Sebuah sekolah swasta melakukan banyak pengetatan biaya, bahkan anggaran tahun depan pun banyak dipangkas. Beberapa aktivitas terpaksa ditiadakan. Ini buntut dari perolehan siswa baru tahun ini yang jauh di bawah kuota. Jumlah siswa baru di sekolah swasta ini memang relatif terus menerus menurun selama 5 tahun belakang ini. Tapi khusus tahun ini, penurunannya cukup besar yaitu antara 30-50 persen, tergantung jenjang sekolahnya. Semakin tinggi jenjangnya, semakin besar penurunannya.
Tahun-tahun sebelumnya pihak manajemen bisa berkilah penurunan itu juga dialami hampir semua sekolah swasta yang ada. Sekolah swasta tersebut tidak bisa menghindari trend tersebut, kata mereka. Tapi tahun ini justru sejumlah sekolah saingan terdekatnya sudah mencapai kuota, sedangkan sekolah tersebut mengalami penurunan jumlah siswa baru yang signifikan.
Pihak manajemen pun tidak lagi bisa membangun alibi dan kambing hitam bahwa semua penurunan ini adalah akibat faktor pasar yang menyempit dan tingkat persaingan yang meningkat terutama dengan sekolah negeri ketika dihadapkan kepada data statistik tentang besaran penduduk usia sekolah, angka kelahiran, pertumbuhan penduduk, dan jumlah total seluruh sekolah yang ada di wilayah tersebut yang menunjukkan besaran pasar yang masih sangat luas.
Kesalahan sekolah ini, pertama tampaknya disebabkan dari kegagalan memenuhi kebutuhan pelanggan dan perubahan preferensi pelanggan terhadap model pendidikan serta kriteria sekolah yang baik. Terutama setelah keunggulan sekolah tersebut juga diadopsi dan dimiliki sekolah negeri melalui kurikulum merdeka.
Dalam banyak segi, sekolah tersebut tidak kalah unggul dan berkualitas dengan banyak sekolah lain di wilayah tersebut. Â
Kesalahan kedua tampaknya adalah kegagalan dalam menyampaikan keunggulan sekolah tersebut dan manfaat yang didapatkan jika bersekolah di sekolah tersebut.
Terlepas dari landskap persaingan antara sekolah negeri dan sekolah swasta, serta persaingan antara sekolah-sekolah swasta itu sendiri, juga kesalahan manajerial internal, tampaknya sekolah tersebut seperti juga banyak sekolah swasta lainnya tidak menerapkan marketing yang baik.
Sisi marketing dan kehumasan tidak digarap dengan cukup serius oleh sekolah-sekolah swasta. Selama ini aspek marketing dan kehumasan dibebankan sebagai tugas tambahan dan sambilan kepada satu atau dua orang guru yang ditunjuk. Terlepas dari ada tidaknya insentif tambahan untuk tambahan beban kerja pada guru tersebut, ini jelas membebani guru tersebut. Terlebih sekarang ini guru-guru banyak tersita waktunya untuk pekerjaan "administrasi". Akibatnya operasional marketing dan kehumasan hanya menjadi aktivitas marjinal.
Padahal aktivitas marketing dan kehumasan yang efektif di mana dijalankan dengan by objectives yang jelas dan terukur selain bisa menjamin kepuasan pelanggan yang sudah ada (dalam konteks ini adalah siswa yang sudah bersekolah di sekolah tersebut), juga akan menarik pelanggan baru (yaitu siswa baru).
Baiknya ada staf khusus untuk menangani marketing dan kehumasan sehingga program kerjanya jelas, kinerjanya bisa lebih mudah diukur, dan aktivitasnya lebih fokus serta tepat sasaran. Aspek Media dan IT bisa diintegrasikan kepada simpul marketing dan kehumasan ini.
Ini menjadi penting pada sekolah-sekolah yang jumlah siswanya tidak mencapai kuota atau bahkan terus menerus turun jumlah muridnya.