Awas Jebakan Massal Kolosal
Dalam pragmatisme, sesuatu itu harus memberikan manfaat langsung dan mudharat langsung, serta itu semua harus instan.
Pragmatisme walaupun membantu kita untuk fokus kepada manfaat dan guna dari pilihan keputusan dan tindakan yang kita ambil, juga menjebak kita dari konsekuensi jangka panjang yang mungkin terjadi. Pragmatisme membuat kita mudah tergoda dengan iming-iming rch dan sepele.
Pragmatisme, heuristik, dan rekayasa sosial jadi kombinasi yang ideal dan efektif untuk menjebak massa menuju arah tertentu. Bagi para pemilik kuasa politik, jabatan, dan modal, sungguh ini permainan yang sangat mengasyikkan.
Pragmatisme adalah insting dasar dari binatang. Wajar jika binatang bisa dijebak dan dipancing. Sedangkan manusia mampu menunda mengambil nikmat dan manfaat yang kecil demi mendapatkan manfaat yang lebih besar di kemudian hari. Pragmatisme menjadi kabut pekat untuk melihat masa depan berikut konsekuensi dan manfaatnya.
Manusia juga sering terjebak oleh dua hal lainnya yaitu :
1. Menganggap apa yang terjadi sehari-hari adalah hal yang biasa saja, padahal itu adalah hal yang luar biasa. Seperti kisah seorang anak yang mengamati semut-semut mengangkut sesuatu yang dia anggap benih, padahal setelah diteliti ternyata itu adalah telur serangga yang merupakan bentuk interaksi kompleks antara tumbuhan, serangga, dan semut. Coba deh cek link berikut ini, https://phys.org/news/2022-09-boy-discovery-reveals-highly-complex.html. Kutipan kalimat di akhir tulisan tersebut sungguh sangat menginspirasi. Tentang bagaimana rasanya berkontribusi pada penemuan penting seperti itu, Hugo mengatakan, "Saya yakin anak-anak lain telah membuat penemuan serupa tetapi tidak pernah tahu betapa pentingnya mereka. Saya merasa sangat senang dan bangga mengetahui bahwa saya adalah bagian dari penemuan ilmiah yang penting. Sungguh aneh untuk berpikir bahwa hanya beberapa semut yang mengumpulkan apa yang saya pikir adalah benih sebenarnya merupakan terobosan ilmiah yang penting."
2. Menganggap sesuatu itu luar biasa, padahal itu biasa saja adanya. Seperti sesuatu dianggap sihir luar biasa dan kesaktian mandraguna, padahal cuma sulap belaka. Pada titik ini upaya Pesulap Merah dalam mengedukasi masyarakat dari praktik perdukunan berkedok ulama patut diapresiasi.
Kedua jebakan ini efektif di dalam masyarakat yang miskin ilmu dan lemah dalam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H