Teori Technological Determinism yang dikemukakan oleh Marshall McLuhan menyatakan bahwa teknologi, lebih daripada faktor lainnya, yang memengaruhi perubahan sosial dan budaya manusia. McLuhan berargumen bahwa teknologi bukan hanya sebagai alat, tetapi sebagai kekuatan yang mendominasi kehidupan manusia, membentuk cara kita berpikir, berinteraksi, dan bahkan berbicara. Dalam konteks ini, teknologi tidak lagi hanya berfungsi untuk membantu manusia, tetapi mulai menjadi pembentuk realitas kita seperti memperburuk ketimpangan sosial, mempercepat konsumsi, dan merusak ekosistem global.
Namun, ada sesuatu yang mengganggu dalam perkembangan ini. Jika teknologi terus berkembang tanpa arah yang jelas, maka manusia akan menjadi penumpang pasif di dalam kereta yang melaju menuju kehancuran. Di sinilah kita harus berani bertanya: apakah kita ingin menjadi Homo Nexus yaitu manusia yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik? Atau hanya menjadi Homo Sapiens yang menyerah pada kekuatan teknologi tanpa kontrol?
Yuval Noah Harari pernah berkata, "Di masa depan, mereka yang menguasai data akan menguasai dunia." Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah, apakah mereka yang menguasai data juga menguasai hati nurani mereka? Teknologi tidak netral. Ia bisa menjadi alat penyelamat, tetapi juga bisa menjadi pedang yang memusnahkan.
Sebagai Homo Nexus, manusia harus mengambil peran aktif. Kita harus menjadi pemimpin, bukan pengikut. Teknologi harus diarahkan untuk menyelamatkan bumi, bukan menghancurkannya. AI harus menjadi alat untuk merehabilitasi hutan, bukan sekadar meningkatkan keuntungan perusahaan. Pilihan ada di tangan kita.
Kepunahan Massal Keenam: Mitos atau Kenyataan?
Ada yang berkata bahwa manusia adalah makhluk paling cerdas di bumi. Tetapi jika benar, mengapa kita menghancurkan satu-satunya rumah yang kita miliki? Sejak Revolusi Industri, manusia telah mengubah bumi dengan kecepatan yang luar biasa. Hutan-hutan ditebang, lautan diracuni, atmosfer dipenuhi gas rumah kaca.
Teori "Great Acceleration" mengungkapkan bahwa sejak pertengahan abad ke-20, aktivitas manusia telah berkembang pesat dalam hal konsumsi energi, industrialisasi, dan polusi, yang mempercepat kerusakan alam. Fenomena ini menjadi salah satu penyebab utama terjadinya Kepunahan Massal Keenam yang sekarang sedang berlangsung. Laporan dari Intergovernmental Science-PolicyÂ
Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) mengungkapkan bahwa sekitar 25% spesies di dunia saat ini terancam punah. Proses ini jauh lebih cepat dari yang seharusnya terjadi dalam sejarah geologi, yang biasanya memakan waktu ratusan ribu hingga jutaan tahun.
Kepunahan massal keenam bukan lagi mitos. Ini adalah kenyataan yang sedang terjadi. Menurut para ilmuwan, tingkat kehilangan spesies saat ini adalah seribu kali lebih cepat daripada tingkat alami. Setiap hari, sekitar 150 spesies hewan dan tumbuhan menghilang dari muka bumi. Ini bukan hanya tentang kehilangan keanekaragaman hayati. Ini adalah kehilangan bagian penting dari ekosistem yang menjaga keseimbangan hidup kita.
Kepunahan massal ini adalah cermin dari ketidakmampuan manusia untuk hidup selaras dengan alam. Kita telah menjadi predator tertinggi yang tidak hanya memburu mangsa, tetapi juga memburu masa depan kita sendiri.Â
Namun, ini bukan kiamat yang mengakhiri semua kisah tentang manusia. Kita masih punya waktu untuk berbalik arah, tetapi waktunya semakin sedikit.