Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna dan Peran Gerakan Buruh di Era AI

6 November 2024   11:04 Diperbarui: 8 November 2024   10:14 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

AI generatif adalah software yang telah membajak bukan saja kecerdasan manusia dalam arti inteligensi, tapi juga bahkan intelektualitas karena kemampuannya untuk berpikir dan bernalar, kemudian mengambil kesimpulan dan keputusan. 

Ketika bernalar terikat kepada kaidah-kaidah mantiq, logika, filsafat, dan prinsip pengambilan kesimpulan serta proses narasi induktif dan deduktif, maka AI yang bernalar dan berpikir adalah hal yang lumrah. 

Awalnya AI dirancang untuk membantu manusia, terutama setelah search engine seperti Google tidak lagi memuaskan. Kita butuh software yang bisa diajak bicara dan memberikan jawaban dan respon langsung atas pertanyaan dan kebutuhan kita. 

Ketika kebutuhan itu dijawab dengan software semacam Google Assistant, kita saat itu masih menggunakannya untuk bahan becandaan. Kehadiran Assistant seperti itu memang kita akui sangat membantu, walaupun banyak respon dan jawabannya masih diserahkan kepada kita untuk mencarinya melalui search engine..

Lalu munculnya ChatGPT dari OpenAI. Kita langsung terpesona dengan kemampuannya. Walaupun sering mendapati kesalahan terjadi padanya, cepatnya proses koreksi dan peningkatan kemampuan oleh developer membuat kita semakin jatuh cinta. Sampai kita sadar bahwa AI generatif bisa menjadi alat yang sangat kuat.

Integrasi sistem AI ke dalam sistem ERP seperti SAP dan Oracle yang didukung transaksi cashless dan data digital membuat banyak pekerjaan pencatatan, pengelompokan, pelaporan, dan analisis data sampai kepada  rekomendasi tindakan dan kebijakan operasional bisnis bisa diambil alih sepenuhnya oleh AI. 

Pekerjaan kerah putih bukan saja terancam, tapi juga merupakan yang paling dulu menghilang dan hilang dengan sangat cepat. Kelas ekonomi menengah berkurang dengan sangat cepat.

Sementara integrasi AI ke dalam robot humanoid masih membutuhkan waktu. Pekerjaan yang menggunakan otot dalam industri manufaktur masih dapat bertahan lebih lama daripada pekerjaan kerah putih. Pekerja kerah biru masih bisa sedikit mengambil napas lebih panjang. 

Sementara dari sisi bisnis, tuntutan untuk mencapai efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi untuk mempertahankan pangsa pasar maupun untuk mematahkan dominasi pasar dan memasuki pasar baru, adopsi AI adalah sebuah keharusan. 

Walaupun tingkat kematangan integrasi AI ke dalam sistem bisnis masih dipertanyakan efektifitasnya, sehingga banyak perusahaan yang sudah mengadopsi AI masih terus berhitung ROI atas strategi AI mereka, potensi kekuatan AI yang didukung oleh kecepatan perkembangannya yang ditandai dengan hadirnya fitur-fitur baru, membuat tuntutan adopsi AI ke dalam sistem bisnis semakin kuat. 

Tak ada bisnis yang bisa bertahan tanpa mengadopsi sistem AI.

Dalam pasar tenaga kerja, harga tenaga kerja manusia akan diukur sebagai opportunity cost terhadap biaya adopsi sistem AI. Pilihan ekonomi dan bisnis tentu diarahkan kepada entitas yang mampu memberikan manfaat yang lebih besar atau harga cost yang lebih murah. 

Jika ROI dari adopsi sistem AI lebih tinggi daripada mempekerjakan manusia, maka AI akan dipilih untuk menggantikan tenaga kerja manusia. Ini artinya secara kasar, manusia dituntut, jika ingin tetap dipakai sebagai faktor produksi, untuk selalu mau menerima upah rendah atau lebih rendah dari cost yang dikeluarkan untuk adopsi AI.

Dalam konteks situasi ini, gerakan buruh dalam bentuk organiknya adalah serikat buruh dituntut lebih garang dalam membela hak-hak buruh. Tapi sikap garang ini segera melempem ketika berhadapan dengan strategi pengembangan AI dari mulai multimodel, multiagen, sampai kepada AGI dan ASpI yang mampu bertindak otonom dan menghasilkan ROI yang tinggi. ROI tinggi yang dicapai oleh AGI dan ASpI membuat kebutuhan akan tenaga kerja manusia semakin menurun, sehingga pasar tenaga kerja melemah, yang semua itu menyebabkan daya tawar buruh sangat rendah. Dalam situasi daya tawar buruh yang rendah, gerakan buruh kehilangan daya paksanya. Jika pun mogok kerja dilakukan atas desakan serikat buruh, ini malah memicu penggunaan agen AI lebih banyak, lebih luas, dan lebih dalam. 

Pada titik ini daya tawar tenaga kerja manusia harus beralih dari sebagai faktor produksi menjadi pasar. Sebab semurah apapun suatu produk jika tidak ada yang membeli, apa gunanya. ROI tinggi tidak akan dicapai dalam pasar yang sempit. 

Ketika manusia menempatkan dirinya sebagai pasar, suatu peran yang tidak bisa digantikan oleh AI, maka grand design dan strategi pengembangan AI akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi manusia. 

Masalah pasar adalah masalah utama dalam setiap tahap revolusi industri dari revolusi industri 1.0 sampai revolusi industri 4.0 saat ini, bahkan pasti adalah masalah utama dalam revolusi industri 5.0. 

Peran Gerakan Buruh

Adopsi AI dalam industri manufaktur melalui otomasi lini kerja tidak dapat dihindari, terutama untuk menjaga daya saing global dan domestik dari produk buatan Indonesia oleh perusahaan yang berorientasi pasar internasional dan memiliki pangsa pasar yang besar di dalam negeri. Tapi ROI yang tinggi tidak akan dicapai dalam pasar yang sempit dengan margin yang tipis. Untuk itu perusahan bisnis secara tidak langsung berkepentingan untuk menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi. Daya beli masyarakat yang baik hanya bisa dicapai jika masyarakat memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak. 

Tenaga kerja, konsumen, pemilik modal, teknologi, dan lingkungan adalah 5 agen utama yang menggerakan perekonomian suatu negara. Setiap agen tidak akan mampu mencapai tingkat utilitas maksimal ataupun pertambahan utilitas tanpa memperhatikan pengaruhnya pada utilitas agen yang lain. Untuk itu perlu adanya kolaborasi antar kelima aktor penggerak kelima agen ini.

Gerakan buruh bisa memulai inisiatif melakukan komunikasi dan kolaborasi dengan pihak pengusaha dan pemerintah untuk membentuk dan merumuskan peta jalan adopsi AI yang ramah pekerja, ramah konsumen, dan ramah lingkungan guna menjamin tersedia pasar yang kondusif bagi perkembangan bisnis, ekonomi, serta penerimaan pajak pemerintah.

Peta jalan  itu harus mencakup sektor industri mana saja yang boleh mengadopsi AI, besaran keluasan dan kedalaman adopsinya mencakup lini kerja yang bisa mengadopsi AI dan besaran penggunaan AI pada lini kerja tersebut, kapan relevan diadopsi, alasan yang membuat perusahaan dibenarkan mengadopsi AI, program upskilling tenaga kerja, jaring pengaman sosial bagi pekerja yang digantikan perannya oleh AI, dan opsi insentif pajak bagi adopsi AI. Pada setiap tahapnya gerakan buruh bisa mengambil peran aktif.

Ketika satu perusahaan berencana mengadopsi AI, maka serikat buruh dalam perusahaan itu harus berperan dalam negosiasi peralihannya, untuk menjamin peralihan yang adil dan menjamin pekerja yang masih dipakai tetap mendapatkan hak-haknya secara wajar. Solusi yang berkeadilan pun penting bagi perusahaan dalam jangka panjang. Sebuah perusahaan bagaimanapun akan terdampak oleh kondisi perekonomian nasional dan daerah secara umum. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun