Setiap minggunya besar harapan fans untuk selalu ingin melihat Chelsea sebagai Juara bertahan Liga Inggris dan Piala Liga apakah mampu bangkit ataukah tidak dari klasemen sementara mereka yang kini terdampar di peringkat 15. Pertandingan melawan Liverpool di Stamford Bridge akhir pekan kemarin telah menjawab segalanya, tak ada yang bisa dilakukan Chelsea selain menebar keprihatinan terhadap fans-fans mereka dan berjuang mati-matian untuk menjauh dari zona degradasi.
Sempat unggul 1 gol melalui sundulan Ramires di menit ke empat, Chelsea justru terengah-engah ketika Liverpool menyeimbangkan kedudukan di menit akhir pertandingan babak pertama lewat gol Philippe Coutinho, sampai akhirnya Coutinho mampu menggandakan golnya yang mampu dilengkapi oleh gol Christian Benteke. Kedudukan 1-3 mengakhiri pertandingan.
Kekalahan ini adalah kekalahan ke enam mereka sepanjang 11 pertandingan Liga Inggris musim ini bergulir. Jauh dari ekspektasi siapapun, sang juara bertahan yang sangat ciamik musim lalu, melaju mulus ke puncak klasemen tanpa hambatan yang berarti sampai mengakhiri musim kompetisi dengan raihan trofi liga dan trofi piala liga. Kini mereka harus menerima pukulan pahit, kalah adu penalti dari Stoke City di ajang piala liga yang bahkan baru bergulir di putaran ke delapan.
Kepercayaan diri Stoke bukan hanya timbul begitu saja. Manajer Stoke, Mark Hughes berujar kepada media sebelum pertandingan di gelar “Inilah saat yang tepat untuk menghantam Chelsea”. Pernyataan ini pun seolah-olah menyiratkan pudarnya daya magis Chelsea di ajang kompetisi sepakbola Inggris. Dan terbukti, Stoke mampu menyingkirkan Chelsea dari kompetisi Piala Liga.
Di ajang kompetisi Liga Champions, Chelsea pun kian meragukan setelah dipaksa kalah 2-1 melawan FC Porto dan ditahan imbang Dinamo Kyiv 0-0 walaupun sempat mengawali dengan raihan positif kala melawan wakil Israel, Maccabi Tel Aviv dengan skor telak 4-0. Berbeda dengan musim lalu, Chelsea tidak sekalipun mengalami kekalahan di fase grup maupun perdelapan final, mereka hanya kalah dari agresifitas gol tandang melawan PSG kala itu.
Chelsea harus mampu bangkit dan mengakhiri kekalahan mereka di seluruh ajang kompetisi agar memori kelam musim 1978-1979 tidak terulang, kala itu mereka menelan lebih dari 6 kekalahan dalam satu musim dan merasakan pahitnya terlempar ke Divisi Championship. Kini, Sang ‘Special One’ harus mampu menerima kenyataan yang dihadapi bahwa tim nya telah terobrak-abrik dan luluh lantah sampai pekan ke -11 Liga Inggris.
Sebagai juara bertahan, mayoritas fans berharap lebih terhadap Chelsea untuk mampu meneruskan tren positif mereka dan mengejar gelar Liga Inggris yang ke enam, apalagi ditukangi oleh seorang manajer jenius serta penuh taktik dan strategi, Jose Mourinho. Apapun itu, kita tidak bisa mengindahkan bahwa Chelsea kini bukanlah Chelsea yang dulu dan tengah mengalami ‘form’ terburuk dan terjebak di jurang klasemen, hanya terpaut 2 peringkat dari zona degradasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H