. Ibnu Khaldun, seorang cendekiawan Muslim besar, tampaknya berada dalam dunia yang jauh lebih luas daripada ruang sempit di mana tubuhnya terbaring. Di hadapannya, sebuah karya besar tengah ia susun---Kitab Muqaddimah, yang akan mewarnai sejarah pemikiran manusia selama berabad-abad.

Lahir di tengah kebangkitan dan kejatuhan kerajaan-kerajaan Islam, Ibnu Khaldun menyaksikan dengan cermat bagaimana peradaban bisa tumbuh megah, namun juga dengan mudah hancur dalam waktu singkat. Dengan mata yang tajam, ia melihat pola yang sama berulang-ulang di berbagai belahan dunia: kebangkitan yang disertai kemegahan, kemudian kemerosotan yang tak terhindarkan. Ia merasakan bahwa ada sebuah hukum yang mengatur jalannya peradaban ini, sebuah siklus yang tidak kasat mata namun sangat nyata.

Namun, yang membuatnya berbeda dari banyak pemikir lainnya adalah caranya memandang peradaban sebagai entitas yang hidup, yang terikat oleh hukum alam. Di tengah pergulatan intelektual ini, ia tidak hanya merenungkan sejarah, tetapi juga menggali lebih dalam tentang faktor-faktor yang menyebabkan kebangkitan dan kejatuhan tersebut. Bukan hanya faktor politik atau militer, tetapi juga faktor sosial dan ekonomi yang membentuk struktur masyarakat, membentuk keberlangsungan atau kehancuran sebuah peradaban.

Ibnu Khaldun menulis bahwa di balik setiap kejayaan, ada faktor yang lebih halus, namun sangat menentukan: kekuatan sosial yang menggerakkan masyarakat. "Asabiyyah," yang menjadi inti pemikirannya, adalah ikatan sosial yang memperkuat sebuah kelompok dan memberinya kemampuan untuk menghadapi tantangan eksternal. Namun, ibarat api yang memakan kayu bakar, asabiyyah ini juga dapat memudar seiring waktu, tergantikan oleh individualisme dan korupsi yang merusak fondasi peradaban itu sendiri.

Di luar teori sosial yang ia rumuskan, Ibnu Khaldun juga memahami pentingnya hubungan manusia dengan alam. Ia sadar bahwa setiap peradaban memiliki daya dukung yang terbatas, dan ketika batas-batas tersebut terlampaui---baik itu dalam hal sumber daya alam atau ketahanan sosial---peradaban itu akan runtuh. Ini adalah kesadaran yang melampaui zamannya, di mana ia meramalkan bahwa pengelolaan yang bijak terhadap sumber daya adalah kunci untuk mempertahankan keseimbangan dalam masyarakat dan alam.

Waktu berjalan, dan kisah Ibnu Khaldun pun berlanjut. Kitab Muqaddimah, yang lahir dari malam-malam panjang penuh renungan, menjadi salah satu karya terbesar dalam sejarah intelektual Islam dan dunia. Dalam setiap kata yang ia tulis, ada gelombang pemikiran yang melampaui batas waktu, menyarankan kita untuk melihat lebih jauh dari sekadar permukaan peradaban kita, untuk merenung tentang bagaimana kita, sebagai manusia, bisa memahami dan mengelola interaksi kompleks antara sosial, ekonomi, dan ekologi demi keberlangsungan hidup peradaban kita.

Dengan kitab itu, Ibnu Khaldun tidak hanya memberikan kita wawasan tentang masa lalu, tetapi juga menantang kita untuk berpikir tentang masa depan, tentang bagaimana kita dapat menjaga keseimbangan antara dunia yang kita huni dan peradaban yang kita bangun. Sebuah pemikiran yang hingga kini, masih relevan dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun