Sindrom Amien Rais, Paradigma Jokowi, dan
Prabowo Ways dalam Masyarakat Baperan
Paradigma Jokowi
Ketika benak rakyat berjejal sesak dipenuhi oleh persepsi tentang pejabat yang menjaga jarak dengan rakyat dan menuntut untuk dilayani serta diperlakukan istimewa oleh rakyat, muncullah sosok dengan wajah ndeso, penampilan low profile, dan sikapnya yang merakyat serta melayani. Dia gemar blusukan ke pasar-pasar becek, bahkan rela masuk gorong-gorong. Rakyat menyambut kemunculan tokoh ini dengan gempita. Dengan paradigma ini yaitu ndeso, sederhana, low profile, dan merakyat inilah tokoh ini memenangkan Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Rakyat mengenal dia sebagai Jokowi.
Sementara lawannya di Pilpres yang sama dikenal sebagai sosok yang bertabur bintang dan berasal dari kalangan orang berada. Rakyat mengenal Prabowo adalah "orang besar" dan "bukan dari kalangan kita". Dengan latar belakang itu Prabowo malah menambah sesak persepsi rakyat. Rakyat butuh menyegarkan persepsi mereka. Alhasil pada kedua Pilpres itu Prabowo kalah dari Jokowi.
Sindrom Amien Rais
Dalam pergaulan kita sering mendengar istilah "pacaran sama siapa, kawinnya sama siapa" untuk fenomena pacaran yang gagal dibawa sampai jenjang pernikahan. Ini mirip-mirip dengan istilah "Amien Rais Sindrom".
Istilah sindrom Amien Rais dilatarbelakangi oleh kasus popularitas Amien Rais sebagai tokoh politik dan salah satu penggerak reformasi 1998 yang gagal memanfaaatkan ketokohannya untuk mendongkrak perolehan suara di Pilpres.
Perolehan suara Amien Rais di Pilpres 2004 yang cuma berada di urutan 4 dan kekalahan Prabowo pada Pilpres 2019 sungguh di luar dugaan. Pasalnya baik Amien Rais maupun Prabowo merupakan tokoh yang mampu menciptakan kerumunan orang yang sangat besar. Tapi apa daya kerumunan besar itu tidak bisa dikonversi ke perolehan suara. Euforia di panggung dan lapangan tidak bisa dibawa ke bilik suara. Inilah yang kemudian melahirkan istilah Amien Rais Sindrom dalam narasi Eep Saefullah Fattah.
Amien Rais memang dikenal elitis. Sementara orang banyak masih bertanya-tanya kenapa kerusuhan 1998 harus terjadi dan apa urgensi dari reformasi 1998, Amien Rais "memperkenalkan dirinya" sebagai motor kedua kejadian itu. Belum lagi lingkaran sepak terjangnya yang banyak berkutat dengan kalangan akademisi dan pergerakan, membuatnya agak berjarak dengan rakyat kebanyakan. Sebagian rakyat menilai dia sombong.
Rakyat Baperan
Sementara kita adalah masyarakat baperan yang mudah terharu, sensitif, sekaligus mudah marah, agak pendendam, dan memiliki solidaritas yang tinggi. Hobi kita adalah lagu-lagu cengeng, musik melow, sinetron absurd, dan drakor yang menguras air mata. Sisi positifnya kita adalah masyarakat yang senang bergotongroyong, bersedekah, dan saling membantu.