Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Upah Buruh di Era Robot AI

19 Juli 2024   08:01 Diperbarui: 19 Juli 2024   09:12 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kehadiran Optimus, Qinglong, dan berbagai robot humanoid berbasis AI dan adopsinya ke dalam industri membuat pasar tenaga kerja menjadi sangat menantang. Sementara upah buruh menunjukkan trend meningkat selaras sumbu waktu, biaya akuisisi robot AI justru semakin rendah dengan biaya RD per unit yang semakin turun.

Biaya upah buruh merupakan grafik kurva terbuka dengan sudut yang landai seiring waktu seperti grafik fungsi penawaran, sedangkan biaya akuisisi robot AI mirip dengan grafik fungsi permintaan dengan kemiringan yang curam seiring waktu dan besaran luas adopsinya.

Kedua grafik itu jika disatukan akan membentuk titik equilibrium tertentu. Jika biaya upah buruh berada di atas titik equilibrium tersebut, maka entitas bisnis akan lebih suka mengadopsi teknologi robot AI ketimbang mengambil tenaga kerja manusia. Akibatnya upah buruh harus selalu berada di bawah titik equilibrium tertentu tersebut.

Kondisi ini akan semakin parah dengan ditemukannya material baru, mekanisme produksi baru, dan sumber energi baru yang semuanya lebih efisien, sehingga memungkinkan biaya akuisisi teknologi robot AI akan semakin murah dengan tajam. Kemiringan grafik fungsi biaya adopsi teknologi robot AI jadi sangat tajam, sehingga titik equilibrium semakin bergeser ke kiri. Ini artinya upah buruh pun akan dipaksa semakin murah jika ingin dipakai dalam industri.

Ketika biaya memproduksi listrik dengan fusi nuklir dan thorium menjadi sangat murah dan pada saat yang sama biaya pangan dan papan menjadi sangat mahal karena keterbatasan lahan, maka biaya adopsi teknologi robot AI akan menjadi sangat-sangat murah dan biaya hidup manusia semakin mahal. Ini akan semakin memperburuk upah buruh sehingga jauh dari biaya cukup hidup.

Kondisi seperti ini akan membuat sebagian tenaga kerja manusia saat ini terutama yang terlibat dalam proses produksi langsung untuk mulai melakukan perlawanan terhadap penggunaan robot AI dalam proses produksi atau mulai meningkatkan nilai dirinya di pasar tenaga kerja yang baru yang lebih bertumpu kepada maintenance sistem dan jaringan AI.

Pemerintah juga perlu melakukan regulasi yang ketat soal adopsi teknologi robot AI ke dalam industri. Sebab goncangan pada pasar tenaga kerja jika tidak dikelola secara pruden akan menimbulkan chaos pada bidang sosial, politik, dan keamanan.

Begitu juga entitas bisnis pun harus mencari rumusan strategi dan kebijakan yang menyeimbangkan sisi efisien produksi dengan kinerja pemasaran termasuk luas pangsa pasarnya. Terutama ketika pasar dari entitas bisnis itu masih manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun