Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... -

Mengembara di London sekitar 10 tahun dan kembali ke Jakarta akhir 2011, ingin berbagi cerita mengenai Inggris dan Eropa serta kisah perjalanan lainnya. Silahkan berkunjung pula ke asepsetiawan.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Inggris tawarkan sejarah, promosikan budaya

30 April 2011   23:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:12 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inggris tampaknya memanfaatkan betul momentum perkawinan Pangeran William - Catherine Middleton untuk mendorong bisnis. Inilah yang kemudian tercatat dan sebagai pelajaran bagi negeri yang ingin memanfaatkan momentum budaya sebagai ajang pariwisata. Perkawinan William-Kate kalau ditelaah lebih lanjut tidak hanya memberikan kebahagiaan bagi pasangan kerajaan ini tetapi juga mereka yang menyaksikannya. Kebahagiaan bagi mereka yang datang ke London. Dan barangkali juga menyenanngkan yang menonton televisi di Ingris yang katanya sampai 24 juta dan di seluruh dunia sampai dua milyar orang. Inggris dengan kata lain menggunakan warisan sejarahnya dalam hal ini keluarga kerajaan sebagai bagian dari promosi pariwisatanya. Inggris menggunakan tradisi lama untuk promosi budayanya. [caption id="attachment_106330" align="aligncenter" width="494" caption="Gereja Westminster Abbey yang berumur ratusan tahun tetap dirawat sebagai bangunan bersejarah"][/caption]

Coba saja kita catat bagaimana ulasan mengenai gaun Catherine Middleton seperti tidak ada habis-habisnya. Sebuah gaun perkawinan yang disebut sangat simpel tetapi anggun. Tidak hanya ulasan tetapi juga memancing inspirasi di Inggris dan bahkan meluas ke berbagai negara. Bahkan disebut-sebut kain brokat, jenis kain dan cara merajutnya sebagai warisan sejarah Inggris. Semuanya diulas habis-habisan sampai ke sejarah cara menata busananya. Semuanya seperti bernuansa sejarah dan budaya Inggris. Bisnis membaik Dengan momentum perkawinan 29 April itu, London dibanjiri turis lokal dan mancanegara. Monumen turisme di ibu kota seperti Tower of London dan jam Big Ben kebanjiran turis. Sama halnya seperti Sungai Thames dengan 900 tahun sejarah kerajaan Inggris dijejali para pengunjung. Mulai 18 April lalu tercatat sebagai minggu tertinggi kedatangan pengunjung dalam 12 tahun ini dengan sekitar 91.000 orang. [caption id="attachment_106331" align="aligncenter" width="640" caption="Petugas keamananpun sudah terbiasa menyambut wisatawan hanya sekedar mejeng di depan Big Ben"][/caption]

Koran Guardian menyebut bahwa toko-toko di Inggris bisa meraup keuntungan sampai 480 juta poundsterling atau sekitar 6,8 triliun rupiah dari perkawinan kerajaan. Ini menurut laporan British Retail Consortium. Gerai supermarket Tesco memperkirakan karena liburan panjang dalam rangka perkawinan kerajaan ini akan mendapatkan pemasukan ekstra £20 juta. Sudah lama diperkirakan pengamat bahwa perkawinan kerajaan ini bisa mendongkrak ekonomi Inggris sampai US$ 1,6 juta atau sekitar Rp 13,6 miliar. Dan ini dipreoleh dari penjualan eceran, pemesanan kamar hotel dan jasa terkait pariwisata. Bahkan cindera mata dengan wajah William-Kate tidak hanya sebelum perkawinan bahkan sesudah perkawinan pun akan tetap berada di rak-rak toko pernak pernik cendera mata Inggris. Hikmah Mungkin kalau peristiwa itu sendiri seperti komentar dari Kompasianer ketika mengikuti perjalanan persiapan perkawinan itu dari ke hari seperti tidak relevan. Namun ada beberapa butir pelajaran yang sama-sama kita bisa pelajari terutama bagi kalangan yang berkecimpung di bisnis pariwisata. Pertama, benda, tempat,gedung dan orang-orang yang memiliki sejarah tetap bernilai untuk diangkat sebagai salah satu objek pariwisata. Sejarah senantiasa mengandung misteri dan magis bagi siapa yang ingin mengetahui masa lalu. Sejarah juga dapat membangkitkan jati diri bangsa dan individu karena dari sejarah dapat banyak belajar tentang kesalahan dan kepahlawanan. [caption id="attachment_106332" align="aligncenter" width="640" caption="Bisnis cindera mata akan booming dalam waktu lama setelah perkawinan William-Kate"][/caption]

Inggris dan khususnya London merupakan kota yang penuh dengan benda sejarah. Bangunan bersejarah dipertahankan sedemikian rupa sehingga tidak dirusak oleh perkembangan bisnis seperti pembangunan apartemen, hotel, perkantoran dan mall. Saya melihat sendiri di dekat Tower of London ada sebuah dinding tebal sudah kuno yang dibiarkan berdiri dekat stasiun Tower Hill yang ternyata bersejarah ratusan tahun. Dia seperti dinding yang tidak dibongkar dan kusam namun kalau ditelaah bernilai sejarah. Bayangkan ini hanya sebuah dinding saja, apalagi bangunan.

Di Indonesia banyak bangunan bersejarah dibiarkan tak terpelihara karena kurang biaya dan sponsor. Namun lebih memprihatinkan lagi bahkan dibongkar karena desakan pengusaha membantun hotel, mall atau apartemen. Saya berkeliling ke beberapa kota di Indonesia tampaknya nilai sejarahnya digerus oleh era modern yang melupakan masa silam. Kota Yogyakarta dengan istana Sultan dan Solo serta kota lain seharusnya diberikan perhatian sehingga tidak ambruk. Demikian pula candi, gereja, pura, mesjid Demak dan peninggalan lainnya dirawat bukan untuk dipuja namun menjadi bahan renungan generasi berikutnya. Saya lihat di Inggris bahkan rumah Shapespeare masih terawat hingga kini di sekelilingnya ada pusat sastra, teater dan fasilitas lainnya untuk sekedar melepas penat. Kedua,kalau kita cermat dan jeli melihat gebyar pernikahan yang kemudian diliput internasional, ini merupakan promosi kebudayaan negeri ini yang gratis. Seolah itulah kebesaran budaya Inggris meski atribut kerajaan itu sendiri sudah tertinggal jaman dalam konteks sistem politik. Namun demikian masih ada orang yang menghormati sistem kuno ini yang bersanding dengan dunia modern abad ke-21 di Inggris. Budaya lama seperti mengalami revitalisasi dalam bungkus media modern yang instan dan kadang juga latah. Mulai dari busana, bangunan kuno gereja, Istana Buckingham, pasukan berkuda, kereta kuda kencana sampai dengan pasukan pengawal yang bertopi khas muncul dimana-mana melalui televisi dan internet. Indonesia jelas kaya akan budaya, kaya akan sejarah dan kaya akan inovasi. Saya yakin itu kalau melihat potensi luar biasa budaya di Indonesia. Ketiga, kesadaran warga dan aparat menyambut kedatangan wisatawan lokal dan mancanegara. London sebagai salah satu kota tersibuk dan pusat keuangan tidak melupakan keramahannya. Kota ini bukan kota yang seram dan menakutkan dengan wajah orang-orang yang sibuk kerja. Sebagian besar terasa seperti bersahabat karena mereka hidup sangat tergantung dari jasa. [caption id="attachment_106333" align="aligncenter" width="418" caption="Wisatawan merasa nyaman dalam berkunjung ke London karena sambutan warga dan rasa aman"][/caption]

Mulai dari polisi, petugas lalu lintas, petugas di tempat pariwisata sampai warganya sendiri menyambut baik kedatanga para wisatawan. Bahkan tidak segan membantu apabila kehilangan arah atau tersesat di suatu tempat. Penjaga stasiun kereta bawah tanah akan memandu Anda jika ingin informasi. Semuanya dalam suasana yang natural, tidak dipaksa-paksa apalagi ingin meminta imbalan. Dan inilah wajah keramahan yang sebenarnya asli Indonesia. Mungkinkan orang Inggris mengimpornya dulu ketika menjajah Indonesia? Saya tidak tahu. Namun dalam pelajaran sekolah disebut orang Indonesia itu ramah tamah dan hidup di alam lohjinawi, subur makmur. Kesadaran bahwa keramahan merupakan wajah Indonesia bisa dimulai dari daerah wisata di Bali misalnya. Dan ini semua tidak tergantung pemerintah tetapi semua warganya dari yang elit sampai yang bawah. Sebenarnya masih bisa ditambah bagaimana kita belajar dari peristiwa besar yang berjalan sepertinya mulus dan tanpa insiden kekerasan. Kita semua merindukan wisatawan lokal dan internasional yang ingin belajar sejarah dan budaya Indonesia yang kaya raya. Namun kadang kita sendiri kurang siap dan bersikap kaku. Semoga tidak bersikap bermusuhan dengan menganggap yang datang itu adalah bekas penjajah atau akan membawa dampak buruk kedalam masyarakat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun